AJI Tanggapi Gugatan Pemutusan Internet Ditolak MK: Contoh Nyata Kesesatan Berpikir
Lantaran gugatan yang dilayangkannya, bersama Arnoldus Belau perwakilan dari media Suarapapua.com untuk perjelas regulasi pemerintah terhadap kewenangan memblokir akses internet maupun pemblokiran secara sepihak telah ditolak majelis hakim MK.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) selaku salah satu pihak pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 40 Ayat (2b) terkait pemblokiran dan pembatasan akses internet di Papua, merasa kecewa atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"AJI tentu sangat kecewa dengan putusan majelis hakim ini dan saya pikir ini contoh nyata dari kesesatan berpikir gitu ya," kata Ketua Umum AJI Sasmito Madrim seperti dikutip lewat channel youtube, Jumat (29/10).
-
Siapa yang menguasai internet di Indonesia? “Ada peningkatan sebesar 1,31 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Muhammad Arif, Ketua Umum APJII. Menariknya, dari jumlah tersebut, pengguna internet didominasi oleh satu kelompok saja. Maksud dari kelompok ini adalah orang-orang dengan rentang usia tertentu yang “menguasai” jagad internet Tanah Air. Siapa mereka? Menurut survey itu, terdapat enam kelompok dengan rentang usia bermacam-macam. Dari kelompok generasi itu, Gen Z adalah orang-orang yang menguasai jagad internet di Indonesia.
-
Apa peran utama internet dalam pergolakan politik Indonesia saat Presiden Soeharto lengser? Ruang virtual ini menjadi satu-satunya tempat ‘aman’ membahas pergolakan politik Indonesia. Sebab, saat itu arus informasi dikontrol penuh oleh rezim mulai dari media cetak hingga televisi.
-
Bagaimana Kelurahan Sadar Hukum di DKI Jakarta diwujudkan? Melalui pelaksanaan pembinaan kelompok keluarga sadar hukum (Kadarkum), pengembangan kelurahan binaan, sampai dengan terbentuknya kelurahan sadar hukum,"
-
Apa yang ditekankan oleh Kemkominfo tentang penggunaan internet? Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo RI), Samuel Abrijani Pangerapan berharap melalui seminar ini masyarakat lebih cerdas dalam menggunakan internet.
-
Apa yang dirayakan pada Hari Konstitusi Republik Indonesia? Peringatan ini berkaitan dengan rantai peristiwa penting yang menentukan arah perjalanan sejarah Indonesia sebagai sebuah bangsa. Hari Peringatan Konstitusi ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 2008, diperingati sejak tahun 2008.
-
Kapan Masinton Pasaribu mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi? Sebelumnya, Masinton Pasaribu berupaya menggalang dukungan anggota Dewan untuk mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi.
Lantaran gugatan yang dilayangkannya, bersama Arnoldus Belau perwakilan dari media Suarapapua.com untuk perjelas regulasi pemerintah terhadap kewenangan memblokir akses internet maupun pemblokiran secara sepihak telah ditolak majelis hakim MK.
"Karena kita tahu demokrasi kita saat ini sedang tidak baik-baik gitu, oleh karena itu regulasi-rugalisi yang buram seperti pasal 40 Ayat 2b UU ITE ini harus diperjelas. Karena ada potensi penyelahgunaan kekuasaan di situ, itu harus diminimalisir," katanya.
Menurutnya, dengan ditolaknya gugatan ini akan menciptakan kesesatan berpikir yang membenarkan kesalahan tindakan kesewenang-wenangan pemerintah dalam memblokir akses internet maupun konten secara sepihak.
"Argumentasi bahwa penjabat otoritas terkait selaku benar. Pejabat yang memblokir konten selalu dianggap selalu benar oleh majelis hakim," sebutnya.
Padahal AJI, kata Sasmito, telah membawa kasus nyata yang dialami Suarapapua.com tatkala kontennya diblokir secara sepihak tanpa penjelasan yang jelas dari pemerihtan. Dimana kasus itu terjadi pada 2016, Kominfo secara sepihak tanpa alasan yang jelas memblokir konten Suarapapua.com.
"Waktu itu, suarapapua.com tahun 2016 diblokir tanpa penjelasan yang masuk akal dan jelas. Ketika teman-teman menanyakan konten seperti apa yang dianggap memuat konten negatif, Kominfo juga tidak bisa menjelaskan," tuturnya.
Oleh karena itu, menjadi alasan Sasmito bersama organisasi masyarakat sipil lainnya melayangkan gugatan Undang- undang tersebut ke MK. Agar pemerintah tidak bisa bertindak secara sewenang- wenang.
"Jadi kami mendorong AJI, Suarapapua, dan kuasa hukum lainnya supaya ada putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) sebelum ada pemblokiran," ujarnya.
"Jadi tidak hanya notifikasi, atau pemberitahuan. Jadi harus ada putusan putusan pengadilan tata usaha negara yang menjelaskan secara pasti dasar pemblokiran kontennya seperti apa," tambahnya.
Pasalnya, jika aturan tersebut tidak diperjelas. Bukan tidak mungkin apa yang dialami Suarapapua.com bisa dialami media lainnya yang pada akhirnya berdampak merugikan bagi para jurnalis maupun perusahaan media.
"Ketika hasil liputan teman-teman dianggap negatif, ini kemudian diblokir kontennya tanpa penjelsan yang masuk akal dan tanpa transparansi ke publik.
Dari pertimbangannya majelis hakim sangat tergambar gitu ya, majelis hakim hanya menilai internet sebagai ancaman padahal fungsi internet dalam pemberdayaan masyarakat sangat banyak dan tidak masuk ke dalam pertimbangan majelis hakim," sebutnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan uji materi Pasal 40 ayat 2b terkait tindakan pemerintah yang memutus internet sebagaimana Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK berpendapat tindakan itu konstitusional.
"Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Amar putusan. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat sidang seperti dikutip melalui channel YouTube MK, Rabu (27/10).
Dalam gugatannya, para pemohon yakni Arnoldus Belau selaku perorangan dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang diwakili Abdul Manan berdalil jika Pasal 40 ayat (2b) UU 19/2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan secara bersyarat dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 280 ayat (1), Pasal 28F UUD 1945.
Menurut mereka, tindakan pemerintah dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik setelah mengeluarkan keputusan administrasi pemerintahan atau keputusan tata usaha negara secara tertulis untuk melakukan pemutusan akses adalah melanggar hukum.
Sebaliknya, hakim mahkamah dalam pertimbangnya menilai bila dalam norma Pasal 40 ayat (2b) UU ITE telah memuat adanya prosedur yang mesti dilakukan pemerintah dalam melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan pemutusan akses.
"Terkait dengan adanya pemutusan akses, telah pula disediakan aturan mengenai tata cara untuk menormalkan atau memulihkan sehingga tetap terjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban semua pihak dalam penggunaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana cerminan kehidupan dalam suatu negara hukum," kata hakim.
Sehingga, hakim menyatakan tindakan pemutusan akses internet tidaklah bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 3 UU 1945. Karena, melihat internet sangat cepat dan tidak mengenal ruang dan waktu hanya bisa diputus untuk menghindari dampak yang lebih buruk.
"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan alasan untuk membangun dan menjaga etika dalam penyelenggaraan pemerintahan, mewajibkan check and balance demi kepastian," katanya.
Namun demikian, dalam putusan kali ini dari sembilan hakim terdapat dua hakim mahkamah konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinions), mereka adalah Saldi Isra dan Suhartoyo.
Baca juga:
MK: Frasa Bukan Kerugian Negara Timbulkan Ketidakpastian Hukum
Hakim Konstitusi sebut Kebohongan Bisa Menyamar Kebenaran di Era Disrupsi Teknologi
Mahkamah Konstitusi Mengoreksi Hak Impunitas dalam UU Covid-19
ELSAM: Penolakan Uji Materi Pasal 40 UU ITE Membatasi Hak Warga atas Informasi
MK Tolak Gugatan Pemutusan Internet Oleh Pemerintah, Sebut Tindakan Konstitusional