Bidang Advokasi PDIP laporkan Pilkada Halmahera Tengah ke MK
PDIP melaporkan sengketa Pilkada untuk wilayah Halmahera Tengah (Halteng) maluku utara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Laporan ini dilakukan lantaran diduga ada kecurangan dalam pilkada terjadi di Patani Utara.
Badan Bantuan Hukum Dan Advokasi (BBHA) Pusat PDIP melaporkan sengketa Pilkada untuk wilayah Halmahera Tengah (Halteng) maluku utara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Laporan ini dilakukan lantaran diduga ada kecurangan dalam pilkada terjadi di Patani Utara.
Anggota Tim Badan bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA) Pusat PDIP, Ace Kurnia menyebut laporan itu sudah tercatat dengan Nomor 30/PAN.MK/2017. Sebagai kuasa hukum pasangan calon Bupati nomor urut 1 Pilkada Halmahera Tengah, yakni Mutiara T Yasin dan Khabir H Kahar, dia menyebut ini merupakan tindak lanjut dari pelanggaran di Patani utara dalam hal perolehan suara pada Pilkada serentak 2017. Pasangan itu diusung PDIP dan PBB,
"Panwaslu dalam hal ini kami sangat kecewa, tidak berani menindak lanjuti ini," ujar Ace Kurnia dalam keterangannya, Selasa (28/2).
Dia menjelaskan, sehari setelah pencoblosan pihaknya telah melaporkan pelanggaran itu ke Panwaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu RI. Tiap pelanggaran ini dianggap erat kaitannya dengan perolehan suara. "Pelanggaran pada proses dan penghitungan suara di Patani utara, ada sekitar 8 TPS," ujarnya.
Saat pleno KPU pertama, kata dia, pihaknya mengajukan keberatan, yang sebelumnya juga sudah laporkan ke Panwaslu. "Bahwa berdasarkan cek list di setiap saksi yang kami berikan mandat di TPS tersebut, banyak pemilih yang tidak hadir, tetapi ternyata surat suara habis, bahkan ada yang lebih," ungkap Ace.
Dia menjelaskan, ada satu penelitian, maksimal tingkat partisipasi itu 70 persen. Sehingga kalau sudah menyentuh angka 80 persen maka harus dicurigai.
"Di Halmahera tengah ini, 100 persen lebih. Kami cek kepada saksi-saksi kami ternyata, ditemukan bahwa ada orang-orang yang sudah meninggal ikut mencoblos, ada orang yang sudah pindah tempat atau daerah ikut mencoblos," terang Ace.
Itu semua, lanjut Ace, sudah dilaporkan dan akhirnya pada pleno KPU terakhir, Panwaslu mengeluarkan rekomendasi untuk membuka kotak suara. "Temuan kami luar biasa, ada di salah satu TPS dia cuma salin DPT-nya, nomor urut dan abjad persis, ada juga tidak sama sekali dia tidak tulis form C7, dari yang mereka tulis terdapat pemilik ganda dari nomor DPT yang sama dan ada ditemukan nama orang yang meninggal," cerita Ace.
Maka dari itu, pihaknya melaporkan ke MK adalah satu-satunya tempat untuk mengadukan pelanggaran itu. "Karena institusi pengawas dalam hal ini seperti Panwaslu, Bawaslu provinsi dan bawaslu RI tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan seperti itu," terangnya.