Redenominasi tak sekedar poles citra Indonesia
Tingkatkan efisiensi perekonomian dan penghematan biaya pengadaan uang.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih enggan membahas draf undang-undang redenominasi yang sejatinya sudah dikirim Bank Indonesia pada 2013. Kendati sudah menunda selama hampir tiga tahun, tak berarti parlemen menentang langkah penyederhanaan nilai mata uang dengan menghilangkan tiga digit dalam rupiah.
Muhammad Hatta, anggota Komisi XI DPR-RI, mengakui, redenominasi rupiah bisa meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional.
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Siapa yang memimpin rencana redenominasi rupiah di Indonesia? Rencana penyederhanaan mata uang telah digulirkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Bagaimana Bank Indonesia memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah tetap berjalan? Bank Indonesia pun memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah atau Rp1.000 ke Rp1 masih terus berjalan. Bahkan, Bank Indonesia sudah siap dengan skenario dalam penerapan redenominasi rupiah ini.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
"Saya setuju redenominasi, tapi saat ini bukan waktu yang tepat," katanya kepada merdeka.com, pekan lalu.
Sebagai gambaran, nilai rupiah terhadap mata uang negara maju tergolong melempem. Saat ini, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menempati posisi denominasi terbesar kedua di kawasan ASEAN.
"Kondisi ini, dapat melemahkan persepsi positif mengenai perekonomian Indonesia yang terus menujukkan stabilitas."
Menurut data Bloomberg dan Bank Indonesia, per 22 November 2016, nilai tukar rupiah sekitar Rp 13,432.50 per USD dengan denominasi terbesar 100 ribu. Hanya kalah dari Dong (Vietnam) dengan nilai tukar 22,533.50 per USD dan denominasi terbesar 500 ribu. Peringkat ketiga ditempati Kip (Laos) dengan nilai tukar 8,175.50 dengan denominasi terbesar 50 ribu.
Data nilai tukar mata uang ©2017 Merdeka.com
Berdasarkan ilustrasi itu, penyederhanaan dinilai bisa menciptakan persepsi rupiah sebagai mata uang yang kuat dan stabil.
Tak hanya sekedar citra. Redenominasi juga dinilai bisa meningkatkan efisiensi perekonomian melalui ekspektasi inflasi yang lebih rendah. Dalam jangka panjang, redenominasi juga bisa berdampak pada penghematan biaya pengadaan uang.
"Penghematan ini bisa tercipta karena redenominasi menghidupkan kembali denominasi sen rupiah yang mendorong lebih banyak penggunaan koin. Sebagaimana dipahami, koin memiliki usia layak edar jauh lebih panjang ketimbang uang kertas," kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni Vimaladewi saat dihubungi terpisah.
Di sisi lain, redenominasi juga dianggap dapat menekan kesalahan teknis berpotensi timbul pada mata uang yang memiliki banyak angka, "karena tidak perlu penyesuaian infrastruktur dan aplikasi dari waktu ke waktu dan berkurangnya risiko human error," katanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bima Yudhistira Adhinegara menyebut redenominasi penting dilakukan guna memudahkan akuntasi dan transaksi. Lalu, meningkatkan citra pasar uang Tanah Air.
"Sosialisasi redenominasi kepada masyarakat Indonesia menjadi pondasi penting dalam hal ini," katanya terpisah.
Dia menilai, momentum terbaik penerapan redenominasi rupiah terjadi pada 2013. Kala itu, ekonomi Indonesia tumbuh hingga mencapai 5.78 persen meski inflasi berada di level 8 persen. Di sisi lain, DPR pun sudah membentuk panitia khusus dan menerima draf undang-undang redenomisasi inisiatif pemerintah dan Bank Indonesia.
"Sebenarnya pada 2013 itu momennya lebih tepat dibandingkan 2016 atau 2017. Pada waktu itu ekonomi kita masih relatif lebih kuat dibanding sekarang," katanya.
"Pada saat ekonomi sedang naik, pemerintah bikin kebijakan redenominasi segala macam, resistensi masyarakat rendah. Tapi sekarang, ekonomi lagi sulit, kebijakan belum terlalu esensial ini justru bisa jadi blunder bagi pemerintah."
Menurut Bima, inflasi bukan bekal utama dalam memulai redenominasi. Hanya saja, redenominasi bakal berjalan lebih baik ketika inflasi berada di bawah 3 persen.
"Pada 1983, India lakukan redenominasi, kondisi inflasi sangat sangat rendah," katanya.
"Jika ingin berhasil, Indonesia inflasinya harus bisa dijaga 3 persen. Kalau inflasinya terlalu tinggi bisa mengancam, depresiasi mata uang."
(mdk/yud)