Cerita Salim Kancil belajar ilmu kebal karena diancam akan dibunuh
Tidak ditemukan luka akibat sayatan benda tajam baik luka sabetan senjata tajam maupun gergaji di tubuh Salim Kancil.
Di bawah tekanan teror tim 12, Salim alias Kancil dan rekannya sesama petani penolak tambang tak bisa tenang. Beberapa rekannya bolak-balik ke Jakarta untuk meminta perlindungan beberapa LSM. Tak hanya itu, ancaman dibunuh yang diterimanya setiap hari, membuat Salim Kancil berguru ilmu kebal ke salah seorang Kyai.
"Iya ilmu kebal didapat dari Kyai di daerah Wotgalih," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir saat dihubungi, Rabu (7/10).
Salim Kancil memang merupakan salah satu jemaah Thoriqoh di salah satu Pondok Pesantren kawasan Wotgalih, Yosowilangun, Lumajang. Dia rutin ke pondok tersebut untuk mengaji. Dari Desa Selok Awar-awar, jika melewati daerah Kunir Lor, Wotgalih berjarak sekitar 28 kilometer, bisa ditempuh kurang lebih 45 menit. Dari sanalah Salim Kancil mendapat ilmu kekebalan tubuh.
"Bapak itu sebelum perkumpulan, 2 hari pulangnya malam terus. Bapak ke Pondok Pesantren di daerah Wotgalih. Itu sudah sering belajar di situ. Ilmu kebalnya dapat dari situ. Bapak sering diancam dibunuh," kata putri Salim Kancil, Ike Nurillah (21).
Meski begitu Salim Kancil tak arogan dan mudah tersulut emosinya. Bahkan tak ada satupun keluarga atau tetangganya yang tahu jika dia punya ilmu kebal. "Tapi bapak gak pernah memamerkan kekebalan itu," tuturnya.
Ilmu kebal yang dimiliki Salim Kancil terbukti. Ketika pria ini dijemput oleh gerombolan penjagal yang dikomandoi Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono, Salim Kancil justru merasa kebingungan. Kemudian dia diikat dan diseret menuju balai desa. Jarak antara rumah Salim Kancil dan balai desa sekitar dua kilometer. Selama perjalanan itu, Salim Kancil dipukuli beramai-ramai.
Di balai desa, Salim Kancil disetrum dengan senter, dihantam dengan balok kayu, ditimpa dengan empat batu berulangkali, dan terhitung beberapa kali sabetan senjata tajam mengenai tubuhnya. Bahkan bagian tubuh Salim Kancil sempat digergaji oleh rombongan penjagal. Mengetahui senjata tajam itu tak mampu melukai Salim Kancil, para penjagal makin geram.
Hingga akhirnya Salim Kancil diseret ke salah satu jalan sepi dekat makam, sekitar 10 meter dari rumah Sekretaris Desa, Rahmat. Di sana Salim Kancil dibiarkan tengkurap dengan kedua lengan masih terikat. Bagian belakang kepalanya dihantam dengan batu besar. Salim akhirnya mengembuskan napas terakhirnya. Di dekatnya banyak bongkahan batu dan kayu berserakan.
Anehnya berdasarkan data visum dari laporan kepolisian hasil proses penyidikan Polres Lumajang, Polda Jatim, dan Mabes Polri yang berhasil kami himpun dari sumber internal Kepolisian, tidak ditemukan luka akibat sayatan benda tajam baik luka sabetan senjata tajam maupun gergaji. Meski begitu ditemukan ada lubang menganga pada kepala Salim Kancil. Luka tersebut terletak di bagian belakang sebelah kiri sepanjang 2 sentimeter.
Ditemukan pula pendarahan deras yang keluar dari hidung, mulut, dan telinga korban. Diduga darah tersebut mengalir karena kerusakan pada dalam kepala atau otak. Hal tersebut karena benturan keras jarak dekat yang dilakukan secara berulang.
Kemudian pada dahi korban terdapat luka sepanjang 6 sentimeter. Sama sekali tidak ditemukan luka sayatan di leher korban. Namun di beberapa bagian tubuhnya terdapat luka lecet akibat tubuhnya diseret. Di sisi lain didapati memar di bagian pergelangan tangan. Hal tersebut karena tangan korban sebelum meninggal diikat dengan kuat.