Pesan Mahatma Gandhi buat calon technopreneur
Bila menyimpulkan kata-kata Gandhi, maka yang diperlukan: Mulailah, lakukan!
Minggu lalu saya mendapat kesempatan untuk berbagi pengalaman bisnis ICT di depan mahasiswa dan beberapa dosen di kampus yang tergabung dalam Aptikom (Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komputer) se-Malang, Jatim. Ada 11 perguruan tinggi yang tergabung di Aptikom dan saya sempat berbagi pengalaman di empat kampus.
Tema seminar yang diangkat adalah "Cara Jitu dan Cerdas Menjadi Technopreneur Sukses Dalam Waktu Singkat". Tentu saja judul ini sangat ambisius, karena seolah-olah menghilangkan proses. Selain itu juga sangat relatif mengenai yang dimaksud waktu singkat itu berapa lama. Apakah 6 bulan itu singkat atau lambat, itu relatif dan bisa diperdebatkan. Kondisi ini, bagi setiap orang dan perusahaannya berbeda-beda.
Sebelum memulai penyampaian, saya menanyakan kepada peserta apakah memang mereka ingin kaya? "Ya," jawab mereka. Apakah ingin bahagia? "Pasti!". Apakah ingin jadi pengusaha sukses, aklamasi serentak, Yes. Mereka meyakini bahwa kaya memang belum tentu bahagia. Tapi, kalau miskin, ya semakin tidak tentu bahagia. Para mahasiswa ICT cukup faham tentang probability theory (teori probabilitas atau kemungkinan), bahwa miskin peluangnya bahagia lebih kecil dibanding yang kaya. Oleh karena itulah, mereka mau menjadi technopreneur sukses yang diidentikkan dengan kaya.
Setelah itu, disampaikan presentasi tentang daftar orang-orang kaya dunia. Mereka bangga dan tertarik karena bahwa sebagian besar orang kaya dunia adalah dari pengusaha. Yang lebih menarik lagi, bahwa mereka kaya dari perusahaan yang sebagian besar bergerak di bidang ICT dan industri kreatif. Antara lain pengusaha telekomunikasi Carlos Slim dari Meksiko, pengusaha software dan ICT Bill Gates (Microsoft), pembuat software keuangan Larry Ellison (Oracle), pemilik rumah mode Zara, penggiat fashion Louis Vuitton (LV), ada di dalamnya.
Dari situ memancing minat peserta bahwa untuk menjadi sukses, pilihan sebagai technopreneur bukan hal yang salah. Dengan basis ilmu sebagai orang TIK, potensi menjadi pengusaha ICT membuka peluang mereka selebar mungkin untuk sukses. ICT dan industri kreatif adalah sesuatu yang saling berkaitan saat ini. Namun, tentu saja itu satu syarat menjadi pengusaha sukses. Ada syarat lain yang mesti dipenuhi sebagai syarat dasar.
Beberapa syarat itu antara lain adalah 1) komitmen (motivasi), 2) konsistensi, 3) passion, 4) kesiapan mental/nyali (guts), 5) cerdas, dan 6) kreatif. Sengaja syarat modal tidak disampaikan, karena sejujurnya saya melihat justru modal bukan syarat yang paling utama. Selain itu, tidak ingin bahwa audiens akhirnya cuma berpikir bahwa modal itu utama sehingga ketika tidak ada modal kapital akan membatalkan semangatnya. Karena sejatinya bagi saya, modal yang paling besar adalah justru 6 hal di atas.
Komitmen adalah sebuah janji pada diri sendiri, apakah benar kita benar-benar siap segalanya atas pilihan menjadi technopreneur. Seperti halnya seorang lelaki memutuskan untuk menikah atau tidak, dan siap dengan kondisi pasangannya. Kalau tidak punya komitmen yang kuat, maka tidak akan terjadi. Kalau terjadi, mudah bubar. Motivasi kuat dalam diri untuk memulai sesuatu adalah faktor mutlak. Kalau ada yang bilang bahwa jadi juragan itu enak bisa seenaknya, barangkali untuk usaha yang baru mulai, premis itu salah. Justru di awal harus kerja keras. Dan, selanjutnya kalau sudah jalan pilihannya, mau usahanya hanya begitu-begitu saja atau mau maju, kembali ke janji hati pada diri. Bila pilihannya yang kedua maka berarti komitmennya lebih kuat lagi.
Konsistensi adalah sebuah ketekunan dan tahan uji. Semisal komitmennya tidak kuat, maka konsistensi yang memerlukan napas panjang akan melorot pas naik gunung. Biasanya pada titik tertentu, ketika menghadapi tantangan, orang yang konsisten akan menghadapinya tanpa henti, tanpa lelah, terus..terus. Menghadapi pekerjaan yang itu-itu kadang bikin bosan. Hanya komitmen kuat dan konsistensi tinggi yang bisa mengalahkan kejenuhan sebagai musuh yang harus ditaklukkan.
Passion adalah gairah (ghirah) dalam diri yang menjadi modal kuat seseorang terhadap pekerjaan apapun. Orang yang bekerja berdasarkan kesenangannya (hobi) sering sukses. Karena memiliki passion yang tinggi. Sehingga bisa lebih produktif. Passionate akan ketemu bila Anda jujur dengan pilihan hati. Maka, ikuti suara hati Anda, mana sebenarnya yang saya sukai. Tekunilah, temukanlah, dan niscaya akan berhasil. Dengan passion yang tinggi maka sesuatu yang sebelumnya jadi beban akan jadi ringan (load so light).
Nyali (guts) sering menjadi pertanyaan mahasiswa apakah ada hubungannya dengan technopreneur. Seperti halnya kehidupan, setiap saat dalam menjalankan usaha pasti menemui masalah, tantangan, dan cobaan. Justru di sinilah kita diuji, apakah kita menghadapi masalah dan menyelesaikannya atau menghindarinya. Apakah kita berani mengambil risiko (risk taker) atau menghindari risiko (risk avoid)?
Namun, nyali saja tentu tak cukup. Keberanian buka berarti berantem. Namun keberanian menghadapi kenyataan dan masalah. Misalnya kerugian, salah memberikan harga, atau tagihan yang menumpuk, sementara biaya operasional naik, karyawan tak bisa ditawar harus digaji, dan sebagainya. Hal-hal ini merupakan masalah klasik bagi pengusaha baru maupun lama.
Untuk itu, diperlukan intelektual yang cerdas (smart) dan kreativitas (creativity) yang mumpuni. Dua hal ini mudah disampaikan, tapi tidak mudah dipraktikkan. Kecerdasan dalam mengambil kesimpulan permasalahan, mentabulasikan, merumuskan, dan mengambil kesimpulan keputusan. Setiap masalah, harus dihadapi dengan solusi yang cerdas. Bila tidak bisa dilakukan dengan cara standar, akan bisa dilakukan dengan pendekatan kreatif. Orang kreatif selalu melihat bahwa ada solusi lain yang tidak bisa dilihat oleh orang kebanyakan.
Tak heran bila orang kreatif akan menghasilkan produk-produk yang dahsyat. Mereka bisa menghubungkan sesuatu yang orang lain tidak pikirkan. Mereka bisa membuat sesuatu yang kadang sederhana tapi tidak dilakukan orang kebanyakan. Inventor-inventor utama selalu dihasilkan oleh orang-orang kreatif.
Ketika membahas soal cerdas dan kreatif ini, beberapa mahasiswa agak jengkel karena merasa terjebak ketika mereka saya tanya apakah presentasi yang disampaikan menarik, bagus, dan bisa dipercaya? Hampir semua berpikir positif dan percaya dengan presentasi saya. Setelah itu, saya buka slide berikutnya, bahwa kebanyakan orang pintar itu kritis, dan orang kreatif tidak mudah percaya dengan satu pilihan. Akhirnya mereka semua bilang serentak: “Kami tak percaya dengan presentasinya!!”
Dengan cara memancing emosi seperti itu, rasanya jauh lebih efektif menjelaskan sekaligus mencontohkan maksud cerdas dan kreatif. Nah, setelah semua syarat di atas terpenuhi, apakah bisa menjadi technopreneur? Belum!
Lalu, saya ingat apa yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi. Kita perlu mendengar pesan bijak dari tokoh kharismatik India yang sudah jadi panutan dunia: "You may never know what results come of your action, but if you do nothing…there will be no result."
Bila menyimpulkan kata-kata Gandhi, maka yang diperlukan: Mulailah, lakukan! ***
----
Penulis adalah Sekjen APJII, Penggerak komunitas konten KlikIndonesia, COO merdeka.com dan Kapanlagi Network