Sisa Kejayaan Surat Kabar di Bandung Ada di Cikapundung, Dulu Berjajar Loper Koran sejak Pagi Buta
Cikapundung jadi daerah yang tersisa dari masa keemasan koran dan kini masih tetap bertahan di tengah senja kala yang mengancam
Cikapundung jadi daerah yang tersisa dari masa keemasan koran dan kini masih tetap bertahan di tengah senja kala yang mengancam
Sisa Kejayaan Surat Kabar di Bandung Ada di Cikapundung, Dulu Berjajar Loper Koran sejak Pagi Buta
Bandung menjadi kota dengan pertumbuhan surat kabar yang masif di paruh tahun 1900-an sampai akhir 2000-an. Berbagai koran terbit di Kota Kembang, seperti AID de Preanger Bode yang jadi salah satu koran tertua, ada juga Harian Banten, Harian Karja, Indonesia Express, hingga Pikiran Rakjat yang melegenda.
Semuanya pernah tumbuh subur dan diburu oleh warga masyarakat kelas atas sampai menengah ke bawah yang banyak bekerja di jalanan. Dahulu para penjaja koran juga mudah ditemui di persimpangan jalan, dengan harga dan perusahaan pers yang saling bersaing.
-
Apa nama surat kabar pertama di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama 'Mataram Courant' dan satunya lagi bernama 'Bintang Mataram'.
-
Surat kabar apa yang didirikan Tirto? TAS pun menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907), dan Poetri Hindia (1908).
-
Apa yang dibuat dari limbah kertas koran? Boneka Motif Pakaian Adat Berangkat dari keterpurukan ekonomi saat Pandemi Covid-19, seorang perajin asal Kota Medan ini membuat boneka menggunakan bahan dasar limbah kertas koran.
-
Apa nama awal dari Bandung? Dahulu Bandung bernama Tatar Ukur, dengan daerah administratif sampai Garut dan Sukabumi
-
Apa yang terkenal dari Kota Bandung? Tentu semua orang sudah tahu kalau alat musik tradisional angklung berasal dari Jawa Barat. Berkat Saung Angklung Udjo, alat musik angklung jadi terkenal hingga ke mancanegara.
-
Bagaimana awal mula Kampung Cigadung? Mengutip laman bandung.go.id, kampung ini sebelumnya lahir atas inisiasi warga setempat yang menggali potensi kelokalan di sana.
Walau sudah berlalu puluhan tahun, saat ini sisa kejayaan itu masih dapat dilihat di sudut Kota Bandung. Cikapundung jadi daerah yang tersisa dari masa keemasan koran dan kini masih tetap bertahan di tengah senja kala yang mengancam keberadaannya.
Jika ingin mengenang masa media cetak, kawasan ini kiranya bisa jadi tujuan dengan beberapa loper koran paruh baya yang tetap semangat menjual koran-koran terbaru.
Kala Loper Koran Berjajar Sejak Pukul 04:00 WIB Pagi Cikapundung
Kembali ke 1970-an, di masa itu kawasan Cikapundung Timur di Jalan Dr. Ir. Soekarno - Banceuy menjadi pusat distribusi koran di Bandung.
Gambar: bandung.go.id
Mengutip bandung.go.id, sejak pukul 04:00 WIB pagi, loper koran sudah berjajar.
Mereka mulai mengambil koran-koran dari rumah percetakan dan menjajakannya di jalan sekitar hingga menyebar ke kawasan lainnya di Kota Bandung.
Para warga yang menjadi pembaca setia pun turut berkerumun di loper-loper koran yang menyajikan aneka surat kabar mulai dari koran, tabloid, hingga majalah. Dengan memakai sepeda motor yang dipasangi tas khusus di jok belakang, garda depan informasi ini bersiap keliling sepagi mungkin.
Warga Sudah Menanti Koran Sejak Pukul 11 Malam
Di era kejayaannya, surat kabar menjadi primadona bagi masyarakat yang tengah menantikan informasi. Di masa sebelum tahun 2000-an, warga bahkan sudah ada yang antre menanti koran terbit.
Biasanya kondisi ini bertepatan dengan masa Sipenmaru atau penerimaan mahasiswa baru di universitas kenamaan, penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) atau Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), hingga seputar lowongan kerja.
Kemudian, para pehobi sepak bola juga banyak yang ingin mendapatkan informasi secepat mungkin seputar Piala Dunia, Piala Eropa, Liga Champions, Europa League maupun Piala UEFA.
Koran Sampai Terbit Dua Kali Sehari
Tingginya permintaan dan buruan koran dari masyarakat, membua perusahaan-perusahaan pers kebanjiran pesanan.
Bahkan, beberapa di antaranya ada yang sampai bisa terbit dua kali sehari yakni saat pagi dan sore hari.
Ketika itu, para perusahaan media bahkan bisa mendapatkan omzet hingga Rp15 juta per hari dari penerbitan koran tersebut. Hal ini kemudian meninggalkan kenangan yang tak terlupakan bagi para perusahaan media, penjaja koran, dan pembaca setianya.
Di masa kejayaan itu, bukan hanya lingkup media yang meraup untung, namun juga penjual makanan dan minuman yang biasanya turut ludes di momen-momen warga berburu koran pagi hari. Terakhir omzet penjualan koran hanya diraih sebesar Rp1,5 juta saja per hari dengan koran yang belum tentu habis.
Masih ada yang Membeli
Namun saat ini, kawasan Cikapundung masih menyisakan sisa-sisa kejayaan media cetak di masa lampau. Ini dilihat dari masih adanya para penjual dan pembeli koran walau tak seramai dulu.
Beberapa surat kabar saat ini telah menjadi langgan dari perseorangan maupun instansi-instansi besar di kota tersebut.