Seruan boikot dari Oxford
Persatuan Mahasiswa Universitas Oxford hari ini memberikan suara apakah menyokong boikot Israel.
Hawa dingin Rabu pekan lalu masih membekap Kota Oxford, Inggris. Namun suasana gerah meliputi Christ Church College, salah satu kampus di lingkungan Universitas Oxford, perguruan tinggi paling uzur sejagat setelah Universitas Paris.
Maklum saja, hari itu ada diskusi membahas proposal mosi memboikot seluruh perusahaan dan institusi Israel. Salah satu nara sumber adalah George Galloway, anggota parlemen Inggris penyokong setia Palestina. Politikus dari Partai Buruh ini terlambat setengah jam.
Meski begitu, dia berpidato berapi-api mengutuk kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina. Di tengah sambutan, Eylon Aslan-Levy, mahasiswa dari Brasenose College, memotong. Pemuda keturunan Yahudi lahir dan besar di Inggris ini lebih setuju konflik Palestina-Israel diselesaikan lewat perundingan.
Tanya jawab singkat berlangsung. "Apakah kamu orang Israel? tanya Galloway. Selepas Levy mengiyakan, Galloway turun dari podium dan keluar dari ruang diskusi. "Saya tidak mengakui Israel dan saya tidak mau berdebat dengan orang Israel," kata Galloway, seperti dilansir surat kabar the Guardian, Sabtu pekan lalu. Hadirin pun riuh, ada yang mencemooh tindakan rasis Galloway, sebagian bertepuk memberi dukungan.
Selama dua pekan terakhir, Persatuan Mahasiswa Universitas Oxford (OUSU) memberi kesempatan diskusi soal mosi anti-Israel itu. Namun sebagian besar tidak memperoleh keputusan. Sebab itu, hari ini seluruh mahasiswa memberikan suara apakah menyokong mosi itu.
Mosi ini nantinya bakal dibawa dalam pertemuan nasional seluruh mahasiswa Inggris di Kota Sheffield, April mendatang. Kongres itu akan menetapkan apakah mereka ikut mendukung gerakan boikot, menjual saham, dan saksi (BDS). Ini sebagai protes terhadap kekejaman negara Zionis itu terhadap rakyat Palestina.
Mahmud Naji dari Christ Church College yang mengundang Galloway terkejut dengan tindakan lelaki 69 tahun itu. Dia tadinya berpikir Galloway siap berdebat. "(Ternyata) tujuan utamanya dia ingin menunjukkan dia mendukung gerakan boikot."
Gerakan BDS mendesak seluruh dunia memboikot semua produk Israel, termasuk sayur, buah, kosmetik, dan perusahaan-perusahaan menjalin bisnis dengan Israel.
Pada April tahun lalu, perusahaan ritel makanan terbesar kelima di Inggris, the Co-operative Group, menjadi supermarket menjadi pusat belanja terbesar di Eropa yang menghentikan pasokan dari perusahaan-perusahaan menjual produk dari permukiman Yahudi di Tepi Barat.
Para penggagas dan pendukung mosi di Universitas Oxford mengaku mendapat ancaman melalui surat elektronik. Alhasil, sebagian menarik sokongan dan sejumlah pengusul meminta nama mereka tidak diumumkan.