Pengakuan Alumni: Pondok Pesantren Kerap Menutupi Kasus Kekerasan
Alumni bernama Adi Maulana ini menceritakan pengalamannya enam tahun menimba ilmu di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin.
Setelah kasus penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya Airul Harahap (13) di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Rimbo Bujang, Tebo, salah seorang alumni membeberkan soal tindak kekerasan selama menuntut ilmu di ponpes itu.
-
Dimana penganiayaan terhadap Airul terjadi? Di sanalah terjadi penganiayaan terhadap Airul. Pelaku R dan A bergantian memukuli tubuh dan muka korban.
-
Di mana kasus pencabulan pengasuh Ponpes terjadi? Kasus pencabulan kembali terjadi di lingkungan pondok pesantren. Kali ini seorang pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar diduga mencabuli enam orang santriwati.
-
Dimana kejadian penganiayaan terjadi? Nasib sial dialami Damari (59) pengemudi ojek online warga Jurumudi, Kota Tangerang, yang dikeroyok tiga orang pria tidak dikenal saat akan menjemput pelanggan di depan pasar Tanah Tinggi, Kota Tangerang.
-
Dimana aksi bullying itu terjadi? Sebuah video aksi perundungan terhadap seorang remaja berinisial R (18) oleh tiga pemuda di Pasar Borong Rappoa, Kindang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan viral.
-
Siapa yang pernah belajar di pondok pesantren? Anak sulungnya, Laura Meizani Nasseru Asry, memilih untuk melanjutkan pendidikan di pondok pesantren setelah menyelesaikan Sekolah Dasar.
-
Dimana penganiayaan terjadi? Penganiayaan yang viral itu dikabarkan terjadi di Mekarwangi, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung.
Pengakuan Alumni: Pondok Pesantren Kerap Menutupi Kasus Kekerasan
Alumni bernama Adi Maulana ini menceritakan pengalamannya enam tahun menimba ilmu di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin.
"Saya mondok di sana selama enam tahun, tiga tahun MTs dan Aliyah. Selama 6 tahun di situ cukup banyak perubahan, baik dari pembangunan dan gurunya," kata Adi Maulana kepada merdeka.com.
Menurut Adi Maulana, Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin merupakan yang terbaik di Provinsi Jambi, apalagi Kabupaten Tebo, baik dari sisi pendidikan, pengembangan multimedia, dan lainnya. "Kalau untuk segi pembelajaran nilainya plus kemudian santri di pondok Raudhatul Mujawwidin itu paling banyak santri se-Jambi. Pada waktu saya masuk pondok santri hanya 800, sekarang sudah lebih dari dua ribu santri," ujarnya.
Namun, pondok pesantren ini juga ada minusnya. Adi Maulana menceritakan, salah satu kejelekannya adalah selalu menutupi masalah kecil ataupun masalah besar.
Sepengetahuan dia, kasus santri meninggal baru pertama kali ini terjadi. Namun tindak kekerasan, seperti bullying sudah lama berlangsung. "Zaman saya juga sudah ada, tapi tidak sampai meninggal seperti ini," paparnya.
Pemuda ini bercerita bully pada zaman dia menuntut ilmu di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin bertujuan untuk memberikan efek jera kepada santri yang tidak menaati senior. Junior harus patuh ke senior.
Tapi, kata dia, tindak kekerasan itu jarang menimbulkan bekas. Paling si santri memilih keluar dari pondok pesantren.
Adi Maulana bercerita, ketika dia menimba ilmu di pondok pesantren, ada organisasi Isromu (Ikatan santri Raudhatul Mujawwidin) yang biasa memberikan "pelajaran" jika santri melanggar aturan di pondok. Dia pun mengakui ada geng-geng di pondok pesantren itu.
"Aku dulu juga di-bully juga masuk pondok seperti jajan aku diambil, lemari dibobol dan uang diambil oleh senior," jelasnya.
Perundungan atau bully dari senior ke junior itu selalu ada setiap tahun. Seingat Adi Malana, tindak kekerasan itu biasa terjadi di kamar santri, kebun sawit, dan sumur.
"Kalau di-bully di kamar tuh, itu kan dipanggil oleh senior kemudian dipukul sama senior. Itu adik saya juga pernah mengalami di-bully senior hingga dipukul, ditendang, di dalam kamar. Kalau santri ngadu ke orang tua, santri kena bullying akan dikeluarkan oleh pihak pondok. Itu adik saya yang mengalami. Jika pun santri ngadu di-bully oleh seniornya diancam oleh seniornya bahwa akan dihabisi oleh seniornya," jelas Adi Maulana.
Dia heran kali ini ada tindak kekerasan sampai santri meninggal dunia dan mempertanyakan kenapa tidak ada ustaz turun tangan.
Adi Maulana pun bercerita adik kandungnya pun pernah mengalami tindak kekerasan, namun tidak sampai meninggal. Dia dipukuli ustaz hingga memar-memar.
"Karena orang tua saya tidak terima, sehingga melapor jalur hukum. Malah adik saya dikeluarkan dari pondok," jelas Adi Maulana.
Kejadian itu membuat Adi Maulana dituduh menjelekkan pondok. Padahal dia bukan hanya alumni, tapi juga mengabdi di sana, pernah menjadi ketua pondok.
"Itu semua fakta yang terjadi di pondok, memang terjadi ada tindakan pem-bully-an. Saya juga sempat dikatakan bahwa saya benci. Padahal saya ini tidak ada menjelekkan pondok, hanya saya ini tidak suka dengan oknum yang menutupi kesalahan," sebutnya.
Dia pun semakin geram karena ada santri yang meninggal dunia. Berdasarkan cerita yang dia dapat, korban ditemukan meninggal di lantai tiga, tempat jemur pakaian.
"Kemudian dibawalah ke pos kesehatan pondok pesantren, saat dicek rupanya sudah meninggal dunia," ucapnya.
Bukannya menghubungi orang tua korban, pihak pesantren malah memandikan dan mengafani jenazah lalu menyalatkannya. "Saya malah bertanya tanya kok bisa sih ada santri meninggal malah tidak diberitahukan kepada orang tuanya," ucapnya.
Dia mempertanyakan sikap pondok pesantren yang tidak mau menindaklanjuti kasus itu, malah menyatakan korban meninggal disengat listrik.
Terkait kasus ini, Adi Maulana bercerita banyak alumni yang mengaku menjaga nama baik pondok pesantren. Bahkan ada yang menyebut wajar jika korban tersengat listrik.
Menurut Adi Maulana, kalaupun kejadiannya sesuai dengan fakta, namun pondok pesantren ini banyak menutupi kasus yang terjadi di sana. "Malah saya dikucilkan sama alumni bahwa saya dibilang buruk-burukin pondok," tutupnya.