Begitu tiba di Jakarta, ratusan WNI terkait ISIS akan dicuci otak
Begitu tiba di Jakarta, ratusan WNI terkait ISIS akan dicuci otak. Pemerintah akan memulangkan ratusan WNI terkait ISIS dari Suriah. Mereka nantinya akan dicuci otak selama dua bulan oleh BNPT.
Ratusan WNI terkait ISIS di Suriah akan dipulangkan ke Indonesia. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta seluruh kepala daerah baik gubernur, bupati maupun wali kota di Indonesia untuk menyambut kedatangan mereka dengan baik.
Sambutan itu harus diberikan layaknya para kepala daerah menyambut kedatangan para eks Gafatar di beberapa provinsi kemarin. Kembalinya WNI terkait ISIS ini akan dilakukan usai dicuci otak sekira dua bulan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) di Jakarta.
"Anggaran menyangkut radikalisme dan terorisme. Rapat dengan BNPT teman-teman kita akan kembali dari Suriah. Sebulan sampai dua bulan nanti akan dicuci otaknya di Jakarta. Habis itu sama dengan modelnya Gafatar, kepala daerah (gubernur/bupati dan wali kota) kami minta menjemput mereka," kata Tjahjo Kumolo saat pidato di acara Pembukaan Musrenbangwil di Gedung Ghradika Bhakti Pradja Pemprov Jateng, Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jawa Tengah Selasa (7/2).
Tjahjo mengaku jika ini merupakan kerja sama antara TNI-Polri dan Pemerintahan Derah (Pemda). Dirinya berpesan agar kasus eks Gafatar yang sempat mengejutkan dan tiba-tiba membuat heboh di media tidak terulang saat pemulangan WNI terkait ISIS ke Indonesia.
"Memang tidak mudah, ini juga termasuk pekerjaan intel polri dan TNI. Jangan sampai seperti Gafatar, sudah proses rekrutmen, proses pelatihan tidak tahu, baru saat hijrah baru ketahuan," ungkapnya.
Tjahjo meminta supaya TNI-Polri untuk melakukan penyelidikan ada upaya deteksi dini dalam setiap kejadian di berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari deteksi dini soal radikalisme, terorisme termasuk bahaya narkoba.
"Rapim terpadu TNI-Polri, TNI punya keahlian intelijen, opsional, polisi juga ada intelkam. Sampai Babinsa juga ada untuk deteksi dini seluruh wilayah yang ada. Operasi intelijen harus difokuskan kembali. Kalau tidak negara dalam kondisi bahaya. Termasuk bahaya narkoba," paparnya.
Tjahjo bahkan mengibaratkan, jika ada gelas pecah, siapa yang membawa gelas dan kenapa bisa pecah dan siapa yang memecahnya bisa terdeteksi dini secara cepat.
"Kami ingin gelas pecah di satu rumah, satu RW atau satu RW bisa cepat diselesiakan. Saya alami era itu. Gelas pecah rumah kasi intel rapat, bisa cepat temukan siapa bawa gelas, di rumah siapa? Pecah kenapa? Selesai. Tidak sampai sehari diselesaikan dengan baik. Kalau tidak ada deteksi dini jadi repot. Permasalahan dini jadi repot," ujarnya.
Tjahjo juga menduga bahwa ratusan pengikut dan simpatisan ISIS dari Indonesia ini mengingatkan dirinya saat Menteri Koperasi Adi Sasono menjabat banyak warga Indonesia yang mengenyam pendidikan di Suriah.
"Harus kita ingat, zaman Pak Adi Sasono menjabat Menkop, ada orang-orang yang disekolahkan ke Suriah. Mereka bekerja di mana? Ke mana orang-orang ini? Ini satu contoh," ujarnya.
Tjahjo mencontohkan, lemahnya kinerja intelijen di beberapa wilayah termasuk di Jakarta.
"Di Jakarta, di Ciganjur punya lapangan ternak kuda. Kalau malam buat latihan perang. Tahu enggak? Ya tahu. Lebih gampang masuk istana dari pada masuk peternakan kuda. Harus dimonitor, apapun," tuturnya.
Termasuk, pergerakan radikalisme dan terorisme yang juga berkembang di Jawa Tengah juga sejak dini harus diwaspadai.
"Jateng bagian tengah, aliran paham radikalisme ke Brebes, Tegal, Pekalongan. Bisa masuk juga ke Temanggung, Solo Raya seperti Karangnyar, Klaten dan sekitarnya. Pola-polanya harus dicermati. Dari sisi pemerintahan lima tahun ini, masalah radikalisme, terorisme dan narkoba harus diwaspadai," bebernya.
Yang tidak kalah penting, Tjahjo menambahkan, munculnya paham radikalisme dan terorisme salah satu penyebabnya adalah persoalan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan sosial yang terjadi di beberapa wilayah.
"Persoalan lain, kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan sosial. Membangun untuk masyarakat daerah dan Jateng. Bukan membangun di Jateng, bukan membangun di Semarang," pungkasnya.