Cegah kriminalisasi selama Pilkada, Polri ajak kejaksaan dan KPK buat MoU
Syafruddin menjelaskan, penegak hukum, Polri, Kejaksaan dan KPK, sebenarnya sudah memiliki banyak kesepakatan untuk perhelatan pesta demokrasi. Di mana kasus yang melibatkan calon kepala daerah, sementara dihentikan. MoU itu berlaku pada Pilkada 2015 dan 2016.
Wakil Kepala Kepolisian RI Komjen Syafruddin menilai, perlu ada kesepakatan baru atau MoU antara penegak hukum untuk menyambut Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019 mendatang. Tujuannya untuk menghindari tudingan kriminalisasi oleh partai maupun calon kepala daerah.
Untuk diketahui, kader partai Demokrat Syaharie Jaang merasa dikriminalisasi lantaran diperiksa oleh kepolisian. Jaang diperiksa tak ada kaitannya dengan Pilkada 2018 yang akan digelar secara serentak, melainkan tentang kasus lahan parkir.
-
Apa yang diharapkan dari kolaborasi KPK dan Polri ini? Lebih lanjut, Sahroni tidak mau kerja sama ini tidak hanya sebatas formalitas belaka. Justru dirinya ingin segera ada tindakan konkret terkait pemberantasan korupsi “Tapi jangan sampai ini jadi sekedar formalitas belaka, ya. Dari kolaborasi ini, harus segera ada agenda besar pemberantasan korupsi. Harus ada tindakan konkret. Tunjukkan bahwa KPK-Polri benar-benar bersinergi berantas korupsi,” tambah Sahroni.
-
Siapa yang mengapresiasi kolaborasi KPK dan Polri? Terkait kegiatan ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni turut mengapresiasi upaya meningkatkan sinergitas KPK dan Polri.
-
Siapa yang melaporkan Dewan Pengawas KPK ke Mabes Polri? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara perihal Nurul Ghufron yang melaporkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan pencemaran nama baik.
-
Kapan kasus pungli di rutan KPK terungkap? Kasus tersebut rupanya dilakukan secara terstruktur oleh salah satu mantan pegawai KPK bernama Hengki. Di saat yang bersamaan, penyidik KPK yang juga mengusut kasus pungli tersebut telah mengumumkan Hengki sebagai tersangka.
-
Bagaimana cara agar kolaborasi KPK dan Polri ini efektif? “Tapi jangan sampai ini jadi sekedar formalitas belaka, ya. Dari kolaborasi ini, harus segera ada agenda besar pemberantasan korupsi. Harus ada tindakan konkret. Tunjukkan bahwa KPK-Polri benar-benar bersinergi berantas korupsi,” tambah Sahroni.
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Syafruddin menjelaskan, penegak hukum, Polri, Kejaksaan dan KPK, sebenarnya sudah memiliki banyak kesepakatan untuk perhelatan pesta demokrasi. Di mana kasus yang melibatkan calon kepala daerah, sementara dihentikan. MoU itu berlaku pada Pilkada 2015 dan 2016.
"Ingat, ada MoU. MoU itu isinya manakala paslon sudah dinyatakan maka ditunda," katanya di gedung Koni, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (8/1).
Meski begitu, pada 2017 ada yurisprudensi. Sehingga, dia mengungkapkan, proses hukum pada masa kampanye bisa terjadi. Hal itu yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan agama.
"Namun demikian pada pilkada 2017 terjadi yurisprudensi yang baru," tambahnya.
Maka dari itu, Syafruddin menyarankan Polri, KPK, dan Kejaksaan kembali menandatangani MoU. Supaya tidak ada lagi ribut-ribut kriminalisasi.
"Oleh karena itu sekarang pihak polri kejaksaan dan KPK tentu sebaiknya membuat MoU baru," tukas dia.
Mengenai masalah dugaan kriminalisasi yang disampaikan Partai Demokrat, Syafruddin eggan menanggapi. Seperti kasus Sylviana Murni yang muncul pada Pilkada 2017 lalu. Kelanjutannya dia serahkan kepada penyidik.
Baca juga:
14.794 Personel Polri-TNI amankan Pilkada Serentak di Sumut
Pilkada serentak 2018, polisi petakan 240 TPS rawan di Sumsel
750 Personel gabungan dikerahkan amankan Pilwalkot Padang
Kapolri ajak penegak hukum tak periksa paslon saat Pilkada 2018
Amankan Pilkada, Polda Bali sebar 10.000 personel di 7.500 TPS