Aturan telat, sekolah di Bali masih jual buku & seragam ke siswa
"Kita sudah terlanjur mengadakan, masak harus membatalkan?" kata seorang guru yang menolak disebut nama.
Kabar guru sekolah mencari uang tambahan dengan menjual buku kepada siswa, membuat Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Badung, Provinsi Bali, geram. Dinas langsung mengedarkan selebaran berisi larangan kepada guru sekolah menjual buku-buku kepada siswa.
Sikap ini diteruskan oleh UPT (Unit Pelayanan Terpadu) Disdikpora kecamatan ke sekolah-sekolah. Celakanya, larangan Dinas ini terlambat. Sebab, sejumlah sekolah sudah terlanjur mengadakan buku untuk siswa. Tak ayal selebaran Disdikpora itu membuat sejumlah sekolah kelimpungan.
"Kok baru (ada larangan sekolah menjual buku dan seragam)? Kita sudah terlanjur mengadakan, masak harus membatalkan? Uangnya harus dikembalikan atau bagaimana?" kata seorang guru sekolah dasar (SD) di Kecamatan Mengwi sambil menolak menyebut nama, Rabu (27/08).
Ia juga menyebut kebijakan Disdikpora ini cukup membuat pihak sekolah bingung. Sebab, tidak ada anggaran dari BOS (bantuan operasional siswa) untuk pengadaan buku pelajaran siswa. "Kalau tidak ada buku, gimana siswa belajar?" tukasnya.
Sementara itu, Kepala Disdikpora Badung I Ketut Widya Astika justru membantah ada larangan seperti itu. Pihaknya mengaku hanya mengingatkan agar sekolah kembali pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku.
Salah satu aturan yang tercantum dalam Permendiknas khususnya pada pasal 11 dinyatakan bahwa pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah/madrasah dilarang bertindak sebagai distributor atau pengecer buku kepada peserta didik di satuan pendidikan.
Aturan ini, katanya, bisa diterjemahkan sekolah dilarang sebagai distributor buku, tapi siswa harus memiliki buku. "Kita ingatkan sekolah-sekolah agar kembali pada Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008, di mana ditegaskan sekolah memang dilarang menjual buku," ujarnya.