BNPT: Polisi paling jahat di mata teroris
'Hambatan kita utama itu, setiap menangkap kelompok teroris selalu dicap kita menindak aktivis agama.'
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) belum berani memastikan apakah penembakan Bripka Sukardi di depan Gedung KPK dilakukan oleh teroris. Untuk memastikan masyarakat diminta untuk tidak berspekulasi siapa pelaku teror tersebut.
"Perbuatan teror. Tetapi apakah masuk kelompok teroris, nah itu tunggu. Tunggu saja penyelidikan," ujar Kepala BNPT Ansyaad Mbai usai menjadi pembicara di acara Seminar Nasional Penanggulangan Terorisme: Antara Menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penegakan Hak Asasi Manusia di Hotel Shantika Premiere, Jl Pandanaran Kota Semarang, Kamis (12/9).
Soal adanya rekaman CCTV di gedung KPK dalam tragedi penembakan itu, Ansyaad tidak berani berspekulasi dan tidak berani menentukan apakah itu perbuatan teroris atau bukan. Apalagi, CCTV yang terekam dan kejadianya di waktu malam hari.
"Itu belum jelas kalau CCTV apalagi malam hari, baru dugaan-dugaan. Yang pasti nanti kalau orangnya sudah ketemu. Siapa yang megang motor itu terakhir kemudian dia serahkan siapa kan jadi DPO. Ini saja belum tertangkap. Mungkin saja bisa itu. Mungkin saja bisa lain," ungkapnya.
Namun, Ansyaad berkeyakinan jika aksi penembakan terhadap polisi sebelum di Gedung KPK yaitu di Ciputat, Cirendue dan Pondok Aren merupakan aksi teroris. Terutama terkait kelompok Abu Roban dengan kaki tanganya Santoso. Keduanya merupakan kelompok teroris Poso sisa-sisa dari kelompok teroris Aceh.
"Bisa saja yang terakhir ini ada kaitanya dengan yang dikerjakan terakhir. Tapi yang tiga di belakang Ciputat, Cirendue dan Pondok Aren itu jelas teroris kelompok dari Abu Roban dan berkaitan dengan Santoso dan itu berkaitan semua. Termasuk yang ini merupakan sisa-sisa yang belum tertangkap. Kita kejar, kita harus waspada. Ancaman teroris masih sangat serius, masih sangat serius," katanya.
Aksi dari kelompok Santoso dan Abu Roban ini tergolong berani bahkan bisa dibilang nekat. Sebab, mereka mencari sasaranya polisi.
"Bukan saja berani, kalau teroris memang nekat. Orang mereka cari mati kok. Tetap dan tidak berubah sasarannya. Toghut yang paling jahat di mata teroris ya polisi. Lagi enak-enak buat bom ditangkap sama polisi. Lagi enak-enak bunuh orang ditangkap. Ini paling jahat polisi di mata teroris. Tapi itu bukan di Indonesia saja di Irak, di Yaman, di Mesir itu begitu semua," katanya.
Ansyaad menjelaskan, upaya pemberantasan teroris di Indonesia saat ini mengalami kendala. Selain cara kerja teroris sangat rapi, juga pihak aparat kepolisian seperti Densus 88, saat menangkap teroris dianggap menindak aktivis agama.
"Hambatan kita utama itu, setiap menangkap kelompok teroris selalu dicap kita menindak aktivis agama. Jadi kita serba hati-hati," katanya.