Puas rasanya dipilih langsung oleh rakyat
"Rakyat pun puas karena mereka memilih langsung pemimpin mereka di daerah," kata Isran Noor.
Situasi politik kembali hangat selepas pemilihan presiden Juli lalu. Koalisi pro-Prabowo berambisi mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat DPRd dalam pembahasan rancangan undang-undang pemerintahan daerah. Sedangkan kubu Jokowi menolak gagasan itu.
Ketua Apkasi (Asosiasi pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) Isran Noor termasuk yang menyokong agar pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat tetap berjalan. Hal ini sudah dilaksanakan satu dasawarsa terakhir. "Ini fundamental, masalah kedaulatan rakyat," kata Isran saat ditemui Selasa lalu di tempat tinggalnya, Apartemen Sahid Residence, Jakarta Pusat.
Wawancara berlangsung santai ditemani secangkir teh tarik panas. Berikut penjelasan Isran kepada Faisal Assegaf dari merdeka.com.
Apa komentar Anda soal polemik antara pemilihan kepala daerah secara langsung dan lewat DPRD?
Kita kan sudah pernah melaksanakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Waktu itu menggunakan Undang-undang nomor 22 tahun 1999. Pemerintahan daerah saat itu terjadi instabilitas, terjadi intervensi luar biasa oleh anggota DPRD.
Bahkan lebih parah lagi, belum lagi bupati atau wali kota membacakan laporan pertanggungjawaban, seminggu sebelumnya sudah menolak. Belum tahu isinya loh.
Artinya kita ini ingin mengulangi persoalan-persoalan itu walau katanya akan ada perbaikan-perbaikan. Setelah evaluasi akhirnya ada perbaikan ke Undang-undang nomor 32 tahun 2004. Mulailah pemilihan kepala daerah secara langsung oleh masyarakat.
Hal ini berjalan sangat bagus. memang ada akibat-akibat negatif, ada yang konflik. Tapi konflik ini hanya terjadi di sedikit daerah, tidak mencerminkan kondisi negatif secara keseluruhan.
Kemudian pemilihan kepala daerah secara langsung dianggap berbiaya mahal. itu kan bisa diatasi. Jangan substansi demokrasi dan fundamental kedaulatan itu diambil dan diubah. Yang sudah disepakati pemilihan langsung jangan diambil alih lagi dong. Kan, banyak cara untuk mengurangi biaya.
Menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Johermansyah Djohan, biaya pemilihan langsung bisa ditekan setengahnya dari jumlah Rp 70 triliun tiap periode lima tahun.
Lalu bagaimana untuk mengatasi konflik?
Kalau untuk mengantisipasi terjadinya konflik, kita pernah mengadakan pemilihan serempak di provinsi Aceh dan Sumatera Barat. Tidak ada masalah, tidak ada konflik, biaya murah. Kan, ini salah satu contoh bisa dilakukan di daerah-daerah lain.
Pemilihan langsung ini kan sudah dilaksanakan oleh rakyat, masak mau diambil alih lagi. Janganlah. Kita ini jangan meniru undang-undang orang lain.
Tapi sejumlah pihak kritik pemilihan kepala daerah secara langsung ini hanya menguntungkan orang punya uang dan pengaruh di daerah setempat?
Siapa bilang? Raja kecil itu adalah sebutan bagi bupati atau wali kota, hanya dia dipilih secara demokratis. Siapa bilang yang dipilih tidak berprestasi? Kenapa kemarin memilih Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta? Dia dipilih karena dia berprestasi.
Tidak dipilih oleh rakyat berarti tidak bisa berkompetisi. Pengawasan bisa dilakukan oleh DPRD, fungsi anggaran juga dilakukan oleh DPRD, fungsi legislasi diwakilkan oleh rakyat kepada DPRD. Kasihan rakyatnya kalau pemilihan langsung ini diambil alih lagi oleh DPRD.
Apakah semua bupati dan wali kota di Indonesia setuju dengan pemilihan langsung?
Setahuku semua setuju. Sampai sekarang saya belum mendengar ada bupati atau wali kota setuju pemilihan kepala daerah diambil alih lagi oleh DPRD. Kalau pun ada, kita teliti dulu kasusnya. Jangan-jangan partainya paling banyak sehingga mudah untuk menang kalau pemilihan dilakukan lewat DPRD.
Sangat kecil dan murah untuk menang menjadi kepala daerah kalau pemilihan digelar lewat DPRD. Cukup kuasai 51 persen dari anggota DPRD. Yang terjadi DPRD merasa berjasa memilih bupati dan dia merasa tersandera.
Tadi Anda bilang sangat kecil dan murah untuk menang lewat DPRD. Memang berapa aanggaran diperlukan?
Saya bisa membayangkan kalau pemiihan kepala daerah dilakukan lewat DPRD itu gampang dan sangat murah. Hanya perlu menguasai 51 persen angota DPRD. Saya tidak bisa menyebutkan angka, tergantung dari masing-masing daerah.
Yang pasti, ada nilai kepuasan bagi bupati atau wali kota kalau mreka dipilih secara langsung oleh rakyat dibanding jika dipilih melalui DPRD. Kepuasannya berbeda. Rakyat pun puas karena mereka memilih langsung pemimpin mereka di daerah. Sehingga kepala daerah terpilih bertanggung jawab kepada rakyat, bukan kepada DPRD.
Apakah politik uang dalam pemilihan langsung kepala daerah lebih kecil ketimbang pemilihan melalui DPRD?
Saya kira itu relatif. Tapi sekarang banyak pemilihan dengan cara menggunakan uang kepada rakyat, calon itu kalah. Sebagian besar orang punya uang banyak kalah dalam pemilihan langsung oleh rakyat. Tapi kalau melalui DPRD, orang bodoh yang penting punya uang, dia bisa menang. Yakin saya.
Pemilihan langsung kepala daerah sudah berjalan sepuluh tahun. Dari hasil evaluasi, apa saja perlu diperbaiki?
itu sudah dievaluasi. perlu diadakan pemilihan langsung kepala daerah serentak. Selain untuk mengurangi biaya sekaligus buat mengantisipasi konflik. Pemilihan serentak ini pernah dilaksanakan di Aceh dan Sumatera Barat.
Ada banyak cara untuk mengurangi biaya dikeluarkan oleh calon kepala daerah dan KPUD. Seperti pembuatan atribut kampanye dibatasi, membatasi kampanye lewat media massa, melarang konvoi selama kampanye, melarang kampanye terbuka.
Urusan ini gampang kok, cuma hak rakyat memilih sekali dalam lima tahun jangan diambil lagi. Ini fundamental, masalah kedaulatan rakyat. Soal pengawasan, itu tugas DPRD melalui fungsi kontrol, fungsi anggaran, dan fungsi legislasi.
Jika beleid baru nanti mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, apa akan dilakukan oleh Apkasi?
Kami, para bupati dan wali kota, bersama rakyat akan terus berupaya memperjuangkan kedaulatan rakyat. Tentu dengan cara-cara benar. Saya dan kawan-kawan akan berkampanye, di samping mengajukan guatan hukum ke Mahkamah Konstitusi.
Kami akan sosialisasikan kepada rakyat partai mana mendukung pemilihan langsung dan partai mana mengambil alih kedaulatan rakyat.
Salah satu upaya mengurangi biaya dan mengantisipasi konflik dalam pemilihan langsung kepala daerah dengan cara pemilihan serempak. Maksudnya di satu provinsi atau seluruh Indonesia?
Lihat saja nanti, apakah serempak secara nasional, apakah secara regional, satu pulau saja, atau satu provinsi saja. Silakan bahas mana terbaik.
Menurut Anda mana terbaik dari ketiga cara pemilihan serempak itu?
Saya tidak bisa menentukan tapi ketiga pilihan ini adalah upaya kita untuk mengurangi biaya dan konflik kalau kita menggelar pemilihan langsung serempak.
Sejauh ini, apa keluhan kepala daerah terhadap pelaksanaan otonomi daerah?
Pada prinsipnya tidak ada keluhan. Hanya sebaiknya undang-undang diperbaiki, turunan dari undang-undang otonomi daerah itu dilengkapi. Jangan ada kesan sudah didesentralisasi, seperti perizinan, ditarik lagi ke Jakarta.
Misalnya Undang-undang nomor 4 tahun 2009 soal mineral dan barang tambang. Sekarang satu pun daerah tidak ada mengeluarkan izin. Terjadi stagnasi kegiatan pererkonomian di daerah, terutama yang memiliki kekayaan barang tambang.
Kritikannya, gara-gara otonomi daerah sering ribut masalah batas wilayah?
Ya, itu mesti diperbaiki undang-undangnya. Kalau masalah batas wilayah dalam satu kabupaten, cukup bupati menyelesaikan. Kalau antar kabupaten, gubernur tuturn tangan. Jika antar provinsi, pusat menangani. Kan begitu jenjangnya.
Gara-gara pelaksanaan otonomi daerah, pusat tidak bisa lagi mengontrol kepala daerah?
Itu lebai, mengada-ada. Tidak ada itu. Makanya saya bilang lengkapi dengan undang-undang. Tidak ada kepala daerah membangkang kepada pemerintah pusat. Mana ada yang berani.
Biodata
Nama:
Isran Noor
Tempat dan Tanggal Lahir:
Sangkulirang, Kutai Timur, Kalimantan Timur, 20 September 1957
Agama:
Islam
Status:
Menikah dan beranak tiga
Jabatan:
Bupati Kutai Timur (2011-2016)
Pendidikan:
SD 1 Sangkulirang (tamat 1970)
SMP JPS Sangkulirang (tamat 1973)
SMA 1 Samarinda (tamat 1976)
S1 jurusan sosial ekonomi pertanian Universitas Mulawarman, Samarinda (tamat 1981)
S2 jurusan komunikasi pembangun Universitas Dr Soetomo, Surabaya (tamat 2002)
S3 jurusan ilmu pemerintahan Universitas Padjadjaran, Bandung
Organisasi:
Ketua Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) 2011-2015
Ketua Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur