Dalih Sengatan Listrik di Pondok Pesantren
Penganiayaan yang menyebabkan santri meninggal dunia kembali berulang. Kali ini dipicu uang Rp10.000 dan pihak pesantren terkesan menutupinya.
Siti Maryam tidak pernah menyangka pembicaraan via telepon sore itu menjadi saat terakhir dia mendengar suara putranya Airul Harahap (13) yang tengah mondok di Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Rimbo Bujang, Tebo, Jambi.
Dalih Sengatan Listrik di Pondok Pesantren
"Assalamualaikum Mak," kata Airul di ujung telepon.
"Waalaikumsalam," jawab Siti Maryam.
"Mak sehat? Besok Jadi datang ke pesantren? Mak, besok datangnya pagi cepat. Adalah yang mau diomongin, ada kejutan," ucap Airul.
Saat itu hari Selasa (14/11/2023) sekitar pukul 17.00 WIB. Besok harinya memang waktu kunjungan di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin.
-
Siapa yang dianiaya di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin? 'Saya mondok di sana selama enam tahun, tiga tahun MTs dan Aliyah. Selama 6 tahun di situ cukup banyak perubahan, baik dari pembangunan dan gurunya,' kata Adi Maulana kepada merdeka.com. Menurut Adi Maulana, Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin merupakan yang terbaik di Provinsi Jambi, apalagi Kabupaten Tebo, baik dari sisi pendidikan, pengembangan multimedia, dan lainnya. 'Kalau untuk segi pembelajaran nilainya plus kemudian santri di pondok Raudhatul Mujawwidin itu paling banyak santri se-Jambi. Pada waktu saya masuk pondok santri hanya 800, sekarang sudah lebih dari dua ribu santri,' ujarnya. Namun, pondok pesantren ini juga ada minusnya. Adi Maulana menceritakan, salah satu kejelekannya adalah selalu menutupi masalah kecil ataupun masalah besar. Sepengetahuan dia, kasus santri meninggal baru pertama kali ini terjadi. Namun tindak kekerasan, seperti bullying sudah lama berlangsung. 'Zaman saya juga sudah ada, tapi tidak sampai meninggal seperti ini,' paparnya.
-
Siapa yang menjadi korban santet? 'Semua permukaan eksterior dari guci awalnya tertutup teks yang mengandung lebih dari 55 nama yang diukir, puluhan di antaranya sekarang hanya bertahan sebagai huruf-huruf terpisah yang mengambang atau coretan pensil yang samar,' jelas Lamont.
-
Dimana kejadian penganiayaan terjadi? Nasib sial dialami Damari (59) pengemudi ojek online warga Jurumudi, Kota Tangerang, yang dikeroyok tiga orang pria tidak dikenal saat akan menjemput pelanggan di depan pasar Tanah Tinggi, Kota Tangerang.
-
Siapa pelaku penganiayaan? Viral Remaja Pukuli Bocah Lalu Mengaku sebagai Keponakan Mayor Jendera Sekelompok remaja tmenganiaya dan mencaci bocah di Bandung, Jawa Barat.
-
Dimana penganiayaan terjadi? Penganiayaan yang viral itu dikabarkan terjadi di Mekarwangi, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung.
Ketika Airul menelepon ibunya, sang ayah Salim Harahap tengah beraktivitas membuat pagar rumah mereka di Dusun Kumpul Rejo, Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo.
Siti Maryam bingung ketika diminta Airul datang cepat pada hari kunjungan besok. "Ada apa Nak? Iya (datang cepat) kalau tidak hujan," ucapnya.
Siti Maryam dan Salim Harahap menduga kejutan yang dimaksud Airul adalah nilai yang bagus dari pesantren. Selama ini, rsang anak dikenal pendiam dan rajin membantu orang tua. Dia pun rela masuk ke pesantren karena dorongan ayah dan ibunya, kemudian langsung kerasan dalam sebulan.
Sekitar dua jam berselang dari komunikasi via telepon itu, selepas salat Magrib, Salim mendapat kabar duka dari tetangganya bernama Tugiyono.
Pria yang juga orang tua santri ini mengaku mendapatkan pesan suara melalui WhatsApp yang berbunyi "Tolong sampaikan ke keluarga si Baim (santri lain yang tinggal di kawasan itu) bahwa sudah dipanggil Yang Kuasa, sudah dimandikan, dikafani, salat. Tinggal menuju pemakaman."
Tugiyono juga menyatakan keluarga diminta tidak menjemput, karena jenazah sudah berangkat. Ketika itu Salim sempat bertanya kepada tetangganya itu apakah pesan itu dari grup WA atau hoaks. Tugiyono, orang tua santri bernama Riski, menyatakan pesan itu dari grup WA pesantren.
Salim kembali bertanya, siapa yang meninggal? Tiba-tiba ada pesan masuk lagi. Pesan itu menyatakan yang meninggal adalah Airul Harahap.
Namun informasi berpulangnya sang anak tidak lantas diberitahukan kepada Salim.
Kabar mengenai meninggalnya seorang santri membuat Salim gelisah. Dia pun ingin memastikan kabar tersebut kepada wali murid anaknya. "Saya bingung kenapa tidak menghubungi orang tua langsung, karena dapat informasi tersebut sehingga kami carilah nomor wali murid anak kami. Kami teleponlah sampai 10 kali," ucap Salim.
Telepon mereka tidak kunjung diangkat. Akhirnya, keluarga mencari kontak guru lain dan tersambung. Mereka menanyakan kebenaran mengenai adanya santri yang meninggal dunia.
Saat itu, sang guru menyatakan tidak ada yang meninggal. Dia beralasan sedang tidak berada di pesantren. Salim pun meminta agar dicarikan informasi ada tidak yang meninggal di pesantren.
Salim yang kebingungan menelepon istri Tugiyono. Dia bertanya siapa sebenarnya yang meninggal? Istri Tugiyono menjawab, "Sebetulnya anak kamu Pak, Airul Harahap."
Salim kaget mendengar kabar itu. Dia langsung memacu mobil bergegas. Sesampainya di Simpang Tower, bertemu dengan ustaz yang sudah menunggunya, Dia dirangkul dan diajak kembali ke rumah.
Namun Salim meminta penjelasan terlebih dahulu. Ketika itu pihak pondok pesantren menyatakan, "Mohon maaf Airul Harahap telah meninggal dunia, pada saat itu anak ini lagi menjemur pakaian di atas terpegang arus listrik dan jatuh langsung dibawa ke klinik."
Salim tidak terima. Dia mempertanyakan sikap pondok pesantren yang menurutnya mencurigakan. Pertama, kenapa dia tidak dikabari mengenai peristiwa itu, padahal mereka sudah menelepon wali murid berulang-ulang. Kedua, kenapa orang tua tidak langsung dikabari, tapi melalui tetangga. Padahal sekitar 2 jam sebelumnya, Airul sempat berkomunikasi dengan ibunya.
Tak lama berselang, ambulans tiba. Saat Salim dan istrinya ingin melihat jenazah anaknya, pihak pondok pesantren sempat tidak memperbolehkan dan menyatakan kalau itu dilakukan jenazah bisa tidak diterima. Alasannya jenazah sudah dimandikan dan dikafani.
Salim dan istrinya tetap tidak terima. Pihak pondok kemudian mengeluarkan surat dari klinik yang menyatakan Airul meninggal akibat disengat listrik.
"Saya mempertanyakan ada apa? Kok bisa surat tanpa sepengetahuan orang tua? Saya tidak mau tahu, harus dilakukan visum ulang," kata Salim yang tidak percaya dengan penjelasan pihak pondok pesantren.
Jenazah dibawa ke rumah sakit dan tiba sekitar pukul 12.00 malam untuk dilakukan visum. Saat dilihat, kata Salim, jenazah anaknya mengeluarkan darah dari mulut, bibir pecah, gigi sompel, lebam di pipi, tangan dan kaki seperti cacar atau seperti tersulut api.
"Saat kami minta dijelaskan sama pihak dokter tidak mau berikan keterangan diarahkan ke pihak kepolisian," cerita Salim.
Selepas divisum, jenazah dibawa pulang dan sampai di rumah pukul 10.00 WIB pagi. Setelah itu, pihak pondok datang ke rumah mereka dan mengatakan bahwa Airul husnul khatimah. "Demi Allah anak Bapak memang kesetrum listrik," kata mereka bersumpah.
Namun Salim tetap tidak percaya. Dua hari kemudian, Jumat (17/11/2023), dia melaporkan kejadian itu ke polisi. Selanjutnya, jenazah kembali diautopsi atau ekshumasi di kuburannya.
Sekitar sebulan berselang, hasilnya keluar. Airul disebutkan meninggal karena hantaman benda tumpul.
Salim langsung menanyakan tersangka yang telah menganiaya anaknya hingga tewas. Ketika itu pihak Polres Tebo bilang belum cukup bukti. Penyidik masih mengumpulkan hp dari pesantren. Salim diminta menunggu sampai Pemilu 2024 usai. Polda Jambi juga dikabarkan akan turun mengusut kasus ini.
Mengadu ke Hotman Paris
Salim akhirnya nekat berangkat ke Jakarta dengan harapan dapat menemui pengacara kondang Hotman Paris Hutapea dan meminta bantuannya agar kasusnya bisa cepat ditindaklanjuti.
Sebelum berangkat ke Jakarta, Salim sempat singgah ke Polres Tebo.
Dia menanyakan perkembangan kasus penganiayaan terhadap anaknya. Jawabannya ketika itu normatif, masih diproses. Meski sudah ada yang diperiksa dan ada hp yang ditahan, polisi menyatakan mereka masih mencari bukti.
"Sebelumnya karena di pemilu, sehingga banyak menunggu. Pihak Polda Juga sudah turun. Namun karena dilihat tidak ada bukti kata polisi sehingga saya berinisiatif untuk mencari keadilan saya harus menemui Pak Hotman Paris," jelas Salim.
Salim akhirnya dapat bertemu dengan Hotman di Jakarta pada Sabtu (16/03). Dia pun mendapatkan informasi mengenai kondisi jenazah putranya setelah pengacara itu mencari tahu kepada pihak dokter yang mengautopsi jenazah Airul.
"Saya tahu anak kami bahwa remuk itu dari Bang Hotman menelepon dokter, sebelumnya kami hanya tahu karena benda tumpul saja," jelasnya.
Hotman beberapa kali mengunggah pertemuan mereka dan meminta perhatian dari Mabes Polri dan Divisi Propam untuk menindaklanjuti kasus itu.
Dianiaya karena Tagih Utang Rp10.000
Unggahan di instagram Hotman Paris itu pun viral dan menjadi perhatian publik. Entah ada kaitannya atau tidak, namun polisi langsung menunjukkan keseriusannya menangani kasus ini.
Sekitar sepekan setelah kasus viral, polisi menetapkan dua senior Airul, yakni R (15) dan A (14), sebagai tersangka.
Keduanya merupakan santri kelas 3 Tsanawiyah di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin.
Penganiayaan itu ternyata terjadi karena pelaku tidak terima korban menagih utang Rp10 ribu.
Kapolres Tebo AKBP I Wayan Arta menjelaskan Airul pernah meminjami salah satu pelaku uang sebesar Rp10 ribu. Kemudian korban menagihnya, namun pelaku tidak terima bahkan sempat melakukan kekerasan kepada korban.
Beberapa hari kemudian, tepatnya saat kejadian penganiayaan itu, pelaku memanggil korban untuk naik ke lantai tiga asrama. Di sanalah terjadi penganiayaan terhadap Airul. Pelaku R dan A bergantian memukuli tubuh dan muka korban.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta menjelaskan kronologi penganiayaan itu.
Setelah sampai di lantai atas, pelaku R langsung memegang korban dan A memukul kepala dan rusuk korban dengan menggunakan tangan. Kemudian R memukul paha korban dan kembali memegang korban dari belakang. Pelaku A kemudian memukul korban dengan kayu di bagian paha, rusuk, bahu dan pipi.
Setelah itu, A membanting dan menginjak AH di bagian punggung dan kepala berulang kali.
Selanjutnya, kedua pelaku mengangkat korban dan meletakkannya di pintu masuk lantai atas dan dibuat seolah-olah korban AH tersengat listrik.
"Keterangan ini kami dapat setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang panjang, kami menemukan keterangan saksi yang berbeda-beda saat penyelidikan," kata Andri.
Selain keterangan saksi, polisi juga mengantongi bukti dari CCTV asrama pondok pesantren dan hasil autopsi yang dilakukan dokter RS Bhayangkara.
Adapun hasil autopsi dokter menjelaskan bahwa korban luka akibat benda tumpul dan tidak ditemukan luka akibat benda tajam maupun indikasi tersengat listrik.
Andri menjelaskan saat ini kedua pelaku ditahan di Polres Tebo untuk pemeriksaan lebih lanjut. Mereka akan dijerat UU kekerasan terhadap anak subsider Pasal 351 KUHP atau 359 KUHPidana.
Dalam penanganan kasus ini, Polisi telah memeriksa 54 saksi meliputi teman korban, pengurus pondok pesantren dan saksi ahli dokter.
Setelah kasus ini terang benderang, polisi juga tengah menyelidiki dugaan penerbitan surat kematian dengan sebab palsu. Mereka pun mendalami pihak-pihak yang menutupi tindak kriminal ini.