Berapa harga ideal rokok di Indonesia?
Belakangan muncul wacana kenaikan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus.
Pro kontra wacana kenaikan harga rokok terus bergulir. Kenaikan rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus dinilai belum maksimal.
Sosiolog Musni Umar menyebut jika harga rokok Rp 50 ribu masih terbilang sangat murah. Sebab, sejumlah negara maju bahkan sudah menjual per bungkus rokoknya dengan harga yang jauh lebih mahal, sehingga menurutnya pemerintah Indonesia juga harus mengaplikasikan hal tersebut.
"Harga Rp 50 ribu itu masih murah. Negara-negara maju seperti Australia, Selandia Baru, dan Singapura, di sana itu harga rokok itu di atas Rp 100 ribu lebih. Seharusnya di Indonesia juga demikian," ujar Musni kepada merdeka.com, Selasa (23/8).
Musni menilai, ada kaitan antara kebiasaan tidak sehat dari masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia, dengan begitu murahnya harga per-bungkus rokok yang dijual saat ini. Secara sosiologis, dirinya menyebut jika kebiasaan meminum kopi dan merokok di pagi hari, kerap dijadikan ritual bagi sebagian masyarakat menengah ke bawah di Indonesia, untuk menahan rasa laparnya hingga siang hari.
"Bagi mereka yang merokok itu bisa menahan lapar. Biasanya dari kalangan masyarakat bawah itu, di pagi hari mereka cukup ngopi dan merokok. Itu bisa menahan lapar mereka sampai siang hari sehingga mereka tidak perlu makan pagi," ujarnya.
Musni mengatakan, budaya yang tidak sehat dengan masih begitu murahnya harga rokok saat ini, akan menimbulkan dampak jangka panjang bagi masalah kesehatan para perokok. Hal ini di sisi lain juga akan menambah beban pemerintah, dalam hal penyediaan layanan dan biaya kesehatan bagi masyarakat.
"Untuk jangka panjangnya itu mereka menimbulkan masalah kesehatan. Kalau kondisi ini dibiarkan, yang susah adalah pemerintah. Karena mereka harus menyediakan anggaran yang besar melalui BPJS," kata Musni.
Untuk itu, Musni mengaku mendukung kenaikan harga rokok di Indonesia, karena menurutnya hal itu akan mampu menekan tingkat konsumsi masyarakat pada rokok. Selain itu, hal tersebut juga akan meringankan beban pemerintah dalam penyediaan layanan kesehatan, serta membuat masyarakat lebih sehat karena berkurangnya aktifitas merokok, akibat harga yang meroket tinggi.
"Secara sosiologis juga akan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat bawah untuk merokok. Jika demikian, maka kesehatan mereka akan lebih baik. Kemudian dari sisi pemerintah, biaya mereka untuk mengeluarkan dana pengobatan masyarakat akan berkurang, karena hidup mereka jadi lebih sehat," pungkasnya.