Polemik Markas Teman Ahok
"Tidak ada aturan yang dilanggar oleh TemanAhok untuk menggunakan kantor itu,"ujar Rias.
Jalan berliku bagi Basuki Tjahaja Purnama buat maju menjadi calon Gubernur DKI Jakarta terus diuji. Jika awalnya dia habis-habisan di tuding melakukan deparpolisasi, kini justru markas para pendukungnya digoyang isu tak sedap. Markas TemanAhok di Kompleks Graha Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan dituding menyalahi aturan penggunaan aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Adalah Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Muhammad Taufik orang yang pertama kali menyebut tudingan itu. Markas yang kini digunakan sebagai kantor pendukung TemanAhok buat maju menjadi Gubernur dalam Pilkada 2017 disebut menyalahi aturan. Taufik menuding pemberian sewa kepada TemanAhok bertentangan dengan langkah pemerintah dalam Pilkada Serentak jilid dua berlangsung 2017.
"Bukan masalah salah atau benar loh, tetapi masalah etis dan enggak. Karena apa? Karena di sana ada kantor Teman Ahok yang ada kaitannya sama cagub petahana sekarang," ujar Taufik kepada wartawan di kantornya, Senin pekan lalu.
Pernyataan politisi Partai Gerakan Indonesia Raya itu memang bukan tanpa alasan. Menurut dia, ada aturan yang mengatur penggunaan aset itu. Landasannya, kata Taufik ialah Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor B/2355/M.PANRB/07/2015 tentang netralitas PNS/ASN dan larangan Penggunaan Aset Pemerintah dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak. Salah satu poin dalam surat itu ialah larangan penggunaan aset pemerintah digunakan untuk melakukan kampanye.
Kisruh soal aset digunakan relawan TemanAhok ini pun mendapat tanggapan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Menurut Djarot, TemanAhok sebaiknya meninggalkan kantor itu meski secara aturan tidak ada yang dilanggar. "Saran saya, sebaiknya cari yang lain yang lebih netral jangan dipakai politik tetapi secara aturan boleh. Kenapa sih emang tidak ada yang lain," kata Djarot.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Herman Suryatman saat dikonfirmasi mengenai penggunaan aset ini menilai, surat edaran dikeluarkan itu sebetulnya baru berlaku setelah dimulainya proses tahapan Pemilihan Kepala Daerah. Proses itu menurut Herman ditandai dengan pendaftaran calon kepala daerah di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Sekarang kan belum masuk tahapan Pilkada. Kalaupun sudah masuk harusnya disesuaikan dengan aturan yang ada. Intinya harus memberikan nilai tambah terhadap pendapatan daerah, sesuai aturan," ujar Herman melalui sambungan telepon, Jumat pekan kemarin.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, sewa yang dilakukan TemanAhok di Graha Pejaten itu sudah sesuai dengan aturan. Seperti tertulis pada Pasal 28 ayat 4, Sewa Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang.
Melihat aturan tersebut menunjukkan tidak ada alasan Pemprov DKI Jakarta untuk meminta Teman Ahok keluar. Rias Askari selaku Kepala Bidang Pembinaan dan Pemanfaatan Aset Daerah Badang Pengelolaan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta mengatakan, tidak ada aturan yang dilanggar oleh TemanAhok untuk menggunakan kantor itu. Menurut dia seharusnya tidak perlu ada lagi perdebatan mengenai penggunaan aset milik Pemprov DKI itu.
"Saya pedomannya ini (PP Nomor 27 tahun 2014) saja. Kalau secara ini salah enggak? Enggak," ujar Rias.
Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasbi pun angkat bicara soal kisruh ini. Menurut dia, sebetulnya penggunaan kantor itu seharusnya tidak bermasalah. Apalagi banyak partai juga menggunakan aset milik Pemprov justru tidak dipermasalahkan. "Sebenarnya ini bukan persoalan besar. Ini clear, cuman dibuat besar. Partai pinjam pakai aja kita tidak heboh." ujar Hasan.