Asosiasi Pers Minta Aturan Platform Digital Diperketat
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengatakan, platform digital seharusnya turut bertanggung jawab mengawasi konten bermuatan negatif. Alasannya, hampir 90 persen konten media sosial distribusinya dikuasai oleh platform digital.
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut meminta Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak hanya fokus pada konten dalam menyehatkan dunia digital. Menurutnya, platform digital juga perlu diatur dengan ketat.
Hal itu disampaikan Wens saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) Kajian UU ITE yang digelar virtual, Rabu (10/3). Menurutnya, platform digital seharusnya turut bertanggung jawab mengawasi konten bermuatan negatif. Alasannya, hampir 90 persen konten media sosial distribusinya dikuasai oleh platform digital.
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Kapan revisi UU ITE jilid II mulai berlaku? Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
-
Bagaimana menurut Menkominfo Budi Arie, revisi UU ITE jilid II dapat menjaga ruang digital di Indonesia? Yang pasti kan pemerintah ingin menjaga ruang digital kita lebih kondusif dan lebih berbudaya.
-
Apa yang ditemukan di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan? Kepolisian menemukan lima mayat di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan usai menggeledah kampus swasta tersebut.
-
Apa yang diluncurkan oleh Fakultas Teknik UGM? "Tentunya pesawat tanpa awak ini bisa diaplikasikan ke banyak hal. BPBD salah satunya yang akan memanfaatkannya karena pesawat ini bisa memantau bila telah terjadi bencana, misalnya gempa bumi," kata Dekat Fakultas Teknik UGM Prof. Selo pada Rabu (3/9).
"Maka kebencian sudah menjelma menjadi produk yang laku dijual, karena yang menonton banyak, engagement kebencian dan hoax itu tinggi sekali. Begitu ada orang yang buat video yang nuansanya kebencian, provokatif, cepat sekali share-nya, orang yang menonton semakin banyak dan kalau ada iklan yang masuk maka dia menjelma menjadi produk," kata Wens.
"Bayangkan kalau yang kita atur hanya orang yang bikin videonya tanpa mengatur platfomnya. Yang bikin video kita tangkap, platformnya tetap untung karena videonya tetap ditonton oleh ribuan orang," tambahnya.
Sementara itu, perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim, yang juga hadir dalam FGD, berharap pemerintah memiliki komitmen dan serius dalam merevisi UU ITE. Pasalnya dalam tiga tahun terakhir AJI mencatat 25 kasus kriminalisasi jurnalis yang berkaitan dengan UU ITE.
"Kalau berkaca dari kasus-kasus yang dialami teman-teman jurnalis, ini sudah sangat mengganggu kerja jurnalisme. Padahal dalam melakukan kerja jurnalisme sudah dilindungi undang-undang," ujar Sasmito.
Sementara itu, anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, menilai asas dan tujuan dari UU ITE sangat mulia, bahkan sejalan dengan prinsip jurnalisme yaitu untuk kemaslahatan publik. Namun dalam perjalanannya, UU ITE justru menjadi momok yang menakutkan. Dia berharap agar UU ITE tak hanya direvisi namun juga tidak lagi mengancam kebebasan pers.
"Pasal 27 UU ITE adalah monster yang kemudian selama ini bukan hanya menghantui, namun seperti dementor di film Harry Potter, benar-benar mengisap, bukan hanya ke penjara namun juga nyali mereka, karena ada Pasal 27 ayat (3) dan juga Pasal 28 dan Pasal 40 soal ancamannya," sebut Imam.
Tak jauh berbeda, Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin juga mengatakan, meski kebebasan pers menjadi amanat konstitusi di mana keberadaannya diakui dan dijamin undang-undang, namun pada praktiknya masih banyak ditemukan regulasi yang semangatnya bertentangan dengan UU Pers, salah satunya UU ITE.
"UU ITE dianggap menjadi salah satu penghambat kebebasan pers, meskipun UU ITE diklaim tidak menyasar pers, namun nyatanya terdapat banyak kasus wartawan yang dijerat dengan UU ITE bahkan hingga divonis bersalah oleh hakim," tegas Ade.
Menanggapi masukan dari berbagai narasumber, Ketua Tim Perumus UU ITE Sugeng Purnomo mengatakan, pers memiliki peran penting di era demokrasi. Untuk itu, masukan dan pemikiran insan dan asosiasi pers sangat diperlukan tim kajian untuk memperkaya informasi dan pandangan.
"Hal yang sangat menarik adalah bahwa tidak bisa dimungkiri di alam demokrasi peran dari teman-teman media sangat berguna dalam memberikan informasi," kata Sugeng.
"Kita menghadirkan para narasumber untuk kita dengar, apa yang menjadi pemikiran para narasumber untuk kita catat dan nanti kita diskusikan. Semoga tim dapat menyelesaikan tugas dengan baik," tambah Sugeng mengakhiri sesi FGD bersama asosiasi pers ini.
Hingga saat ini, Tim Kajian UU ITE masih membuka masukan dan saran dari masyarakat yang belum sempat diundang menjadi narasumber. Bagi masyarakat ingin memberi masukan kepada tim bisa melalui email: KajianUUITE@polkam.go.id.
(mdk/yan)