PT TWBI bantah reklamasi Teluk Benoa rusak alam
"Proyek-proyek besar dalam sejarah selalu ditentang sekelompok orang mulanya, tapi kemudian menjadi berkah akhirnya.”
Komisaris PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) Leemarvin Lieano memastikan revitalisasi Teluk Benoa bertujuan memperbaiki lingkungan dan meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan agama masyarakat Bali.
Sehingga kekhawatiran sejumlah pihak akan proyek ini tidak beralasan. “Sangat wajar bila ada pro kontra. Proyek-proyek besar dalam sejarah selalu ditentang sekelompok orang mulanya, tapi kemudian menjadi berkah akhirnya,” katanya dalam siaran pers diterima merdeka.com hari ini.
Marvin sangat yakin revitalisasi Teluk Benoa sangat bermanfaat. Ketakutan sering dikemukakan, seperti akan menyebabkan banjir, krisis air, menutup akses nelayan, dan seolah Bali bakal tenggelam, sudah diantisipasi dan dicari solusinya.
“Ini kan revitalisasi. Intinya yang rusak diperbaiki, yang dangkal kita perdalam," ujar Leemarvin. "Reklamasi bagian kecil dari revitaliasi. Jadi bukan semata-mata reklamasi dalam arti menguruk laut.”
Guru Besar Kelautan dan Pesisir Institut Pertanian Bogor (IPB) profesor Dietrich G. Bengen menilai perlu dilakukan revitalisasi berbasis reklamasi. Sebab saat air surut terjadi pendangkalan sehingga ekosistem mangrove terganggu. Perbaikan melalui revitalisasi berbasis reklamasi agar alur laut dangkal diperdalam.
Masalah paling utama adalah sedimentasi makin parah sehingga menyebabkan aliran air ke mangrove menjadi terhambat. Karena itu, alur alami laut justru akan diperdalam untuk menjamin aliran air laut dapat terserap dengan baik oleh mangrove di sekitarnya selama 24 jam.
Saat ini, ketika air laut surut, terlihat jelas lumpur menyelimuti hampir seluruh teluk. Setelah revitalisasi kedalaman laut akan menjadi minimal tiga sampai lima meter waktu surut terendah. Dengan kedalaman seperti itu, kata Leemarvin, para nelayan dapat leluasa berlayar mencari ikan di laut lepas. "Bahkan masyarakat Tanjung Benoa dapat mengembangkan usaha wisata bahari sepanjang hari tanpa harus menunggu pasang,” tuturnya.
Dia membantah akses nelayan dan pengusaha olahraga air akan dibatasi jika proyek itu jadi. Di sisi lain, dengan mempelajari sifat dan pola sedimentasi, di sela-sela perairan laut Teluk Benoa akan dibuat beberapa pulau penyangga materialnya diambil dari hasil pendalaman alur.
Sekitar 70 persen dari luasan perairan itu akan menjadi kawasan hijau baru sebagai paru-paru kota dan pelestarian ekosistem laut. Kurang dari 30 persen akan dibangun sebagai kawasan pengembang baru untuk menunjang pariwisata Bali dan dapat meningkatkan ekonomi setempat.
Alhasil, para wisatawan tidak lagi disuguhkan kawasan perairan penuh lumpur, namun perairan teluk biru diselingi pulau penyangga nan hijau. Tentunya disajikan utamanya budaya dan adat masyarakat Bali, yaitu Tri Hita Karana.
Leemarvin mengaku pihaknya akan terus merawat mangrove di kawasan Taman Hutan Raya. Sejak dulu sekeliling Teluk Benoa Bali ditumbuhi mangrove dengan banyak kegunaan, terutama melindungi daratan Bali dari gempuran dan abrasi.
Hutan tanaman mangrove juga berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem dan berbagai biota hidup di sekitarnya. “Itu kami jaga dan rawat melalui CSR bekerja sama dengan Forum Peduli Mangrove Bali (FPMB). Sampai saat ini FPMB sudah menanam 3.500 bibit mangrove di kawasan Tahura,” katanya.