Fritz Haber, dari pupuk ke senjata kimia
Sosoknya dikenal sebagai pahlawan namun juga penuh kontroversi.
Tiap tahun baru, pasti ada yang sibuk nih menyiapkan petasan dan kembang api untuk mengisi kemeriahan malam tahun baru. Sebagian besar dari kalian pasti sudah pada tau dong kalo petasan memanfaatkan mesiu sebagai bahan peledaknya. Dan, salah satu unsur yang dipake untuk membuat mesiu adalah Amonia. Tapi, sedikit sekali yang tahu sejarah penggunaan amonia sebagai salah satu unsur penting pembuatan bahan peledak erat sekali kaitannya dengan pengentasan ancaman kelaparan global. Loh, kok bisa, gimana ceritanya?
Di Zenius Blog kali ini, gue akan bercerita tentang sosok ilmuwan jenius yang kontribusinya sangat besar bagi kemanusiaan hingga merasuk ke sel-sel organisme yang hidup di muka bumi kini. Sosok yang berhasil menyelamatkan penghuni bumi dari krisis makanan. Ya, kita pernah mengalami masa, di mana umat manusia berada di ambang bencana kelaparan global, seperti di film-film. Kalau di film-film, sosok penyelamat yang mampu menghindarkan manusia dari ancaman kelaparan dan kepunahan biasanya diagung-agungkan sebagai pahlawan. Tapi, berbeda dalam kenyataan, sejarah mencatat, penyelamat manusia dari kelaparan juga seorang yang dituduh sebagai pembunuh massal. Tuduhan kontroversial yang membuat namanya tenggelam dan tidak seharum nama ilmuwan-ilmuwan besar lainnya..
-
Apa yang dibahas dalam acara MA Goes To Campus di UIN Jakarta? Mengusung tema 'Hukum, Profesi Jurnalistik & Etika Sosial Media', MA Goes To Campus hadir dengan tujuan untuk mengedukasi para mahasiswa baru agar lebih tertarik dalam berkarier di bidang hukum. Khususnya menjadi hakim di Mahkamah Agung.
-
Kapan MA Goes To Campus di UIN Jakarta diadakan? Acara ini sendiri berlangsung di Auditorium Hasan Nasution, Kampus I UIN Jakarta, Rabu (27/09/2023) lalu.
-
Dimana biasanya tawuran pelajar terjadi di Jakarta? Biasanya tawuran antar pelajar terjadi di rute berangkat dan pulang sekolah. Mereka hapal betul angkutan umum apa saja yang digunakan dan menjadi target sasaran.
-
Di mana acara MA Goes To Campus di UIN Jakarta berlangsung? Acara ini sendiri berlangsung di Auditorium Hasan Nasution, Kampus I UIN Jakarta, Rabu (27/09/2023) lalu.
-
Kapan tawuran pelajar pertama di Jakarta terjadi? Tercatat tawuran itu terjadi pada 29 Juni 1968, di mana dalam catatan tersebut tawuran terjadi antara siswa SMA (Sekolah Menengah Atas) dengan siswa dari STN (Sekolah Tehnik Negeri) dan menimbulkan sebanyak 8 orang korban.
-
Siapa saja yang menjadi korban tawuran pelajar di Jakarta? Dahulu, korbannya tidak hanya sesama pelajar, namun juga para guru juga rentan menjadi sasaran.
Semangat Revolusi Industri dan Ramalan Malthus
Hayo, inget Thomas Malthus nggak? Mungkin kalian pernah denger kalo pakar demografi dan ekonomi Inggris ini pernah bilang bahwa pertumbuhan populasi dunia itu mengikuti barisan geometri (contoh: 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, ....) sementara pertumbuhan produksi makanan mengikuti barisan aritmetika (contoh: 1, 2, 3, 4, 5, 6, ...). Thomas Malthus meramalkan bahwa kalau begini terus, lama-lama bumi tidak akan mampu lagi memberi makan seluruh manusia yang ada. Kita akan dilanda krisis makanan.
Apa yang membuat Maltus membuat ramalan tersebut? Thomas Malthus ini hidup di tahun 1766–1834, di saat Revolusi Industri di Eropa baru saja dimulai. Revolusi Industri dimulai dengan penemuan mesin uap yang kemudian memicu berbagai penemuan atau inovasi teknologi lainnya yang merevolusi kehidupan manusia di segala aspek. Lahirlah mesin-mesin pabrik dan transportasi yang memungkinan masyarakat memproduksi barang dengan lebih cepat dan massal. Pabrik dibuka di mana-mana, lapangan pekerjaan terbuka luas. Perekonomian berkembang pesat. Populasi manusia pun meledak. Nah, ramalan Malthus dicetuskan berdasarkan pengamatannya terhadap perkembangan penduduk di era Revolusi Industri. Oiya, Wisnu pernah nulis lebih dalam tentang statistik populasi dunia.
Ternyata ramalan Malthus beneran kejadian. Produksi pangan pada saat itu tidak bisa mengimbangi membludaknya jumlah penduduk. Walaupun tanah-tanah baru di koloni-koloni bangsa Eropa di Afrika, Amerika Selatan, dan Asia menjanjikan kenaikan produksi pangan, tapi ada hal yang sangat mengganggu para ilmuwan, terutama yang penelitiannya berkutat pada peningkatan produksi pertanian pada waktu itu.
Apa sih, sebenarnya masalah di bidang pertanian yang mengganggu produksi pangan pada masa Revolusi Industri hingga membawa ancaman kelaparan global? Masalahnya terletak pada Nitrogen sebagai salah satu unsur hara vital bagi tanaman.
Tiap tanaman membutuhkan Nitrogen untuk pertumbuhan mereka. Nitrogen ini diperlukan untuk mensintesis asam amino yang nantinya menjadi protein, tulang punggung semua kehidupan di Bumi. Manusia juga memerlukan Protein. Tapi protein yang kita dapatkan berasal dari dua sumber, yaitu hewan yang kita ambil dagingnya dan tumbuhan dari biji atau produk metabolisme sekunder lainnya. Hewan herbivora pun mengambil protein dari tanaman. Dengan demikian, kemampuan tanaman untuk mendapatkan Nitrogen merupakan kunci penting bagi kehidupan di Bumi.
Atmosfer bumi kita ini kaya sekali akan Nitrogen. Bahkan 78% dari udara bumi adalah Nitrogen. Oksigen cuma 21%, karbondioksida 0,04%, sisanya gas-gas lain. Sayangnya, tanaman (ataupun hewan) tidak bisa semudah itu memanfaatkan langsung unsur nitrogen yang ada di udara. Tanaman baru bisa memanfaatkan nitrogen dalam bentuk nitrat (pupuk tanah).
Bagaimana tanaman mendapatkan suplai Nitrogennya dalam bentuk nitrat? Cara paling mudah adalah lewat tanah. Proses dekomposisi dari materi-materi organik, seperti tanaman mati, daun yang jatuh, bahkan bangkai-bangkai hewan jadi sumber untuk perombakan mikroorganisme dekomposer. Salah satu zat yang dirombak dari bangkai-bangkai tersebut adalah protein. Protein mengalami proses deaminasi, di mana gugus aminanya dikeluarkan dari asam amino, dan berlanjut berubah menjadi amonia. Amonia ini masih bersifat racun, belum bisa dimanfaatkan oleh tanaman. Kerja dilanjutkan oleh bakteri nitrifikasi yang mengubah senyawa amonia beracun tersebut menjadi nitrit atau nitrat, yang diserap kembali oleh tanaman. Cara lainnya, Nitrogen juga dapat ditangkap dari udara oleh mikroorganisme kolega mereka yang bersimbiosis (mutualisme) di akar tanaman suku kacang-kacangan Leguminoceae, semisal Lamtoro atau tumbuhan Palawija.
Pada masa awal pertanian, petani masih menerapkan perladangan berpindah. Ketika para petani tersebut kembali ke lahan awalnya setelah berpindah-pindah selama 5 tahun, lahan awal sudah terisi lagi oleh senyawa-senyawa Nitrogen akibat mikroorganisme. Kedua prinsip di atas dapat digunakan untuk menghidupi populasi manusia yang masih hidup dalam populasi-populasi kecil.
Tapi, bagaimana dengan dunia di tahun 1800an, di mana populasi manusia meningkat secara eksponensial? Haruskah petani menunggu sampe 5 tahun lahannya agar kembali subur penuh nitrat melalui kerja "alamiah" mikrooorganisme? Terlebih lagi, semenjak Revolusi Industri, lahan pertanian makin sempit karena sebagian besar lahan dialihfungsikan sebagai lahan pabrik. Banyak petani banting setir jadi buruh pabrik. Lahan pertanian yang ada pun dieksploitasi dengan intensif.
Oleh karena itu, harus ada inovasi di bidang pertanian supaya kita sanggup memberi makan seluruh manusia di Bumi. Gimana tuh inovasinya? Jawabnya ada pada sosok ilmuwan Jerman keturunan Yahudi yang kontribusinya terhadap manusia terus menjadi kontroversi, Fritz Haber.
Kecemerlangan Haber Menjawab Ancaman Kelaparan Global
Fritz Haber lahir dari pengusaha keturunan Yahudi yang bergerak di bidang Farmasi, di Breslau Prusia, salah satu negara dalam Konfederasi Jerman pada Desember 1868. Alih-alih mengikuti jejak ayahnya menjadi pengusaha, Haber memilih jalur sains dan riset sebagai minatnya. Ketertarikan Haber ke sains dipicu oleh pamannya Hermann yang menyediakan ruangan di apartemennya untuk percobaan-percobaan kimia dasar sewaktu kecil. Ia lulus dengan predikat cum laude pada 1891 dari Universitas Friedrich Wilhelms di Berlin dengan spesialisasi di bidang Kimia Organik. Di tahun 1898, Haber pindah ke Karlsruhe dan diangkat menjadi Profesor penuh.
Pencapaian Haber yang paling cemerlang adalah sintesis Amonia dari Nitrogen di udara. Seperti dibahas sebelumnya, dunia terancam kelaparan akibat tanah kehilangan kesuburan karena hilangnya sejumlah besar Nitrogen akibat pertanian yang intensif. Hal yang sangat ironis karena komposisi Nitrogen di udara sebesar 78% tidak bisa digunakan oleh banyak tanaman secara langsung.
Teknik awal yang menggunakan suhu 1000 derajat celsius dalam tekanan normal, dirasa tidak efektif, hanya menghasilkan 0.0044% amonia. Haber memperbaharui teknik fiksasi ini dengan tekanan tinggi 200 atm dengan suhu yang tidak terlalu tinggi 600 derajat celsius, serta katalis kimia Osmium untuk “menangkap” Nitrogen dan “mengikatnya” menjadi senyawa amonia yang nantinya dapat diubah menjadi pupuk. Hasilnya? Efisiensi dari hasil amonia 0.0044% meningkat menjadi 18%. Terobosan ini sangat revolusioner dalam bidang pertanian, seolah-olah Haber dapat membuat “Roti dari udara”.
Ide fiksasinya menjadi industri massal pengadaan pupuk oleh perusahaan BASF (perusahaan kimia terbesar di dunia) yang dimotori saudara iparnya, Bosch. Karena itulah nama fiksasi Nitrogen sekarang dikenal dengan Proses Haber-Bosch. Mungkin kalian pernah dengar istilah ini di pas belajar Kimia kelas XI, bab Kesetimbangan.
Proses Haber-Bosch adalah salah satu pencapaian terbesar pada abad ke-20. Dulunya produksi pupuk sangat bergantung pada deposit amonia di alam yang terbatas. Sejak terobosan ini, pupuk dapat dengan mudah diproduksi dari nitrogen atmosfer yang melimpah. Produksi pangan langsung meningkat. Krisis makanan teratasi. Manusia terhindar dari kepunahan. Kini, hampir 100 juta ton pupuk dari nitogen sintetik diproduksi setiap tahunnya. Bahkan, stok pangan yang memberi makan hampir setengah populasi bumi jaman sekarang diproduksi melalui proses Haber-Bosch.
Akan tetapi, penghargaan Nobel yang diraih Haber menuai banyak kontroversi dari kalangan ilmuwan sendiri. Banyak yang mengkritik Haber dan enggan untuk melabelinya sebagai pahlawan. Karena mereka menilai, Haber punya sisi lain yang pantas membuat dirinya disebut sebagai penjahat kemanusiaan. Bersiaplah untuk cerita kelam dari Haber..
Patriotisme dan Sains
Haber hidup pada masa semangat penyatuan Jerman dan nasionalisme yang dimotori oleh Otto Von Biscmarck menderu-deru. Ia sampai berpindah menjadi penganut Kristen, meninggalkan agama keluarga besar dan komunitasnya, Yahudi. Kepindahan Haber ini mungkin erat kaitannya dengan slogan Jerman bersatu yang meniadakan loyalitas dan afiliasi dengan hal-hal lama dan totalitas pengabdian untuk Jerman. Konversi ke Kristen memudahkan Haber melebur ke komunitas Jerman dan berakibat positif ke karirnya.
Patriotisme Jerman semakin bergemuruh ketika Kaiser Wilhelm II melihat bahwa Jerman belum mendapat negara untuk dikolonisasi. Jerman terlambat 200 tahun dalam era penjajahan dan kolonisasi. Negara Eropa lainnya punya Koloni untuk diekspoitasi. Inggris memiliki India, Prancis daerah Indocina dari Vietnam sampai Burma, Spanyol memiliki Amerika Selatan, bahkan Belanda, sebuah negara kecil memiliki Hindia Belanda yang luas, Indonesia sebagai sapi perahan.
Semangat ini menular ke Haber. Kata-kata patriotisme semacam “Perdamaian untuk umat manusia dan perang untuk tanah air” membuatnya menerima posisi tinggi sebagai Direktur di Institut Kaiser Wilhelm untuk Kimia Fisik. Di sini, ia banyak mendedikasikan penemuannya untuk pemerintah Jerman yang sedang sibuk perang dan agresi militer.
Hasil penemuan Haber, Fiksasi Amonia dari udara, menjadi kunci penting kemenangan Jerman di awal perang. Blokade suplai Nitrat dari Chili (produsen terbesar nitrat alami pada masa itu) oleh Angkatan Laut Inggris, tidak serta merta membuat Jerman lumpuh. Metode Haber selain membuat tanah subur dengan pupuk, juga menyediakan suplai Amonia untuk pembuatan mesiu. Sekali lagi Haber melakukan sihirnya, membuat “Mesiu dari udara”. Tapi dunia bersiap untuk sihir yang lebih mengerikan dari Haber.
Senjata Kimia Pertama
Dalam upaya perluasan kekuasaan, Jerman pun terlibat Perang Dunia I. Seorang jurnalis, Edmond Taylor, pernah bilang kalo PD I memakan korban dan menghancurkan bangunan lebih sedikit dari PD II. Namun, dalam banyak hal, PD I meninggalkan bekas luka yang lebih dalam. Pada Perang Dunia I inilah, senjata kimia pertama lahir.. atas kontribusi Fritz Haber.
Tanggal 22 April 1915, setahun setelah perang dimulai. Jerman sedang alot perang menghadapi Prancis. Fritz Haber berdiri di medan pertempuran Ypres (Belgia) dengan seragam militer sambil menyalakan cerutu. Ia mengawasi pelepasan 168 ton gas Klorin (yang ia kembangkan sebagai senjata kimia) dari 6000 kaleng oleh pasukan Jerman. Ia memperkirakan arah angin akan bertiup ke arah baris pertahanan pasukan Prancis. Tidak perlu membom dari udara, lepaskan gas dan angin yang akan membawa awan kuning gas kematian ke kubu Prancis dan Belgia. Sekitar 10 ribu korban jatuh pada jam-jam pertama, gas memenuhi parit-parit pertahanan, tidak ada tempat lari semua udara dipenuhi asap kuning.
Penuturan salah satu prajurit Kanada, Sersan Elmer Cotton yang selamat dari Ypres:
“Kepala seperti sakit sekali seperti terbelah, rasa haus yang hebat dan berakibat kematian langsung jika meminum air. Paru-paru seperti ditusuk pisau, batuk-batuk mengeluarkan lendir hijau dari hidung dan mulut. Rasanya seperti mati tenggelam pelan-pelan di darat”
Ribuan tentara Prancis lari ke arah baris pertahanan Jerman, kesakitan, bingung dan buta akibat gas. Kondisi pasukan tersebut membuat ngeri, bahkan pasukan Jerman. Mereka meminta pasukan Prancis yang selamat untuk rebah dan menerima peluru yang ditembakkan dari senapan-senapan Jerman, supaya kematiannya tidak terlalu menyakitkan oleh gas klorin.
Sukses besar dari pertempuran kimia pertama dilanjutkan. Ypres lagi-lagi menjadi saksi brutalnya senjata kimia yang dilepaskan dalam skala besar. Pertempuran Ypres kedua memakan korban 70 ribu tentara Prancis dan Inggris, serta 35 ribu tentara Jerman – Austria.
Atas kesuksesan serangan Jerman ini, Haber diberi pangkat Kapten oleh pemerintah Jerman dan diundang pada pesta perayaan di Berlin. Haber berada di puncak dunia, menyelesaikan masalah pangan, kelangkaan mesiu, dan memberi senjata mematikan untuk militer Jerman. Tapi tragedi akan masuk dalam hidup Haber.
Dibuang dan Dikucilkan, Tirai Kekaisaran Haber Ditutup
Sesaat setelah pesta yang diadakan untuk Haber atas suksesnya pertempuran Ypres kedua, Clara Immerwahr, istri Haber mengungkapkan kekecewaannya pada Fritz Haber, suaminya. Clara sangat depresi dengan keterlibatan suaminya menjadi kaki tangan militer Jerman. Clara, yang juga ilmuwan kimia, kecewa bahwa sains yang ia sukai dan tekuni jadi senjata pembunuh massal di tangan Fritz. Semua saran untuk meninggalkan militer dan kembali ke riset untuk kemanusiaan tidak ditanggapi Haber yang menggebu-gebu ingin membuktikan patriotisme Jermannya. Mungkin hal ini disebabkan oleh posisi Haber yang terlahir sebagai Yahudi yang dianggap sebagai kelas kedua di komunitas Jerman saat itu. Clara tidak mampu menahan lagi. Malam tanggal 5 Mei 1915, ia mengambil revolver dari laci Fritz Haber, berjalan sendiri ke taman depan rumah mereka, dan menembak dirinya sendiri. Jenazah Clara ditemukan esok paginya oleh Hans anaknya. Haber yang terkejut, tidak sempat mengurus jenazah Clara karena tidak mendapat ijin cuti dari Kekaisaran Jerman. Front Rusia menunggu untuk digas hari ini. Perang tidak mengenal cuti.
Penggunaan senjata kimia, seolah membuka kotak Pandora yang mengeluarkan beragam iblis dari dalamnya. Inggris dan Prancis yang kehilangan banyak pasukannya di pertempuran Ypres, membalas dengan hal serupa, gas kimia. Senjata kimia yang jadi keunggulan Jerman sekarang dimiliki oleh kedua pihak. Pertempuran yang mengerikan jadi tambah menjadi neraka. Kondisi perang berbalik ketika Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson memutuskan terjun ke perang Eropa di sisi Inggris dan Prancis. Ditambah dinamika revolusi Bolshevik yang terjadi di Rusia serta kalah jauhnya teknologi perang yang dimiliki Kesultanan Ottoman di Turki, maka Jerman menyatakan kekalahan perang pada tahun 1918.
Tuduhan penjahat perang oleh Sekutu membuatnya harus mengungsi ke Swiss dan menyembunyikan diri beberapa bulan. Antara tahun 1920 sampai 1926, Haber, masih berusaha membuat keajaiban. Inflasi hebat yang melanda Jerman paska perang membuat ekonomi hancur lebur. Untuk meringankan bencana ekonomi ini, Haber menawarkan untuk mengekstrak emas dari air lautan ke pemerintah Jerman. Tapi, jumlah molekul emas yang hanya 10 bpm (bukan lagi per juta, tapi Bagian Per Miliar) di laut, membuat proses ini tidak efisien.
Naiknya partai Nazi ke puncak pemerintahan akibat kekecewaan warga Jerman karena kekalahan perang membuat posisi Haber menjadi semakin sulit. Darah Yahudi yang ada di dalam dirinya membuat ia sasaran yang tepat untuk kemarahan warga Jerman yang mengagungkan ras Aria, kampanye fasis dari partai Nazi. Di akhir karirnya, ia mencoba menarik hati pemerintahan Nazi dengan membuka arsip-arsip lama di tahun 1920an, senjata kimia yang tidak berbau tapi sangat mematikan, Zyklon B. Tragisnya, gas ini yang kemudian hari di akhir Perang Dunia II, dipakai oleh Nazi untuk membunuh ribuan orang Yahudi di kamp konsentrasi. Banyak dari mereka adalah kerabat dan saudara Fritz Haber.
Dibuang oleh komunitas ilmuwan Eropa karena dianggap sebagai seorang yang sadis, menggunakan senjata kimia pembunuh massal. Kesedihan yang melanda dari meninggalnya Clara dengan cara yang tragis. Diancam untuk dibunuh oleh partai Nazi karena darah Yahudinya. Terbuang dari negara Jerman yang ia bela selama perang. Ia berpindah-pindah tempat dari satu negara ke negara lainnya. Akhirnya, Haber meninggal di Basel Swiss pada 29 Januari 1934 dalam perjalanan tanpa tujuan ke selatan. Dalam wasiatnya ke anaknya Hans, ia meminta dikuburkan di sebelah makam istrinya Clara di Dahlem Berlin.
Sumber: Zenius.net
(mdk/dzm)