Pasang surut generasi pengocok perut Betawi
Kiprah para pelawak Betawi kini kian tenggelam.
Berjalan lenggak-lenggok bak peragawati, Mpok Nori bergaya manja, sambil sekali-sekali mengumbar senyum kodoknya. “Namaku Nikita willy, ayang,” katanya menjawab perkenalan dengan Denny Cagur, dalam potongan adegan Comedy Project di sebuah stasiun televisi, akhir Mei lalu. Mendengar celetukan nenek satu itu tawa penonton pun pecah.
Kini Mpok Nori sudah tak muda lagi. Tapi jangan tanya soal semangat. Sebab, wajah komedian gaek asli Betawi ini masih sering nongol di sejumlah program televisi. Beberapa kali ia tampil di acara lenong, komedi, dan sinetron. Suara melengking keras, gaya polos, dan tingkah lucu menjadi karakter nenek 81 tahun ini.
Selain Mpok Nori, sesungguhnya masih banyak komedian asli Betawi lain. Sebut saja Mandra, Omas, Pak Tile, dan Bokir. Meski menjadi bintang figuran di beberapa film dan sinetron, tapi tingkah mereka cukup kocak. Ada lagi Malih dan Bolot. Saban tampil sepanggung, dua pelawak ini selalu mengundang gelak tawa pemirsa.
Sosok malih dengan suara meledak-ledak dikesankan begitu kontras dengan gaya Bolot budeg. Ekspresi wajah kesal juga marah ditunjukkan Malih ketika ngobrol dengan Bolot bermimik tanpa dosa, ternyata memancing tawa penonton. Hingga kini, mereka masih sering menjadi tamu beberapa program tayangan komedi dan sinetron.
Nah terakhir, bagi Anda penggemar film komedi tahun 1970-an, tentu ingat dengan almarhum Benyamin Sueb. Ia dikenal sebagai artis multitalenta dengan karya lebih dari 75 judul lagu dan 53 judul film. Di antara sederet lagunya adalah Kompor Mleduk, Tukang Garem, Nyai Dasimah, dan Nonton Bioskop. Beberapa judul film pernah ia bintangi di antaranya Tarzan Kota dan Samson Betawi.
Benyamin juga pandai mengemas kata-kata dalam dialek Betawi. Misalnya celetukan "muke lu jauh" atau "kingkong lu lawan". Hingga kini celetukan itu masih saja melekat di pikiran orang Jakarta. Di akui atau tidak, menurut pengamat budaya Betawi, Alwi Shahab, komedian Betawi ini membawa dampak positif bagi masyarakat Jakarta. ”Mereka melestarikan budaya asli Betawi. Mengenalkan logat-logat Betawi pinggiran lewat lenong, topeng Betawi ke masyarakat luas,” kata dia ketika dihubungi Sabtu pekan lalu.
Komedian Betawi ini berpengalaman di pelbagai macam pertunjukan, mulai dari pemain lenong, topeng Betawi, hingga menyanyi. Alwi Shahab menyebut Lenong dan Topeng Betawi mulanya kesenian masyarakat kampung pinggiran Jakarta. Masyarakat menyebut Betawi orak alias norak. Komedian bekas pemain lenong dan topeng Betawi di antaranya Bokir, dan keluarga Mandra dan Omas.
Pada awal 1960-an, kesenian ini nyaris punah. Hingga akhirnya pada awal 1970-an, mereka diberi kesempatan tampil di Taman Ismail Marzuki. Mereka juga diberi kesempatan bermain di stasiun televisi. Sejak saat itu, lenong kembali terangkat. Ketika itu pula, sejumlah seniman Betawi dari tengah kota mulai mencuat. Misalnya, Benyamin Sueb dan Jaja Miharja.
Bahkan, lanjut mantan Wartawan ini, stok komedian asli Betawi dulu melimpah. Rata-rata dari pinggiran Jakarta. ”Tapi setelah beberapa tokoh meninggal, generasi berikutnya sampai sekarang makin tenggelam karena pengaruh budaya-budaya baru dikemas modern,” ujar Alwi. Kalau mau bertahan, ia melanjutkan, mereka harus mengikuti perkembangan zaman, tapi tetap mempertahankan nilai-nilai asli.