Andi Taufan Tiro bantah terima uang panas proyek jalan Pulau Seram
"Siapa yang bilang, ditanya saja Khoirnya, kalau memang mereka mengatakan itu di mana?" kata Andi.
Anggota Komisi V DPR Fraksi PAN, Andi Taufan Tiro membantah menerima aliran dana dari Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir (AKH). Kasus ini terkait dengan tindak pidana korupsi proyek jalan Pulau Seram, Maluku, di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Siapa yang bilang, ditanya saja Khoirnya, kalau memang mereka mengatakan itu di mana?" kata Andi usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi atas tersangka Budi Supriyanto (BSU) hampir 13 jam lamanya, Senin (28/3).
Namun dia berdalih jika pernyataannya itu bukan sebagai bentuk bantahan. "Bukan dibantah, siapa yang bilang," tandasnya lagi.
Sebelumnya, Abdul Khoir pernah mengatakan politikus PAN itu menerima uang Rp 8,4 miliar dari pemulusan proyek panas tersebut. Dia pun enggan berkomentar soal staf ahli Komisi V DPR, Jailani, menyebar uang ke anggota Komisi V dari Abdul Khoir. Termasuk menampik menerima aliran dana melalui Jailani.
"Yang saya tahu Jailani itu adalah staf ahli itu aja sampai di situ saja, saya tidak pernah menerima apa-apa," imbuhnya.
Meski menampik telah terima Rp 8,4 miliar dari Abdul Khoir dia mengaku ikut kunjungan kerja Komisi V DPR bersama 20 anggota lainnya ke Maluku. Dari kunjungan inilah yang menjadi titik awal adanya tindakan rasuah.
"Iya pernah (ikut kunjungan kerja ke Maluku)," jelasnya.
Saat disinggung kemungkinan dirinya akan menjadi tersangka baru dalam kasus ini sontak dia merespons "Waduh ngeri sekali pertanyaannya," tandasnya.
Sebelumnya, pada Rabu (13/1) KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di berbeda tempat. Dalam operasi tersebut, KPK mengamankan 6 orang. Namun KPK membebaskan 2 orang sopir karena tidak terbukti melakukan unsur pidana, kemudian sisanya resmi ditetapkan tersangka setelah melakukan pemeriksaan hampir 24 jam.
Keempat tersangka adalah Damayanti Wisnu Putranti anggota Komisi V DPR Fraksi PDIP, Julia Prasrtyarini atau Uwi dan Dessy A Edwin, dari pihak swasta yang menerima suap sedangkan Abdul Khoir selaku Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU) sebagai pemberi suap. Selain itu pula KPK mengamankan SGD 99.000 sebagai barang bukti.
Atas perbuatannya, Damayanti, Julia, dan Dessy disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sementara Abdul Khoir dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun dalam pengembangan kasus KPK juga menetapkan Budi Supriyanto (BSU) sebagai tersangka, Rabu (2/3), lantaran diduga menerima uang panas proyek jalan tersebut. Penetapan Budi sebagai tersangka dengan surat perintah penyidikan (Sprindik) tertanggal 29 Februari.
Sama halnya dengan Damayanti, Dessy dan Julia, Budi disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.