Cerita Mengerikan Perantau Saat Kerusuhan di Wamena, Rumah, Kios & Motor Dibakar
Kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, menjadi kenangan kelam. Hal ini dirasakan langsung oleh Defrizul (45). Pria asal Padang, Sumatera Barat mengaku sudah 19 tahun merantau ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, menjadi kenangan kelam. Hal ini dirasakan langsung oleh Defrizul (45). Pria asal Padang, Sumatera Barat mengaku sudah 19 tahun merantau ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Dia menjelaskan, pada Senin 23 September lalu, kerusuhan pecah sekitar pukul 09.00 Wita. Dalam peristiwa tersebut rumah dan tiga kios sembakonya habis dibakar massa.
-
Kapan Luweng Wareng terbentuk? Gua ini terbentuk ribuan tahun lalu akibat proses geologi amblasnya tanah dan vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Apa kesulitan yang dialami ibu Persit di Wamena? Kesulitan Menyalakan Kompor Ibu Persit yang tidak diketahui namanya itu sempat kesulitan menyalakan kompor minyak tanah yang sedikit rumit dibandingkan dengan kompor gas. Beberapa kali api yang sudah dinyalakan harus mati, sehingga ia harus menyalakan api berkali-kali.
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Siapa yang kesulitan menyalakan kompor minyak tanah di Wamena? Ibu Persit yang tidak diketahui namanya itu sempat kesulitan menyalakan kompor minyak tanah yang sedikit rumit dibandingkan dengan kompor gas. Beberapa kali api yang sudah dinyalakan harus mati, sehingga ia harus menyalakan api berkali-kali.
-
Di mana ibu Persit ini tinggal di Wamena? “Nah yang uniknya juga di Wamena adalah kompor minyak tanah. Jadi di rumah dinas pak Gading masih pakai kompor minyak tanah guys. Tapi katanya ada juga yang sudah pakai kompor listrik dan kompor gas. Tapi harga gas di Wamena itu lumayan tinggi,” kata ibu Persit tersebut.
"Saya pedagang, yang terbakar rumah, 3 kios, ada Rp 300 juta kerugian untuk satu kios," kata Defrizul saat ditemui di Safe House Lanud TNI AU, I Gusti Ngurah Rai, Bali, Kamis (3/10).
Saat kerusuhan dirinya bersama sanak keluarga sempat mengungsi selama sepekan mencari tempat aman. Saat itu masa sudah mulai anarkis dengan membawa senjata tajam dan bom molotov. Sehingga banyak pendatang memilih pulang kampung.
"Sempat mengungsi satu minggu, Alhamdulillah (keluarga) tidak ada yang terluka. (Waktu) kerusuhan masyarakat mulai anarkis rumah di dalam kota terbakar. Semuanya jadi pulang kampung dulu," ungkapnya.
Defrizul juga menjelaskan, waktu kerusuhan ada warga lokal ikut membantu para warga pendatang. Karena saat terjadinya pembakaran di Wamena, warga pribumi sempat menghalangi, namun dikejar massa yang anarkis sehingga ketakutan.
"Ada yang bantu, ada juga tidak karena mereka (warga pribumi) juga ketakutan. Waktu pertama kebakaran masyarakat pribumi menghalangi, tapi karena mereka dikejar (oleh massa) mereka lari juga," tuturnya.
Defrizul juga mengungkapkan, kendati ada kerusuhan di Wamena, dirinya akan tetap kembali ke Wamena. Menurutnya, selama ini dirinya dengan warga pribumi berhubungan baik.
"Selama ini saya merasa damai, nyaman tenang dan berbaur sama masyarakat tidak ada gangguan apapun. Tidak tahulah kejadian apa yang membuat seperti ini. Kita berbaur seperti biasa, tidak ada gangguan apa-apa," ujarnya.
"Saya merasa senang dengan masyarakat asli pribumi di situ, ini kan yang bikin kacau bukan pribumi asli kan, dari kabupaten lain, bukan (dari) Kabupaten Jayawijaya," ungkapnya.
Defrizul juga menjelaskan, saat kejadian dirinya juga sempat panik karena tidak bisa menghubungi keluarganya di Sumatera Barat, karena jaringan telepon tidak ada.
"Sempat panik karena jaringan telepon tidak ada. Waktu itu sempat pakai Indosat dan juga Telkomsel tapi tidak bisa. Iya, harapannya semoga cepat aman di sana supaya cepat kembali lagi," ujarnya.
Defrizul bersama anak dan istrinya serta keluarganya kini kembali pulang kampung ke Padang. Namun, setelah mengantarkan keluarganya ia akan kembali ke Wamena.
"Saya mengantar anak dan istri sama adik-adik semuanya ke Padang. Paling lama dua minggu lagi ke sana (Wamena). Karena di sana merasa tenang, karena masyarakat yang punya lokasi juga dekat sama kita," ujarnya.
Sementara Nur Wahid (60) yang berasal dari Probolinggo, Jawa Timur, menceritakan, bahwa dirinya sudah 12 tahun merantau dan menjadi tukang ojek di Wamena.
Ia menyampaikan, saat kerusuhan terjadi di Wamena, rumah yang ditempatinya bersama adiknya juga dibakar massa. Ia juga melihat banyak korban tewas karena massa anarkis.
"Itu rumah milik orang Makassar, saya suruh jaga rumah itu. Waktu dibakar saya lari lewat belakang. Waktu itu kejadian jam 9 pagi. Akhirnya ada anggota, saya selamat. Tapi rumah dan motor 6 habis semua," ujarnya.
Nur Wahid juga menjelaskan, dirinya selamat bersama keluarganya karena lari ke perumahan TNI dan sempat juga terpisah dengan keluarganya. Namun keluarganya selamat semua.
"Saya 6 keluarga, selamat semua. Iya keluarga ada yang terpisah tapi selamat. Waktu itu saya lari ke Perumahan TNI, kalau tidak lari mati," ujarnya.
Nur Wahid juga menceritakan, massa selain membawa senjata tajam juga membawa bensin. Massa campuran dari anak muda hingga orangtua dan ada juga yang pakai seragam sekolah tapi dilihat dari wajahnya bukan seorang pelajar.
"Iya ada yang pakai seragam sekolah, tapi orangnya tua-tua dan campuran (ada tua dan muda). Saya cuma dapat bantuan makan saja, saya sempat mengungsi lama juga," tandasnya.
Baca juga:
Selesaikan Konflik Papua, Pemerintah Diminta Kedepankan Dialog
Puluhan Warga Jabar Minta Dipulangkan dari Wamena
Asal Bisa Keluar Wamena, 4 Warga Aceh 'Nyelip' di Hercules Hingga Sampai Malang
VIDEO: Cerita Bidan Frisca Bertahan saat Tragedi Wamena
Diangkut Hercules TNI AU, 256 Pengungsi dari Wamena Tiba di Makassar Hari Ini
Anak dan Suami Terjebak di Wamena, Warga Purwakarta Harapkan Bantuan Pemda