Amdal dilakukan buat ketahui RTB layak atau tidak
Tidak pas jika ada pihak yang meminta proses Amdal dihentikan.
Sejumlah kelompok masyarakat yang mengatasnamakan dirinya Forum Rakyat Bali Jakarta beberapa waktu lalu meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menghentikan proses Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) terkait Revitalisasi Teluk Benoa (RTB) di Bali. Namun, pakar ekologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria menilai hal itu justru keliru.
Pasalnya, aturan perundang-undangan menyebutkan pengesahan Amdal dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Proses Amdal harus dilakukan agar diketahui secara legal apakah RTB yang akan dilakukan laik atau tidak.
"Amdal itu yang mengesahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Aturan perundangan menyebutkan hal tersebut. Kalau ada yang minta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hentikan proses Amdal, itu kurang pas," kata pria yang meraih gelar doktor di Marine Policy Kagoshima University, Jepang ini, Sabtu (26/9).
Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB ini menyatakan, jika secara kajian teknis dan sosial dikatakan layak, maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berhak mengeluarkan izin, begitu pun sebaliknya.
"Jadi, Amdal itu juga memuat pendapat masyarakat yang pro dan kontra. Karena itu menjadi bagian dari Amdal. Pendapat masyarakat menjadi bahan pertimbangan di Amdal," ujar Arif.
Karena itu, anggota Dewan Kelautan Indonesia ini menilai tidak pas jika ada pihak yang meminta proses Amdal dihentikan.
"Proses Amdal harus tetap berjalan, karena dari situlah bisa diketahui secara legal dan dapat dipertanggungjawabkan layak tidaknya pembangunan yang dilakukan," tandasnya.