Cerita pilu Rohingya terombang-ambing di laut diselamatkan nelayan
Etnis Rohingya yang terombang-ambing di tengah laut ada wanita dan laki-laki.
Ribuan pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh terapung-apung di wilayah perairan Indonesia, puluhan mil dari Kuala Langsa, Kota Langsa Aceh. Nelayan asal Aceh menemukan mereka dan membawanya ke daratan.
Banyak pihak turut perihatin mengapa etnis Rohingya sampai terlunta-lunta dan berjuang mempertahankan hidup di tengah ganasnya ombak laut. Mereka ingin kembali ke Myanmar negara asal mereka, tetapi ditolak.
Etnis Rohingya yang terombang-ambing di tengah laut ada wanita dan laki-laki. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua yang berumur di atas 50 tahun.
Berikut kisah pilu Rohingya terombang-ambing di laut diselamatkan nelayan:
-
Apa yang dilakukan oleh warga Rohingya di Pekanbaru? Mereka tiba tadi malam dan mengaku tidak tahu siapa yang membawa. Polisi mengamankan sebanyak 13 orang etnis Rohingya yang masuk wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Mereka terlantar di jalan protokol yakni di pinggir Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru.
-
Di mana pengungsi Rohingya di Aceh berlabuh? Pantai di Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang yang menjadi tempat mereka bersandar.
-
Apa yang dilakukan Rohingya ini? Anggota Polsek Panipahan menemukan 11 orang Rohingya dan 11 Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menyebrang ke Malaysia secara ilegal.
-
Dimana para pengungsi Rohingya dijemput oleh warga Aceh? Warga Aceh ini menjemput pengungsi Rohingya di sekitar perairan laut Sabang.
-
Mengapa warga Aceh terlibat dalam penyelundupan Rohingya? Mereka diminta mengerjakan pekerjaan ilegal itu oleh seorang agen penyelundup di Malaysia.
-
Apa yang dilakukan oleh warga Aceh terhadap pengungsi Rohingya? Warga Aceh ini menjemput pengungsi Rohingya di sekitar perairan laut Sabang. Mereka diminta mengerjakan pekerjaan ilegal itu oleh seorang agen penyelundup di Malaysia.
Teriakan anak-anak dan tangisan bayi di tengah laut
Suara teriakan anak-anak dan tangisan bayi memecahkan kesunyian malam di tengah laut lepas, sekitar 40 mil dari Kuala Langsa, Kota Langsa Aceh. Isak tangis kaum hawa dan anak-anak bukan hanya karena kelaparan dan dehidrasi, tetapi sudah 4 bulan terkatung-katung dalam laut.
Perahu yang ditumpangi mereka pun nyaris tenggelam. Sebagian dari badan perahu tersebut sudah masuk air. Semakin lirih, kondisi laut yang gelap, semakin membuat kaum hawa dan sebagian anak-anak panik dan menangis histeris. Seakan-akan hidup mereka sudah berakhir dan hanya menunggu waktu malaikat maut mencabut semua nyawa mereka.
"Kondisi mereka saat kami temukan sangat memprihatinkan, perahu sudah rusak dan air sebagian sudah masuk ke perahu, anak-anak menangis dan perempuan berteriak histeris minta tolong," kata M Nur Daud (56), Sabtu (23/5). Dia orang yang sejak pertama menolong ratusan Rohingya ini di tengah laut.
Perahu nyaris tenggelam dan kondisi pengungsi banyak luka
Nelayan di perairan Kuta Langsa, Kota Langsa, Aceh menyelamatkan 682 etnis Rohingya yang terombang-ambing di lautan. Saat penyelamatan dilakukan, kondisi mereka sangat memprihatinkan. Bukan hanya perahu yang ditumpangi sudah rusak, kondisi tubuh mereka sendiri banyak luka-luka.
Luka-luka di sekujur tubuh mereka diduga karena perkelahian sesama di atas kapal. Antara etnis Rohingya asal Myanmar dengan pengungsi asal Bangladesh. Kebanyakan korban yang luka dari etnis Rohingya, tubuh mereka berlumuran darah tak hanya anak-anak tapi juga wanita.
"Saat kami temukan, ada banyak bekas luka di tubuh mereka, ada luka di kepala, lengan," kata M Nur Daud, seorang nelayan asal Langsa yang melakukan pertolongan saat itu, Sabtu (23/5).
Alami kelaparan akut
Etnis Rohingya memasuki perairan Indonesia secara ilegal. Mereka terdampar di Aceh setelah kapal yang mereka tumpangi kehabisan bahan bakar dan akhirnya diselamatkan nelayan setempat.
Puluhan Rohingya mengalami luka-luka di sekujur tubuh mereka. Selain itu, mereka juga mengalami kelaparan akut dan harus dirawat pemerintah Negeri Serambi Makkah.
Mereka ditengarai hendak menyeberang ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Namun di perjalanan mereka dihalau aparat Thailand lantaran tidak memiliki dokumen legal.
Selama empat tahun terakhir, etnis minoritas ini masih mengalami kondisi mengenaskan. Tidak ada bangsa di Asia Tenggara mau mengakui mereka sebagai warga negara yang sah.
Terendam dan terapung dalam air selama 6 jam
Nelayan asal Langsa, Aceh, M Nur Daud mengaku tidak bisa melupakan tragedi ketika baru pertama kali menemukan ratusan etnis Rohingya terdampar di tengah lautan. Yang dia pikirkan saat itu adalah persoalan kemanusiaan, meskipun awalnya dia mengaku tidak mengetahui dan mengenal siapa mereka.
Saat itu, sebagian dari laki-laki sudah melompat dalam laut. Saat dilihat kiri dan kanan, semua manusia yang terapung di atas air hanya terlihat kepala. Bahkan dia memperkirakan ada ratusan lainnya yang tenggelam dan sudah tewas.
Mereka hanya menggunakan pelampung seadanya untuk bertahan dalam arus ombak laut yang kencang. Meskipun cuaca normal, namun mereka hanya bertahan hidup dengan menggunakan pelampung dari jerigen dan barang-barang lainnya yang bisa terapung.
Kondisi mereka yang di dalam laut semakin memprihatinkan. Pasalnya, diperkirakan ratusan Rohingya dan warga Bangladesh sudah terendam dan terapung dalam air selama 6 jam. Bahkan ada sebagian dari mereka sudah lemah hingga harus dilakukan pompa di dada untuk mengeluarkan air dalam mulutnya. Termasuk ada yang didapatkan sudah tidak sadarkan diri.