2 Tahun pemerintahan Jokowi, ICW sebut ada 12 kebijakan kontroversi
Begitu juga soal revisi undang-undang korupsi yang dikhawatirkan bisa meringankan hukuman para pencuri uang negara. "Pemerintah melalui Menteri hukum dan HAM mendorong revisi undang-undang korupsi untuk memudahkan koruptor mendapat remisi. Terakhir, penunjukkan Taufiqurrahman Ruki sebagai Plt Pimpinan KPK," ujarnya.
Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter mengatakan, setidaknya ada 12 kebijakan kontroversial selama 2 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. Khususnya terkait hukum dan pemberantasan korupsi.
"Ada 12 kebijakan yang menurut kami itu menimbulkan kontroversial di masyarakat. Pertama, mengeluarkan kebijakan Tax Amnesty yang dinilai dapat menguntungkan koruptor," kata Lalola di kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (20/10).
Kebijakan lainnya, sambung Lalola, soal Instruki Presiden (Inpres) bagi para kepala daerah yang tersandung kasus korupsi bisa maju lagi mencalonkan maju kepala daerah.
"Ada juga menerbitkan Inpres antikriminalisasi untuk kepala daerah. Dan menerbitkan Inpres antikorupsi 2015 telat dikeluarkan dan tanpa adanya evaluasi," ujarnya.
Bukan hanya itu, terkait penunjukan Jaksa Agung terhadap HM Prasetyo, serta pengusulan Kalpori terhadap Budi Gunawan dinilai melanggar aturan lantaran diduga terlibat aliran dana korupsi.
"Penunjukan HM Prasetyo, politisi Partai NasDem sebagai Jaksa Agung, pengusulan Komjen Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri meskipun akhirnya dibatalkan dan melantik Suparman, Bupati Rokan Hulu tersangka korupsi KPK sebagai Kepala Daerah," bebernya.
Ditambah lagi soal 'pelayanan' istimewa bagi para pencuri uang negara, dan pemberian remisi untuk koruptor. Ini membuat para koruptor tidak jera lantaran melakukan korupsi masih bisa hidup enak di dalam jeruji (sel penjara).
"Selanjutnya, penjemputan koruptor oleh Jaksa Agung di bandara, dan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor," imbuhnya.
Kebijakan yang sangat kontroversial yakni hadirnya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam persidangan perkara korupsi menjadi saksi guna meringankan hukuman koruptor.
"Kehadiran Wakil Presiden JK menjadi saksi yang meringankan dalam dua perkara korupsi dan mengunjungi lrman Gusman tersangka korupsi di rumah tahanan. Pengangkatan Archandra Tahir sebagai Menteri ESDM," papar Lalola.
Begitu juga soal revisi undang-undang korupsi yang dikhawatirkan bisa meringankan hukuman para pencuri uang negara.
"Pemerintah melalui Menteri hukum dan HAM mendorong revisi undang-undang korupsi untuk memudahkan koruptor mendapat remisi. Dan terakhir, penunjukkan Taufiqurrahman Ruki sebagai Plt Pimpinan KPK tahun 2015," jelas Lalola.
Lalola menegaskan hingga dua tahun, dari tindakan dan pernyataan Jokowi-JK belum muncul sosok pemimpin antikorupsi.
"Yang muncul malah perbedaan sikap Jokowi dengan JK maupun Menteri Hukum dan HAM, terkait dengan agenda pemberantasan korupsi," tandasnya.