AirNav Ngurah Rai sangkal Garuda dan Lion Air hampir tabrakan
Menurut mereka, kedua pesawat hanya terbang terlampau rendah.
Kabar soal insiden nyaris tabrakan antara pesawat maskapai Garuda Indonesia dan Lion Air di langit Pulau Bali, dibantah Air Navigator Bandara Ngurah Rai, Bali. Menurut mereka, peristiwa terjadi pada Rabu (10/2) lalu, hanya disebabkan kedua pesawat itu terbang di batas standar minimal.
Kepala Air Navigation Ngurah Rai, Maskon Humawan mengatakan, kondisi terjadi adalah kedua pesawat mengalami 'vertical separation less than minimal'.
"Tidak benar pesawat akan tabrakan. Yang terjadi adalah dua pesawat mengalami vertical separation less than minimal, atau jarak vertikal antardua pesawat di bawah standar minimal," kata Humawan, di hadapan para wartawan di Bandara Ngurah Rai, Bali, Jumat (12/2).
Humawan menyangkal soal kabar pesawat Boeing 737 Garuda Indonesia tujuan Surabaya-Denpasar dan Boeing 737 Lion Air tujuan Bandung-Denpasar nyaris bertabrakan di udara, di selatan Kabupaten Jembrana, sekitar pukul 14.00 WITA. Kendati begitu, dia menyatakan kedua pesawat hanya terbang terlampau rendah.
"Standar minimalnya 1.000 feet (kaki). Pada kejadian tersebut ketinggian pesawat 700 feet," ujar Humawan.
Kondisi ini, lanjut Humawan, menyebabkan penanda bahaya benturan (warning anticollision) menyalak. "Saat ini pada musim hujan sering terjadi penumpukan pesawat di udara dan di darat. Pada kondisi tertentu, penumpukan bisa mencapai 30 pesawat di atas Bali. Berita yang tersebar tidak jelas sumbernya," ucap Humawan.
Diberitakan sebelumnya, karena cuaca buruk di Bandara Ngurah Rai Bali menyebabkan lebih dari 12 pesawat menunggu giliran mendarat. Mereka diperintahkan oleh Air Traffic Controller (ATC) berputar-putar di udara menunggu kesempatan mendarat (holding pattern).
Kronologi persisnya adalah, pada pukul 14.27 WITA, Garuda Indonesia GA 340 terbang ke arah utara pada ketinggian 16.300 kaki. Kemudian menurun hingga 612 kaki per menit dengan kecepatan 501 km/jam. Sementara Lion Air terbang ke arah selatan pada ketinggian 15.900 kaki, dan menurun 512 kaki per menit dengan kecepatan 524 km/jam.
Dapat dipastikan malapetaka akan terjadi jika pesawat tidak bermanuver saling menghindar. Namun, cuaca buruk menyebabkan sangat sulit bagi pilot kedua pesawat untuk melihat satu sama lain. Tepat di detik-detik terakhir, pilot kedua pesawat membelokkan masing-masing pesawatnya dengan tajam ke arah kiri sehingga tabrakan terhindarkan.
Penumpang pesawat Garuda Indonesia GA 340 kabarnya melihat dengan jelas pesawat Lion Air, yang menurut saksi, terbang dekat sekali dengan pesawat mereka. Bahkan, pasca insiden tersebut terdengar komunikasi dari pilot Garuda Indonesia mengatakan alarm traffic (Traffic Collision Avoidance Sytsem-TCAS) di kokpitnya telah berbunyi dan kru penerbang segera melakukan manuver menghindar (avoidance).
Kedua pesawat itu berada di titik terdekat, berada kurang dari 3 kilometer dan saling menuju satu sama lain. Apalagi kecepatan relatif tinggi. Kedua pesawat itu mendekat dalam kecepatan hampir seribu kilometer per jam.
Menurut standar penerbangan internasional, pesawat terbang di udara harus berjarak minimal 1000 kaki secara vertikal, dan 5.5 kilometer (3 mil laut) secara horizontal. Kekurangan pemisahan di bawah itu dikategorikan "near miss", atau hampir tabrakan.
Setelah kejadian, Lion Air JT 960 mendarat dengan selamat di Bandara Ngurah Rai pada pukul 15.01 WITA. Sementara pesawat Garuda GA 340 putar balik ke Bandara Juanda di Sidoarjo, sambil menunggu kondisi cuaca dan lalu lintas udara membaik. Akhirnya pesawat Garuda GA 340 terbang kembali pukul 15.26 WIB, dan mendarat di Bandara Ngurah Rai pukul 16.59 WITA.