Cerita prajurit Kopassus tak dapat pelayanan untuk operasi Seroja
Para prajurit harus membawa parasut, senjata lengkap, payung cadangan dan tas ransel seberat 38 kilogram.
Mantan Komandan Satuan Tugas Nanggala V Letjen TNI (Purn) Soegito menceritakan kenangannya saat penerjunan dalam rangka operasi Seroja di Kota Dili, Timor Timur pada 1975 lalu. Salah satu momennya, yaitu prajurit Kopassus sekitar 263 orang tidak mendapatkan pelayanan dan perawatan untuk berperang.
"Pada siang hari Sabtu 6 Desember 1975, seluruh anggota Nanggala V berada di Lanud Iswahyudi di Madiun. Mereka harus menunggu sampai mau dibawa ke sasaran. Di Lanud tidak mendapat perawatan dan pelayanan yang semestinya untuk bertempur. Untuk makan kita 263 orang, petugas Nanggala harus mencari dan beli sendiri di seluruh rumah makan di Madiun," kata Soegito di Mako Kopassus, Jakarta, Senin (7/12).
Tak hanya itu, dirinya juga meminta uang lauk pauk prajurit untuk bisa melaksanakan latihan. "Sungguh sangat menyedihkan saya sebagai komandan harus melakukan tindakan yang tidak populer menarik uang lauk pauk anggota," kata dia.
"Selama persiapan kami lakukan latihan secara sederhana. Kondisi pasukan terbatas dan kekurangan. Walau demikian latihan dilakukan oleh seluruh anggota dengan semangat dan kesungguhan yang tinggi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada," sambung dia.
Para prajurit harus membawa parasut, senjata lengkap, payung cadangan dan tas ransel seberat 38 kilogram. Hal itu membuat prajurit kelelahan di dalam pesawat Hercules dengan perjalanan selama 6 jam menuju Dili.
"Sekitar pukul 10 malam, anggota harus masuk ke pesawat. Akan diterjunkan pukul 04.30 WIB atau 5.30 waktu setempat. Bisa dibayangkan bagaimana nikmatnya duduk berdesakan di lantai pesawat terbang selama 6 jam, dengan dibebani payung utama, cadangan, senjata lengkap dan ransel berisi perbekalan sebesar 35 kilogram di bawah payung cadangan. Tentu itu meninggalkan perasaan letih dan pasrah," kenang dia.
Lebih jauh, dia menceritakan hendak melakukan penerjunan, sontak para prajurit kaget adanya suara senjata musuh serta peluru menyasar di tubuh. Sementara salah satu crew pesawat tewas tertembak oleh musuh.
"Kaget melihat musuh yang dianggap katanya setara hansip. Namun alhamdulillah tiga jam setelah penerjunan, tiga sasaran dapat diduduki. Diketahui hari itu Mayor Atang, Muji Raharjo tertembak leher. Sementara 13 orang anggota gugur, 5 orang anggota hilang diyakini mereka tercebur di laut. Karena dua jenazah didapati di pantai Dili. 72 batal terjun, ke Kupang," kata dia yang dulu masih berpangkat Letkol.