Pembangkit nuklir, tinggal menunggu komitmen politik
Badan energi atom internasional (IAEA) menilai Indonesia sudah layak membangun PLTN.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersiap menyusun petajalan atau roadmap pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Ini seperti diinstruksikan Presiden Joko Widodo saat sidang paripurna ketiga Dewan Energi Nasional, 22 Juni lalu.
Pembuatan petajalan tersebut menjadi konsekuensi dari kebijakan energi nasional yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014. Dimana, nuklir ditempatkan sebagai pilihan terakhir untuk dikembangkan.
-
Bagaimana PLN mendukung transisi energi di Indonesia? Dalam 2 tahun terakhir, PLN telah menjalankan berbagai upaya transisi energi. Di antaranya adalah membatalkan rencana pembangunan 13,3 Gigawatt (GW) pembangkit batubara, mengganti 1,1 GW pembangkit batubara dengan EBT, serta menetapkan 51,6% penambahan pembangkit berbasis EBT.
-
Apa strategi PLN dalam mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Indonesia? Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo memaparkan strategi perseroan dalam mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA/ Hydropower) di tanah air."Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan beragam sumber energi baru terbarukan. Khusus energi air, sebagai salah satu sumber energi terbesar, Air memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan hingga mencapai 95 GW, namun baru dimanfaatkan hanya sebesar 5,8 GW," papar Darmawan.
-
Mengapa PLN, ACWA Power, dan Pupuk Indonesia berkolaborasi membangun proyek ini? Kerja sama ini juga menjadi bukti hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.
-
Apa yang sedang dibangun oleh PLN untuk memfasilitasi penggunaan energi terbarukan di Indonesia? PLN sendiri saat ini sedang membangun green enabling supergrid yang dilengkapi dengan smartgrid dan flexible generations. “Karena adanya ketidaksesuaian antara lokasi energi terbarukan yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, serta jauh dari pusat demand yang berada di Jawa, maka kita rancang skenario Green Enabling Supergrid. Sehingga, potensi EBT yang tadinya tidak bisa kita manfaatkan, ke depan menjadi termanfaatkan. Selain itu, tentunya akan mampu membangkitkan kawasan dengan memunculkan episentrum ekonomi baru," jelas Darmawan.
-
Bagaimana PLN dan ACWA Power akan membangun proyek ini? Kesepakatan ketiga perusahaan ini akan berlangsung pada business matching di flagship event KTT ASEAN ke-43 yaitu ASEAN Indo Pacific Forum (AIPF) yang berlangsung pada 5 - 6 September 2023. Kerja sama ini juga menjadi bukti hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.
-
Apa yang akan dihasilkan dari proyek kolaborasi PLN, ACWA Power, dan Pupuk Indonesia? Proyek ini akan menghasilkan hidrogen yang berfungsi sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
"Roadmap Ini yang mau kita susun mulai tahun depan," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana saat ditemui dikantornya, Senin (31/10).
Dalam menyusun, Kementerian ESDM bakal merujuk pada Buku Putih Pembangunan PLTN 5 ribu megawatt di Indonesia. Buku disusun dua tahun lalu tersebut memberikan gambaran ringkas terkait PLTN, permasalahan energi Indonesia. Kemudian, alasan mengapa PLTN dibutuhkan, dan kesiapan Indonesia membangun pembangkit nuklir.
"Buku itu akan menjadi referensi kami untuk menyusun roadmap," kata Rida.
Secara sederhana, Buku Putih itu menargetkan PLTN sudah beroperasi di Indonesia pada 2025.
Menurut Rida, badan energi atom internasional (IAEA) menilai Indonesia sudah layak membangun PLTN. Pasalnya, Indonesia nyaris memenuhi 19 persyaratan IAEA.
"Yang tertinggal hanya dua. political will dan sosialisasi kepada masyarakat," katanya.
"Kalau sosialisasi ini kan setiap tahunnya sudah dilakukan oleh Batan. Kecenderungan nya makin hari makin bagus, masyarakat udah lebih mengerti nggak membabi buta nuklir itu adalah bom."
Menurut statistik, kata Rida, kecelakaan nuklir itu tidak sebanyak di jalan raya.
Tahun lalu, berdasarkan survei, Batan mendapati sebanyak 75,3 persen dari 4 ribu responden tersebar di Indonesia setuju pendirian PLTN. Ini meningkat ketimbang hasil survei tahun sebelumnya, sebesar 72 persen.
"Masyarakat itu ingin ada listrik meskipun tahu itu berisiko," kata Kepala Batan Djarot S. Wisnubroto saat ditemui dikantornya, Rabu (25/10).
Batan mencatat sejumlah provinsi bersedia dijadikan lokasi konstruksi PLTN. Diantaranya, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
"Pembangunan PLTN perlu komitmen dari kepala negara. Ketika presiden go otomatis di bawahnya mengatakan 'yes'," kata Djarot.
"Kelemahan PLTN, proses konstruksinya bisa sampai tujuh hingga sepuluh tahun."
Pun, biaya pembangunannya bisa lebih mahal tiga kali lipat ketimbang PLTU dengan kapasitas sama. Sekedar contoh, Uni Emirat Arab membutuhkan dana sekitar Rp 70 triliun guna membangun PLTN 1.500 megawatt.
"Mereka itu saya katakan mempunyai crash program karena mempunyai uang banyak bisa menyewa orang-orang terbaik seluruh dunia unntuk menyelesaikan."
Fabby Tumiwa, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan Indonesia belum membutuhkan PLTN. Kebutuhan listrik bisa dipenuhi dari pembangkit dengan bahan bakar yang lebih murah dan aman.
"PLTN itu biayanya mahal, investasi besar, pembangunannya lama, rata-rata 8-10 tahun."
"Kalau kita mau energi terbarukan dalam kebutuhan energi listrik bisa lebih banyak dan lebih cepat dalam sepuluh tahun."
Dia mencontohkan, Jerman rata-rata bisa membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 3 hingga 4 gigawatt dalam setahun.
"Ini masalah pilihan, kita mau memilih jalur mahal berisiko atau mengembangkan pembangkit listrik yang terjangkau yang lebih aman," katanya.
"Masalah PLTN ini pengolahan limbah, hingga hari ini nggak ada teknologi yang bisa menyelesaikan persoalan limbah PLTn>"
Saat ini, kata Fabby, negara maju malah meninggalkan PLTN.
"Dalam lima tahun terakhir, pembangunan PLTN tidak ada di Prancis, Jerman, Inggris, Amerika."
(mdk/yud)