Bau lendir di Legian, dari Viagra hingga PSK
Di tengah ribuan manusia, para gadis seksi dengan dandanan menggoda coba menjajakan diri.
Tak ubahnya seperti di daerah Gajah Mada, Jakarta Pusat atau Lokasari di Jakarta Barat. Aktivitas di Legian juga berbau lendir. Obat kuat jenis viagra dan penjaja seks komersial juga ada di sini. Namun mereka tidak terang-terangan jual obat kuat bertempur di atas ranjang itu. Mereka sembunyi untuk menjajakannya kepada para pelancong bule maupun lokal.
Sabtu malam Minggu pekan kemarin, suasana di Jalan Legian begitu sesak. Di trotoar jalan berisi ribuan manusia dari Indonesia hingga mancanegara. Dentuman musik disk jokey membuat badan asyik mengikuti irama.
Tepat di depan sebuah kelab malam, manusia makin padat. Mau masuk pun harus antre. Tempat itu menawarkan hiburan musik malam. Tepat di sampingnya sebuah bangunan belum jadi, ada sekitar lima anak muda memegang viagra, mereka mengepalkan tangan seraya menawarkan obat kuat itu kepada para bule.
"Oh no no," kata bule wanita berkulit sedikit cokelat seraya jalan menuju ke arah lain. Ada juga bule yang ogah menanggapi penjual viagra.
Tidak berselang lama, pemuda dengan celana jeans dan mengenakan topi dibalik langsung sigap mendekati bule wanita lain. Tangannya sigap merangkul bule itu dan menawarkan obat kuat. Bule berambut pirang dan memakai dress warna merah tanpa lengan itu hanya tertawa keras. Dia tidak berminat ditawari obat kuat.
Lima menit kemudian, penjual viagra itu beruntung. Ada tiga pasangan ABG bule baru saja keluar dari sebuah pub. Mereka tertawa puas sambil membagikan permen jenis loly pop kepada penjual viagra. Tawaran obat kuat pun diambil pasangan ABG bule itu. Mereka lantas naik sepeda motor menuju ke arah pantai Kuta. Begitulah aksi penjual Viagra di Jalan Legian.
Daniel, 20 tahun, begitu panggilan penjual obat kuat tersebut mengaku menjual Viagra seharga Rp 50 ribu. Dalam tasnya ada puluhan kotak viagra untuk dijual. "Rp 50 ribu saja," kata dia.
Seorang pekerja seks komersial menawarkan diri untuk tidur bareng selama satu jam Rp 500 ribu. Pelacur itu bernama Wina, mengaku asal Bali. Tinggi badannya cuma sekitar 150 sentimeter. Dia tampak menggoda dengan balutan tanktop hitam dan celana pendek jeans warna biru. Tak ketinggalan sepatu hak tinggi dengan tas menggantung warna hitam.
"Lima ratus ribu satu jam," kata Wina menawarkan diri.
Wina enggan menurunkan harga untuk layanan ranjang yang dia jual. Jika setuju, pelanggan langsung membawa Wina ke hotel untuk tidur bareng. Di dekat Wina, ada empat orang temannya dengan pakaian serupa. Bercelana pendek dan tanktop serta dress pendek. Dari empat temannya hanya wajah Wina yang lumayan dipandang mata.
"Kalo mau, nggak bisa kurang. Itu buat naik taksi nanti," ujarnya. Tidak lama Wina dibooking pelancong berwajah Timur Tengah untuk tidur bareng ke sebuah hotel.
Dia pun menghilang sesaat dari hingar bingar di Legian.