Alumni IPDN: Banyak di antara kami yang masih idealis
"Saya bisa pastikan bahwa banyak di antara kami yang punya idealisme untuk bekerja dan memberikan pelayanan publik."
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) kembali menjadi perbincangan publik setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membeberkan keinginannya untuk membubarkan sekolah penghasil tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS) kepada Presiden Joko Widodo. Pro dan kontra pun bermunculan, termasuk dari alumni IPDN sendiri.
Menurut Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Herman Suryatman yang juga alumni IPDN, masih banyak para lulusan IPDN yang idealis, tidak seperti yang dikatakan oleh Ahok.
"Kritik pedas Pak Ahok terhadap IPDN sangat menarik untuk diperbincangkan. Mudah-mudahan menjadi pemicu bagi para alumni untku makin berprestasi dalam membangun negeri ini, di manapun bertugas di segenap pelosok Nusantara," ujar Herman kepada merdeka.com, Rabu (9/9).
"Saya kebetulan salah satu alumni IPDN, saya lulus tahun 1992. Dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan, saya bisa pastikan bahwa banyak di antara kami yang punya idealisme untuk bekerja dan memberikan pelayanan publik terbaik kepada masyarakat di daerah terdepan, terluar dan terdalam di bumi khatulistiwa ini," imbuh Herman.
Namun demikian, Herman tidak menutup mata, ada di antaranya alumni IPDN yang bermental priyayi dan perlu dibenahi.
"Mari kita diskusikan pandangan Pak Ahok tersebut secara cerdas dari berbagai dimensi, baik filosofis, historis, sosiologis, maupun yuridis. Kami siap untuk sharing dengan para sahabat semua," ujarnya.
Menurut Herman, dalam alam demokrasi semua orang bebas berpendapat. Namun tentu dalam koridor aturan karena Indonesia negara hukum (rechstaat), bukan negara kekuasaan (machstaat).
"Hemat kami, bangsa ini tidak akan pernah ada perbaikan dan kemajuan signifikan apabila pola komunikasi warga bangsa didasarkan pandangan parsial dan emosional. Semua diskursus akan sehat dan solutif apabila elaborasinya berangkat dari empati, data, realita dan antisipasi tantangan ke depan."
Dia menambahkan, di akhir 2015 nanti Indonesia memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). "Kita pun akan menjemput bonus demografi, apakah kita akan memanfaatkannya dengan baik dan menjadi pelaku utama di dalamnya atau menjadi pecundang dan terjebak pada middle income trap karena ego dan keakuan masing-masing?"