Baca pledoi, SDA ceritakan keberhasilan jadi Menteri Agama
SDA mengklaim ketika dirinya menjabat Menteri Agama, kementerian mengalami kemajuan.
Suryadharma Ali (SDA) kembali mengikuti sidang lanjutan dengan agenda membaca pledoinya. Dalam pledoinya, SDA membeberkan beberapa kesuksesannya ketika periode Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono. SDA mengklaim ketika dirinya menjabat Menteri Agama, kementerian mengalami kemajuan.
"Nota pembelaan saya dibuat selain upaya daya menjelaskan duduk persoalan yang dituntutkan kepada saya, juga saya buat sebagai pertanggungjawaban sebagai kepala keluarga, mantan Menteri Agama. Oleh karenanya saya ingin menyampaikan sedikit suksestor tidak untuk dipuji. Bisa dijadikan catatan pembenahan di kemenag kepada institusi yang saya pimpin," ucapnya ketika sedang membacakan pledoinya di ruang sidang Tipikor, Jakarta, Kemayoran, Senin (4/1)malam.
Kemudian dalam pledoinya, SDA membeberkan dan melihatkan pertanggungjawaban kepada SBY yang telah memberikan kepercayaan kepadanya.
"Pertanggungjawaban ini disampaikan kepada presiden SBY yang memberikan kepercayaan sangat luar biasa kepada saya selaku menteri koperasi dan UKM periode 2004 -2009 dan menteri agama 2009-2014. Percayalah di era Presiden SBY ini, pelaksana di Kementerian beragama bidang pendidikan telah mengalami kemajuan yang membanggakan untuk negara dalam jabatan saya selaku menteri agama," bebernya.
"Alhamdulillah saya telah bekerja dengan sungguh-sungguh saya membantu 126 ribu jemaah dan itu hanya diserahkan kepada Allah SWT saya tidak akan menyesali. Sepenuhnya saya serahkan kepada majelis hakim demi keadilan Yang Maha Esa," lanjutnya.
Lalu, SDA menceritakan keberhasilannya selama menjabat menjadi menteri agama yaitu bisa mengolah keuangan haji yang awalnya tidak terlalu baik menjadi baik. Mengelola keuangan haji dengan menyeleksi bank-bank yang kredibel.
"Maka seluruh hasil manfaat dipergunakan sepenuhnya untuk pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji. Karena itu sejumlah komponen penyelenggaraan ibadah haji yang mestinya dibayar jemaah tidak lagi dibayar jemaah tapi dibayar oleh hasil manfaat yaitu dalam bahasa bank konvensional disebut bunga yang disimpan ada yang 5, 8, 10, 12 tahun," ungkapnya.
Lanjut, menurutnya dalam totalitas hasi manfaat tersebut dipergunakan untuk biaya operasional haji.
"Komponen yang tidak lagi perlu dibayar jamaah haji meliputi pembuatan paspor sebesar Rp 175 ribu, 'general service fee' sebesar 275 dolar AS, biaya makan di pemondokan di Indonesia, kemudian di Jeddah, Arafah, Mina juga dibebaskan termasuk pembiyaan makan di hotel transito Jeddah,"ungkapnya.
Bukan hanya biaya makan di pemondokan haji yang digratiskan, biaya manasik haji dan transportasi lokasi Jeddah-Mekkah-Madinah-Arofah-Musdalifah-Mina-bandara juga pun SDA gratiskan.
"Demikian juga yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang mungkin kecil tapi sangat penting seperti gelang haji sebagai identitas haji Indonesia itu juga dibebaskan.Dengan demikian dari segala komponen ibadah haji tinggal 2 komponen yang harus mereka bayar, yang pertama tiket pesawat yang kedua untuk perumahan di Mekkah," tandasnya.
Diketahui sebelumnya, JPU KPK telah menuntut Suryadharma Ali dengan 11 tahun penjara dan denda Rp 750 juta , subsider 6 bulan dalam kasus korupsi pengelolaan haji.
JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa telah menyelewengkan pengelolaan haji dan merugikan uang negara atau perekonomian negara akibat penyimpangan Suryadharma Ali mencapai Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal.
Terdakwa dugaan korupsi pengelolaan haji mantan menteri agama Suryadharma Ali dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 750 juta dengan subsidair 6 bulan kurungan penjara.
"Kami Penuntut Umum menuntut meminta supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan amar putusan dengan menyatakan terdakwa Suryadharma Ali terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, oleh sebab itu terdakwa dihukum 11 tahun penjara, denda Rp 750 juta dan denda tambahan Rp 2 Miliar, subsidair 6 bulan kurungan penjara," ucap Jaksa Penuntut Umum KPK, Muhammad Wiraksanjaya ketika membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta,Kemayoran,Rabu (23/12).
Atas perbuatannya, Suryadharma Ali dijerat pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1).