Pidi Baiq dan wejangan untuk gengster
"Karena setiap orang tak boleh merasa kesepian. Di dalam kesepian semua hal yang negatif bisa terjadi," kata Pidi Baiq.
Sebuah rumah tembok berukuran sedang dan bercat putih di Jalan Ambon, Kota Bandung dipenuhi oleh anak-anak muda Kamis malam pekan lalu. Meski bukan malam minggu, mereka datang hanya sekedar berkumpul bersama rekan-rekannya.
Rumah itu tak lain adalah markas besar Excalt to Creativity (XTC) Kota Bandung. XTC lebih tersohor sebagai geng motor ini cikal bakalnya memiliki nama dulunya lebih dikenal Excalt to Coitus. Sempat ditakuti dan dianggap meresahkan, XTC dengan beberapa geng motor lain akhirnya bertransformasi menjadi organisasi masyarakat kepemudaan dan klub pecinta sepeda motor. Organisasi ini juga kemudian menjadi wadah anak-anak muda Bandung mendulang kreativitas.
Sang pemilik rumah, Pidi Baiq juga penulis novel best seller 'Dilan' ternyata menghibahkan rumah itu menjadi markas XTC. Tak ada maksud tertentu, selain menjadikan rumah itu sebagai rumah setiap kawula muda di Kota Bandung yang ingin berbagi tentang banyak hal. Di markas ini juga saban minggu ada diskusi. Obrolan terbuka ini pun di peruntukan bagi siapa saja tak cuma anak-anak XTC.
"Setiap malam Kamis ada diskusi di sini dan malam minggunya kita berkumpul di jalan Refomasi," kata Ketua XTC Kota Bandung, M Dicky Fauzia Rahman saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis malam pekan lalu.
Pidi Baiq memang didapuk menjadi pembina XTC Kota Bandung saat ini. Saban hari dia selalu ada di markas XTC. Pidi juga mempunyai bilik pribadi untuk kegiatan sehari-harinya membaca dan menulis. "Saya hampir setiap malam di sini berbicang dengan mereka. Karena setiap orang tak boleh merasa kesepian. Di dalam kesepian semua hal yang negatif bisa terjadi," kata Pidi Baiq.
Selain menyediakan tempat untuk XTC, Pidi Baiq tak berharap anak-anak muda itu belajar banyak darinya yang nota bene sudah sukses. Meski novel-novelnya yang selama ini diburu karena dinilai memberikan inspirasi bagi banyak orang, dia mengatakan markas itu hanya tempat sebagaimana adanya.
"Kalau dikira markas ini menjadi tempat inspirasi bagi orang tidak juga yah. Saya tidak berpikir ke arah situ. Mereka datang dan berkumpul itu sudah bagus," tutur lelaki yang akrab disapa ayah ini.
Melihat ke belakang, XTC memang pernah menjadi momok bagi warga Bandung. Namun kini mereka mencoba bertransformasi menjadi lebih baik dan berguna bagi warga Bandung. Upaya terus dilakukan untuk berbenah diri, namun tak semudah membalikkan telapak tangan. Saban ada kejadian kriminal, nama-nama bekas geng motor pun kerap dikaitkan. Meski demikian, Ketua XTC Kota Bandung, M Dicky Fauzia Rahman mengatakan akan terus berusaha menjadikan organisasinya menjadi positif.
"Pernah melakukan hal itu di masa lalu memang resiko. Tapi kita berusaha meluruskan yang tidak lurus dan membenarkan yang tidak benar," katanya.
Memang perang ada rencana, untuk mengganti nama XTC seiring anggotanya terus bertambah, namun usulan itu banyak ditolak. Dicky mengatakan, nama XTC tetap dipakai sebagai nama abadi untuk mengingat sejarah dan tanggung jawab sebagai generasi penerus yang harus berjalan ke arah yang lebih baik.
"Kenapa kita tolak mengganti nama yah karena siapa lagi yang bertanggungjawab kepada XTC selain kita semua. Ini juga penghormatan kepada kakak-kakak yang sudah mendirikan organisasi. Hanya kembali lagi bagaimana kita yang terlahir sebagai XTC mengubah ke arah yang lebih baik," ujar Dicky.