Angka Bunuh Diri Anak Tinggi, Pentingnya Pemahaman Realistis dan Perasaan
Bahkan data Kemenkes kembali mencatat keinginan untuk bunuh diri telah menyasar anak pada kisaran SMP sampai SMA, dari hasil survei 10.837 responden, sebanyak 4,3 persen lali-laki dan 5,9 persen perempuan memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Angka kematian dengan cara bunuh diri masih menjadi perhatian di dunia. Bahkan menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan jumlah angka kematian akibat bunuh diri di dunia mendekati 800.000 per tahun hampir 1 kematian setiap 40 detik.
Tak terkecuali di Indonesia, pada 2018 tercatat 265 juta orang meninggal dunia akibat bunuh diri. Jika diasumsikan, rata-rata sekitar 9.000 kasus kematian dengan bunuh diri terjadi di Indonesia.
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
-
Kapan foto jalan di Jakarta ini diambil? Foto: Nostalgia Suasana Jalan Jakarta Tahun 1989, Enggak Ada Macetnya! Jalan disamping Masjid Istiqlal.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Apa prakiraan cuaca di Jakarta hari ini? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan cuaca di Jakarta dan Kepulauan Seribu cerah dan cerah berawan pada Sabtu (30/9).
-
Kenapa kualitas udara Jakarta buruk? "Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 11.9 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," demikian keterangan situs IQAir tersebut.
Bahkan data Kemenkes kembali mencatat keinginan untuk bunuh diri telah menyasar anak pada kisaran SMP sampai SMA, dari hasil survei 10.837 responden, sebanyak 4,3 persen lali-laki dan 5,9 persen perempuan memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Hingga kabar duka datang dari Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Betapa tidak seorang siswi SMK di Kelurahan Bombongan, inisial FM (17) nekat bunuh diri. Pemicunya, karena putus cinta. Remaja malang itu mengakhiri hidupnya menggunakan dasi sekolah yang diikatkan ke pohon jambu untuk gantung diri.
Perasaan FM pun diketahui berdasarkan sepucuk surat yang ia tulis sebelum mengakhiri hidupnya. Dalam surat itupun tertulis perasaan FM untuk kekasihnya dan permohonan maaf kepada kedua orang tuanya.
"Dugaannya disebabkan karena korban sudah tidak sanggup menghadapi masalah yang menimpanya dimana korban menulis surat curahan hati sebelum melakukan gantung diri," tutur Kapolres Tana Toraja, AKBP Sarlly Sollu saat dikonfirmasi, Rabu (4/11).
Kemudian polisi juga telah memeriksa seorang remaja laki-laki berinisial AL (17), yang disebutkan FM dalam suratnya yang ia tulis sebelum nekat mengakhiri hidupnya. Sarlly menjelaskan bahwa AL ini adalah kekasih FM.
"Kita sudah periksa lelaki AL, dari pengakuan dia ia memang sebelumnya menjalin hubungan asmara dengan korban dan baru saja putus dua hari yang lalu," pungkas Sarlly.
Selain FM, baru-baru ini juga ada kabar seorang remaja putri berinisial NLS (17) tengah mencoba melakukan percobaan bunuh diri di Pantai Seseh, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, pada Rabu (4/11) kemarin.
Baiknya, aksi nekat NLS ini tidak sampai meregang nyawanya. Lantaran upaya bunuh diri berhasil dicegah oleh petugas Balawista Badung. Selanjutnya, petugas langsung berenang untuk menolong korban dan dievakuasi ke pinggir pantai. Kemudian, setelah berhasil diselamatkan korban dibawa ke Puskesmas untuk diberikan pertolongan.
Namun demikian untuk motif remaja putri tersebut melakukan bunuh diri, pihaknya belum bisa mengetahui karena kondisi korban masih labil. "Iya (dia berenang) tengah laut. Motif, masih Lidik dan dipelajari (kondisi korban) belum stabil," ujar Kasubag Humas Polres Badung Iptu I Ketut Gede Oka Bawa, Kamis (5/11).
Minimnya Kemampuan Deteksi Perasaan Anak
Melihat peristiwa kejadian bunuh diri pada anak-anak Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati turut prihatin atas kejadian tersebut. Menurutnya rentetan peristiwa bunuh diri pada anak- anak harus menjadi perhatian serius bagi seluruh element, baik keluarga, masyarakat, sampai pemerintah.
"Pada 2016 kita juga punya data dari WHO, Indonesia itu memang termasuk angka yang tinggi dalam remaja untuk melakukan percobaan bunuh diri. Angka bunuh diri remaja itu kalau dibandingkan dari beberapa negara lain, indonesia relatif lebih tinggi. Misalkan WHO mengatakan di tahun 2000-an sekitar 3 sekian persen, lalu 2005 turun menjadi 3,8 persen, kemudian 2015 turun lagi," terang Maryati saat dihubungi merdeka.com, Kamis (5/11).
"Tetapi angka penurunan itu tidak seimbang jika dibandingkan dengan angka di Asia Tenggara yaitu 13,5 persen. Jadi kita masih tetap menyisakan PR untuk terus mengikis angka ini. Mungkin ini angka-angka diluar tahun itu yang perlu perbarui untuk kita telisik dan kaji lebih dalam. Apa penyebab dan mengapa bisa, ini jadi catatan krusial," sambungnya.
Atas hal itu KPAI mengajak agar orang- orang terdekat haruslah mampu memiliki deteksi terhadap perasaan yang dialami anak. Agar usaha untuk mendorong efektifitas melalui edukasi dapat berjalan dengan baik.
Semisal, kondisi yang sering terjadi disaat anak alami kecemasan, namun luput dan tak terdeteksi orang disekitarnya. Oleh karena itu, alangkah baiknya anak maupun orang tua agar lebih terbuka, termasuk kepada lingkungan sosial.
"Karena ketika melihat ada sesuatu yang aneh misalnya berbeda secara psikologis, ada ruang untuk penanganannya. Situasi ini yang luput kadang luput, semisal orang tua yang tidak mengenal situasi depresi anak seperti apa. Misalnya si anak sedang jatuh hati atau putus cinta, galau. Nah yang terkadang tidak dikenali baik oleh keluarga," jelasnya.
"Atau ada pemicu lainnya itu, bisa juga karena tidak suka bercerita satu dengan yang lainnya. Orang tua dan anak tertutup jadinya komunikasi tidak lancar. Hal itu kerap terjadi. Akibatnya pembicaraan hanya perintah, hanya tawaran, dan sekedar ajakan. Jadi terkadang orang tua tidak bisa mencoba untuk menjadi pendengar bagi anak," sambungnya.
Atas hal itu, Maryati mengimbau kepada orang tua sebagai lingkup terdekat anak agar lebih terbuka, komunikatif, guna mendeteksi dan mengantisipasi situasi buruk yang mungkin akan menimpa perasaan anak.
"KPAI juga mendorong untuk pemerintah melakukan kajian-kajian lebih dalam terkait faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan ini juga sebagai auto kritik bagi program pemerintah," imbuhnya.
Pentingnya Pemahaman Realistis kepada Anak
Sementara itu, Dosen Psikologi Unika Soegijapranata yang juga praktisi Psikolog Anak, Endang Widyorini menjelaskan masalah utama seorang anak berani melakukan bunuh diri, karena faktor usia yang memang mudah alami depresi.
"Memang pada usia remaja itu pada penelitian-penelitian memang anak Indonesia memiliki tingkat depresinya yang tinggi. Termasuk diseluruh dunia pun tingkat SMA itu sangat rentan alami depresi, walau untuk sampai bunuh diri itu cuman sekain persennya, tapi posisi remaja itu rentan," jelas Endang.
Menurut Endang banyak faktor yang mendorong anak menjadi depresi hingga memutuskan untuk bunuh diri. Pertama faktor si anak yang merasa kesepian dan di kala menemukan orang yang istimewa menjadi sangat ketergantungan kepadanya. Hal itu mungkin saja terjadi, akibat kurangnya kasih sayang keluarga.
"Jadi sampai memiliki harapan yang terlalu jauh dan tidak realistis. Maka dampaknya begitu putus atau ditinggalkan. Dia akan seperti terpelanting rasanya dan itu bisa terjadi karena adanya pemikiran yang tidak realistis," jelasnya.
Oleh sebab itu, Endang menyarankan agar orang tua dapat memberikan penjelasan yang realistis terhadap anak, hingga urusan perasaan anak. Agar pemahaman anak dapat terbangun dan bisa menjaga dirinya.
"Misalkan soal pacaran, Ya untuk preventif tentunya bisa memberikan dukungan ke dia. Misalnya orang tua itu memberikan gambaran pacaran di masa SMA itu masa penjajakan, dan kasih tau dampaknya," jelasnya.
"Mungkin ada sisi edukasi dalam pacaran yang sehat, dan memberikan pemahaman bahwa pacaran adalah suatu pengenalan dan harus realistis. Bahkan orang menikah pun realistis sedari awal. Karena sumber depresi remaja itu adalah sesuatu yang tidak realistis, seperti keinginan yang memakai kata seharusnya, seperti seharusnya dia sayang sama saya, itu tidaklah realistis dan itu bisa jadi faktor yang merusak dirinya sendiri," tambahnya.
(mdk/eko)