Alvara Research Center bantah jadi lembaga survei pesanan
Publik banyak yang meragukan independensi lembaga survei.
Jelang pemilu 2014, survei terhadap capres dan partai politik seakan tak pernah berhenti dilakukan. Hampir setiap bulan selalu ada lembaga yang merilis hasil surveinya.
CEO Alvara Research Center Hasanuddin mengaku, survei yang dilakukannya dalam 'Survei Popularitas, Citra, dan Elektabilitas Partai dan Calon Presiden' menggunakan dana lembaganya. Dia menjamin independensi hasil surveinya.
"Ini bukan survei pesanan. Lembaga kami bukan hanya lembaga survei. Kami juga lembaga riset, baik sosial, ekonomi, dan politik. Lembaga kami memang memiliki dana untuk alokasi survei seperti ini. Toh ini juga bukan kali pertama kami merilis survei. Kalau survei pesanan tidak mungkin kami publis seperti ini, hanya klien yang kami berikan hasilnya," kata Hasanuddin dalam jumpa pers di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (28/10).
Hasanuddin memahami ketakpercayaan publik dengan banyaknya survei dalam kurun setahun terakhir ini. Dia memberikan contoh bagaimana mengetahui survei yang didanai untuk memenangkan tokoh atau partai tertentu.
"Pertama lihat motifnya. Siapa yang membayar dan mendanai. Kedua lihat metodelogi atau alat ukur yang digunakan. Kalau alat ukurnya dengan untuk memenangkan sosok tertentu dan menjegal tokoh atau partai yang lain, Anda bisa ambil kesimpulan akan hasil surveinya," ujar Hasanuddin.
Dalam survei yang dilakukan lembaganya, Hasanuddin mengaku, dia tidak mau menggunakan metodelogi yang bisa menjegal calon lain yang juga memiliki potensi yang sama kepada responden. Menurutnya, semua calon atau tokoh untuk Capres misalnya, ditawarkan ke responden, biar dipilih sesuai dengan keyakinannya.
Sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi calon presiden dengan elektabilitas paling tinggi (25,9 persen). Namun dari segi popularitas, Jokowi masih kalah dengan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.
Hal itu muncul dalam rilis survei Alvara Research Center, "Survei Popularitas, Citra, dan Elektabilitas Partai dan Calon Presiden" di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (28/10).
Setelah Jokowi, kemudian diikuti oleh Prabowo Subianto (9,2 persen), Aburizal Bakrie (7,6 persen), Megawati (7,2 persen), Wiranto (7,1 persen), Jusuf Kalla (4,0 persen), Dahlan Iskan (2,7 persen), Rhoma Irama (1,4 persen), Hatta Rajasa (1,2 persen), Mahfud MD (1,0 persen), tokoh lainnya (3,2 persen), dan yang belum menentukan pilihannya sebanyak 29,5 persen.
"Hanya Jokowi yang memiliki tingkat kelayakan menjadi capres di atas 20 persen sementara kandidat lainnya tidak mampu menembus 10 persen," kata pendiri dan CEO Alvara Hasanuddin Ali.
Sedangkan untuk popularitas calon presiden dalam survei itu menempatkan Aburizal Bakrie sebagai calon yang paling populer dengan persentase 78,4 persen. Diikuti oleh Joko Widodo (76 persen), Prabowo Subianto (66,3 persen), Wiranto (62,5 persen), Megawati (62,4 persen).
Survei Alvara, dilakukan dengan wawancara langsung kepada 1553 responden berusia 20-54 tahun di semua kelas sosial ekonomi dengan margin of error 2,5 persen. Survei dilaksanakan pada 24 September - 13 Oktober 2013 di 10 kota di Indonesia, Medan (143), Palembang (150), Balikpapan (145), Manado (85), Makassar (150), Jabotabek (310), Bandung (152), Semarang (142), dan Surabaya (148).