3 Bayi Orangutan selundupan dari Aceh dilego Rp 25 juta per ekor
Diduga ada sindikat besar di belakang para penyelundup itu.
Penyelundupan tiga ekor Orangutan dari Aceh digagalkan Ditreskrimsus Polda Riau. Tiga pelaku berencana menjual satwa dilindungi itu dengan harga Rp 25 juta per ekor.
Para penyelundup itu berinisial AA (53), AW (38) dan KR (20). Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan, upaya perdagangan tiga bayi Orangutan berumur enam hingga sembilan bulan itu dilakukan oleh tiga warga asal Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Dikatakan Guntur, ketiga pelaku berhasil diamankan pada Sabtu (7/11) lalu antara lain Ali Ahmad, Awaluddin, dan Khairi Roza.
Kepada polisi, pelaku mengaku membeli bayi Orangutan, terdiri satu jantan dan dua betina itu, seharga Rp 5 juta per ekor dari Desa Lokoh Kecamatan Tamiang.
"Sementara di Pekanbaru akan dijual seharga Rp25 juta per ekor. Sekarang kita masih mengejar baik penjual pertama yang di Aceh maupun pemesan yang di Pekanbaru," ucap Guntur. "Saat ini polisi bekerjasama dengan LSM Perlindungan Satwa Langka (WWF) untuk pemulihan ketiga Orangutan tersebut. Ketiganya tersangka saat ini masih diperiksa secara intensif dan langsung ditahan. Salah satu tersangka merupakan Pegawai Negeri Sipil sebuah Sekolah Dasar di Aceh," tutur Guntur.
Menurut Koordinator Anti Kejahatan Satwa Liar World Wide Fund (WWF) Riau, Osmantri Abeng, Provinsi Riau selama ini merupakan daerah transit perdagangan satwa langka, karena posisi yang strategis.
Menurut Abeng, penangkapan tersebut menguatkan Riau menjadi daerah persinggahan perdagangan satwa langka, melibatkan sindikat dari sejumlah provinsi. Selanjutnya satwa langka itu dijual ke sejumlah negara."Mereka pasti punya jaringan tertentu di Riau. Kalau tidak bagaimana mereka bisa merasa aman melakukan transaksi di sini," kata Abeng.
Abeng berharap Polda Riau dapat segera mengungkap sindikat perdagangan satwa langka itu. Sebab, saat ini populasi Orangutan di Sumatera sebanyak 3.500 ekor dengan sebagian besar tersebar di Provinsi Aceh.
"Jumlah itu terus berkurang setiap tahunnya," ucap Abeng.