Ahmad Basarah ajak warga peringati Harlah Pancasila dengan khidmat
Ahmad Basarah ajak warga peringati Harlah Pancasila dengan khidmat. "Bung Karno menjabarkan bahwa hendaknya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bertuhan dan wajib menjalankan perintah Tuhannya dengan cara yang leluasa dan saling hormat menghormati," tuturnya.
Presiden Joko Widodo telah menetapkan 1 Juni sebagai hari libur nasional untuk memperingati Hari Lahirnya Pancasila. Ketetapan itu mulai berlaku sejak tahun 2016 lalu melalui Surat Keputusan Presiden nomor 24 tahun 2016 tanggal 1 Juni 2016.
Demikian diungkapkan Ketua Fraksi PDIP MPR-RI Ahmad Basarah. "Harlah Pancasila itu diperingati oleh pemerintah dan segenap komponen bangsa lainnya pada setiap tahunnya. Harus diperingati dengan khidmat," ujar Basarah dalam keterangannya, Selasa (30/5).
Dalam Kepres 24 tahun 2016, lanjut Basarah, dikatakan bahwa Pancasila, sejak dicetuskan Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPK selanjutnya berkembang menjadi Piagam Djakarta tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 hingga mencapai teks final tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara.
"Penjelasan Prof Notonegoro tanggal 31 September 1951 di Universitas Gajah Mada mengatakan bahwa pengakuan terhadap Pancasila 1 Juni 1945 bukan terletak pada bentuk formil dimana urut-urutan sila-silanya berbeda dengan sila-sila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, namun pengakuannya justru terletak pada azas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar falsafah negara."
Basarah melanjutkan, dari rumusan Pancasila dalam pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 tersebut terdapat dimensi Ketuhanan yang menjadi salah satu prinsip bagi dasar Indonesia merdeka.
"Bahkan dalam penjelasan tentang sila Ketuhanan tersebut, Bung Karno menjabarkan bahwa hendaknya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bertuhan dan wajib menjalankan perintah Tuhannya dengan cara yang leluasa dan saling hormat menghormati," tuturnya.
Terlihat jelas, tegas Basarah, dalam pandangan Bung Karno ketika itu sangat menolak konsep atheisme dan menginginkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang religius.
"Bahkan, pembentukan Panitia 9 di masa reses sidang BPUPK yang kemudian menghasilkan naskah Piagam Djakarta adalah atas prakarsa dan inisiatif pribadi Bung Karno sebagai bentuk niat baik dan penghormatan beliau untuk menjaga keseimbangan antara Golongan Islam dan Golongan Kebangsaan pada waktu itu."
Dalam naskah Piagam Djakarta yang disepakati dalam Panitia 9, sila Ketuhanan sudah berubah menjadi sila Pertama bahkan dengan ditambah 7 kata yaitu menjalankan kewajiban syariat Islam bagi para pemeluknya. Dengan demikian, Bung Karno adalah Asbabun Nuzul atau penyebab utama bagi lahirnya naskah Piagam Djakarta itu.
Dari keseluruhan anggota BPUPK, Anggota Panitia 8, anggota Panitia 9 dan anggota PPKI tidak ada satu pun pimpinan atau anggota PKI yg terlibat di dalamnya.
Basarah menegaskan, dengan demikian pernyataan yang dihembuskan seseorang yang mirip dengan saudara Alfian Tanjung yang beredar di media sosial menyebut bahwa Pancasila 1 Juni adalah Pancasilanya PKI sebagai pernyataan yg a-historis dan bersifat menebar kebencian kepada Bung Karno dan Presiden Jokowi.
"Pernyataannya juga telah menyebarkan berita bohong tentang proses pembentukan Pancasila sebagai dasar negara kepada masyarakat luas serta telah bersifat fitnah dan masuk ke dalam ranah perbuatan tindak pidana."
Basarah pun memberikan gambaran perbandingan pandangan atas kelahiran Pancasila yang beredar di tengah masyarakat.
Dalam Keputusan Presiden Joko Widodo yang telah menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila sesuai Keppres Nomor 24 tahun 2016 memiliki dasar pijakan historis dan yuridis yang jelas, karena :
1. BPUPK adalah suatu badan khusus yang dibentuk dan disepakati oleh para Pendiri Negara untuk menyelidiki persiapan kemerdekaan Indonesia.
2. Sidang BPUPK tanggal 29 Mei–1 Juni 1945 agendanya tunggal, yaitu khusus membahas tentang apa dasar negara Indonesia jika merdeka kelak.
3. Bung Karno adalah Anggota resmi sidang BPUPK.
4. Bung Karno untuk pertama kalinya di depan sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan pandangan dan gagasannya tentang lima prinsip atau dasar bagi Indonesia merdeka yang disampaikan secara konsepsional, sistematis, solid dan koheren dan diberikan nama Pancasila. Bahkan istilah Pancasila itu sendiri hanya dapat kita temui dalam Pidato 1 Juni 1945 dan tidak kita temukan dalam naskah Pembukaan UUD 1945 dimana terdapat sila2 Pancasila, baik pada naskah UUD 1945 sebelum atau setelah perubahan.
5. Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 tersebut telah diterima secara aklamasi oleh seluruh peserta sidang BPUPK.
Sementara itu, pandangan yang selama ini mengatakan bahwa Pancasila lahir pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah pandangan yg kurang tepat, karena:
1. PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tidak pernah menetapkan Pancasila sebagai dasar Negara;
2. PPKI tanggal 18 Agustus 1945 hanya menetapkan dua hal, yaitu:
a. Mengesahkan UUD 1945
b. Mengangkat Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk pertama kalinya.
3. Telah dikeluarkannya Keppres nomor 18 tahun 2008 tentang penetapan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konsitusi.
4. Apabila Pancasila dinyatakan ada di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka sebenarnya sebagai dasar negara, Pancasila pernah mengalami perubahan, karena ketika UUD 1945 diganti dengan Konstitusi RIS tahun 1949 dan kemudian Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS tahun 1950, rumusan sila-sila Pancasila yang terdapat di dalam pembukaan dua UUD tersebut telah berbeda dengan rumusan sila-sila Pancasila yg terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Padahal secara teoritis, Pancasila sebagai grundnorm yg bersifat meta yuridis tidak dapat berubah-ubah dan bersifat tetap.
5. Terdapat fakta hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Aturan Tambahan Pasal II UUD 1945 yang berbunyi 'Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.' Maka jelaslah bahwa sila-sila Pancasila sebagaimana termaktub dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah bagian dari UUD. Sementara, posisi Pancasila sebagai norma dasar atau grundnorm yang bersifat meta legal, kedudukannya berada di atas UUD.
6. Terdapat fakta Putusan MK Nomor 100/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang pada intinya MK menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara kedudukannya tidak bisa disejajarkan dengan UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU Partai Politik disebut sebagai empat pilar berbangsa dan bernegara. Menurut MK, Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka pikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi yaitu disamping sebagai dasar negara, juga sebagai filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara, dan sebagainya. Oleh karena itu, menurut MK menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar yang sejajar dengan UUD 1945 dapat mengaburkan posisi Pancasila dalam makna yang demikian itu.
Dengan posisi Pancasila yang demikian itu, maka tidak ada mekanisme hukum apapun untuk dapat mengubah apalagi mengganti Pancasila, kecuali dengan cara revolusi politik dan membubaran negara atau dengan cara kolonialisasi seperti jaman penjajahan dulu. Lembaga MPR RI sebagai pembentuk konstitusi sekalipun, tidak dapat mengganti Pancasila, karena kewenangan MPR RI menurut Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 hanyalah 'mengubah dan menetapkan UUD', sementara kedudukan Pancasila berada di atas UUD.
"Dengan demikian, Pancasila bangsa Indonesia hanya ada satu, yakni sebagaimana yang termaktub dalam alinea ke empat Pembukaan UUD NRI 1945 dimana proses kelahirannya dimulai tanggal 1 Juni 1945 oleh Pidato Bung Karno di depan sidang BPUPK, kemudian berkembang menjadi naskah Piagam Djakarta tgl 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 hingga mencapai teks final pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI," pungkas Basarah.