BPPT Ungkap Keunggulan Flare Produksi Dalam Negeri untuk Operasi Modifikasi Cuaca
Flare CoSAT (Cloud Seeding Agent Tube) 1000 produksi PT Pindad tersebut telah digunakan dalam operasi teknologi modifikasi cuaca, untuk menambah tinggi muka air Danau Toba pada April 2021.
Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bakal memanfaatkan bahan semai Flare/CoSAT buatan dalam negeri untuk operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) di masa mendatang. Flare CoSAT (Cloud Seeding Agent Tube) 1000 produksi PT Pindad tersebut telah digunakan dalam operasi teknologi modifikasi cuaca, untuk menambah tinggi muka air Danau Toba pada April 2021.
"Operasi modifikasi cuaca untuk menambah tinggi muka air Danau Toba tersebut sekaligus menjadi tonggak sejarah terlepasnya Indonesia dari ketergantungan impor flare dari negara asing," kata Perekayasa Ahli Utama BBTMC–BPPT Samsul Bahri dalam Webinar Potensi Pemanfaatan TMC Berbasis Flare, Jakarta, Jumat (20/8).
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Apa yang dimaksud dengan PBI BPJS? PBI BPJS merupakan bagian dari program pemerintah yang bertujuan untuk menanggung biaya iuran BPJS Kesehatan bagi individu atau kelompok yang memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan.
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Kenapa KTT ASEAN digelar di Jakarta? KTT yang akan diselenggarakan di Jakarta tersebut menjadi momen penting bagi Indonesia sebagai tuan rumah untuk memfasilitasi dialog dan kerjasama antara pemimpin negara anggota.
-
Mengapa Museum BNPT dibangun? Museum ini bertujuan untuk menceritakan perjalanan dan sejarah terorisme di Indonesia.
Flare adalah bahan semai yang bersifat higroskopis terbuat dari bahan NaCl dan CaCl2. Kemudian flare ini akan dibakar dan menghasilkan partikel seperti asap, di mana sifat asap ini ringan sehingga mudah menyebar dan dianggap sebagai medium penghantar material higroskopis ke seluruh bagian awan paling efektif. Sebelumnya produk Flare/CoSAT yang digunakan dalam operasi TMC diimpor dari Amerika Serikat.
"TMC berbasis flare adalah suatu teknik terkini dalam penyemaian awan, di mana pelepasan partikel kimia ke dalam awan dilakukan dengan cara suar atau flare," papar Samsul Bahri.
Samsul menambahkan, BPPT dan PT Pindad (Persero) sebenarnya sejak 2010 sudah berhasil memproduksi flare dalam negeri. Namun sertifikasi kelaikan baru dikeluarkan November 2020.
"CoSAT 1000 sangat praktis, cepat dan mudah dalam operasionalnya. Partikel CCN yang dihasilkan flare/CoSAT 1000 sangat halus sekitar 0,7–3,3 mikron, dan tidak terjadi penggumpalan bahan semai," ujarnya.
Kelebihan TMC berbasis flare, lanjut Samsul Bahri, waktu loading flare/CoSAT 1000 hanya beberapa menit siap diterbangkan pesawat, sehingga maksimal dalam mendapatkan window opportunity atau menyemai di range periode life time pertumbuhan awan.
"Faktor ketinggian lokasi bandara tidak berpengaruh, sehingga lebih efektif dan efisien, serta mendukung keberhasilan TMC yang tinggi," ujarnya.
Sementara itu Deputi TPSA BPPT Yudi Anantasena, potensi TMC dari tahun ke tahun semakin meningkat, terutama potensi TMC berbasi Flare/CoSAT 1000 yang memiliki nilai ekonomis tinggi di masa mendatang, baik untuk memenuhi ketersediaan air waduk atau danau, pencegahan bencana hidrometeorologi, dan untuk mendukung peningkatan aktivitas sektor pertambangan.
"Selain bidang kebencanaan, peranan TMC berbasis flare diharapkan dapat mendukung ketahanan pangan dan PLTA. Dalam PERPRES 60/2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, telah menetapkan 15 danau prioritas nasional, mulai Sumatera Utara hingga Papua," ujar Yudi Anantasena.
Koordinator Bagian Umum BBTMC–BPPT Budi Harsoyo menyoroti pengurusan izin flare yang panjang, baik penggunaan, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan penggunaan, pemilikan, serta pemusnahan. Sementara masa berlaku izin yang singkat dan harus terus diperpanjang.
"TMC sangat tergantung pada keberadaan awan dan cuaca yang sangat cepat berubah, sering terjadi peluang cuaca tersebut hilang dan operasi menjadi mundur atau tidak jadi dilaksanakan karena persyaratan dan izin flare belum selesai," ujarnya.
Menurut Budi Harsoyo, flare TMC meski dikategorikan sebagai handak (bahan peledak), namun bukan termasuk kategori high explosive, tetapi low explosive.
"Karena penugasan TMC seringkali bersifat mendadak dan perlu reaksi cepat untuk tujuan darurat bencana, kiranya alur birokrasi perizinan flare dapat dipertimbangkan untuk disederhanakan atau dikecualikan dibandingkan handak lain," tandasnya.
Kepala BBTMC-BPPT Jon Arifian menuturkan TMC berbasis flare ini sudah mulai diuji coba sejak 1999, untuk pengisian DAS Larona (Danau Matano, Mahalona dan Towuti) di Sulawesi Selatan.
Implementasinya melalui kerja sama riset tiga negara saat itu, yaitu BPPT (Indonesia), Amerika (Atmospheric Incorporated/dilanjutkan Weather Modification Incorporated) dan Canada (PT Inco, Tbk–yang memanfaatkan DAS Larona tersebut pada saat itu).
"Hingga saat ini metode flare sudah beberapa kali digunakan dalam operasi TMC baik menggunakan pesawat Piper Cheyenne ataupun dari darat menggunakan menara GBG (Ground Based Generator). Seperti Operasi TMC pencegahan banjir Jabodetabek lalu dan operasi TMC untuk PLTA dan kebutuhan pertambangan," paparnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan ke depannya teknologi Kecerdasan Artifisial (KA) dan IoT diharapkan dapat membantu BBTMC secara khusus dalam melaksanakan operasi TMC.
"KA menyediakan sebuah evidence-based forecasting terhadap kondisi wilayah daerah target TMC, sedangkan IoT dapat mendukung otomatisasi dalam pelaksanaan TMC terutama TMC berbasis Flare/CoSAT 1000 menggunakan metode Ground Base Generator. Selain itu, juga telah dijajaki riset penggunaan drone satau pesawat nir awak yang digunakan untuk menghantarkan bahan semai Flare/CoSAT ini ke dalam awan," ujar Hammam Riza.
Baca juga:
Dukung Bandara Cerdas, BPPT Kembangkan Alat Pendeteksi Kerumunan
Konsep Smart Airport Diharapkan Genjot Pendapatan Angkasa Pura II
BPPT: Pengembangan EBT Tak Bisa Berjalan Sendiri-Sendiri
Deteksi Dini Gempa dan Tsunami, BPPT Segera Operasikan 3 Teknologi Mitigasi Bencana
Hujan Buatan Sukses Naikkan Air di Danau Toba, Bantu 3 Bendungan dan 2 PLTA
BPPT: Ada Kemungkinan KRI Nanggala-402 Terbawa Arus ke Perairan Lebih Dalam