Che Guevara, sahabat dekat Soekarno
Hari ini tepat 45 tahun lalu, Che ditembak mati tentara Bolivia. Sahabat dekat Bung Karno ini tewas dalam revolusi.
Pejuang revolusioner Kuba Che Guevara meninggal tepat 45 tahun lalu. Che ditembak mati tentara Bolivia tanggal 9 Oktober 1967. Saat itu Che memimpin perlawanan di negara tersebut. Dia meninggalkan jabatan menteri di Kuba dan memilih berjuang untuk negara-negara tertindas di Asia Selatan dan Afrika.
Che dan Presiden Soekarno ternyata sahabat dekat. Keduanya saling mengagumi dan mempunyai semangat yang sama untuk memajukan negara-negara dunia ketiga.
Kala itu, Fidel Castro dan Che Guevara baru memenangkan revolusi di Kuba. Pada Bulan Juni 1959, Castro mengutus Che melawat ke negara-negara Asia. Ada 14 negara yang dikunjungi Che, sebagian besar negara peserta Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955.
Tentu Indonesia sebagai tuan rumah konferensi Asia Afrika, mendapat lawatan khusus Che. Dia menemui Presiden Soekarno di Jakarta. Keduanya berdiskusi panjang lebar soal revolusi di masing-masing negara. Keduanya cocok karena sama-sama anti imperialis. Selain berdiskusi, Che juga menjalin kerjasama di bidang ekonomi antara Indonesia dan Kuba. Che juga sempat berwisata ke Candi Borobudur.
Dia yang terkesan dengan Soekarno kemudian mengundang Soekarno untuk ganti berkunjung ke Kuba.
Maka tahun 1960, Soekarno yang melawat ke Kuba. Pemimpin Kuba Fidel Castro langsung menyambutnya di Bandara Havana. Soekarno disambut meriah. Warga Kuba berdiri di sepanjang jalan membentangkan poster bertuliskan 'Viva President Soekarno'.
Soekarno banyak berdiskusi dengan Castro soal apa yang telah dilakukannya di Indonesia. Di tengah kepulan cerutu kuba yang legendaris, Soekarno memaparkan konsepnya soal Marhaenisme. Soekarno menjelaskan kemandirian di bidang ekonomi. Bagaimana rakyat bisa menjadi tuan di negerinya sendiri tanpa didikte imperialisme.
Fidel Castro yang juga anti-Amerika klop dengan Soekarno. Sejarah menunjukkan keduanya tidak pernah mau didikte Amerika Serikat.
Foto-foto Soekarno, Che dan Castro menunjukkan hubungan yang sangat dekat. Soekarno menghadiahi Castro keris, senjata asli Indonesia. Mereka tertawa seperti dua sahabat saat bertukar penutup kepala. Soekarno menukar kopiahnya dengan topi a la komandan militer yang menjadi ciri khas Castro. Che pun tampak senang mengenakan kopiah Soekarno.
Saat itu revolusi baru saja terjadi di Kuba. Castro dan Che baru menumbangkan rezim Batista dan mengambil alih kepemimpinan Kuba tahun 1959. Karena itu euforia revolusi terjadi di semua pelosok Kuba.
Yang unik, rombongan kepresidenan sempat berhenti hanya karena petugas polisi yang memimpin konvoi ingin menghisap cerutu.
Cerita itu dituturkan ajudan Soekarno, Bambang Widjanarko dalam buku 'Sewindu Dekat Bung Karno' terbitan Kepustakaan Populer Gramedia.
Saat itu dalam konvoi Soekarno ada tiga polisi yang memimpin iring-iringan kepresidenan sekaligus membuka jalan. Tiba-tiba polisi pemimpin konvoi menghentikan motornya dan menyuruh konvoi berhenti. Tentu saja semua peserta bertanya-tanya kenapa konvoi berhenti.
Polisi itu lalu mengeluarkan cerutu, dan menghampiri sopir Soekarno. Rupanya dia mau pinjam korek untuk menyalakan cerutu. Setelah menyala, polisi itu lalu memberi hormat pada Soekarno. Dia menaiki motornya dan memimpin konvoi kembali dengan gagah. Sambil menghisap cerutu kuba tentu saja.
"Bung Karno tertawa berderai melihat itu. Rupanya dia cukup paham Kuba masih dalam revolusi," ujar Bambang.
Lawatan ke Kuba sangat mengesankan untuk Soekarno. Sangat berbeda dengan lawatannya ke Washington beberapa waktu sebelumnya. Kala itu Soekarno tersinggung dengan Presiden Eisenhower yang sombong. Eisenhower menganggap remeh Soekarno yang dianggapnya datang dari negara dunia ketiga.
Dibiarkannya Soekarno menunggu di Gedung Putih hampir setengah jam lamanya. Amarah Soekarno pun meledak.
"Apakah kalian memang bermaksud menghina saya. Sekarang juga saya pergi," ujar Soekarno dengan marah.
Para pejabat AS pun kebingungan. Mereka sibuk meminta maaf dan meminta Soekarno tinggal. Eisenhower pun segera keluar menemui Soekarno.
Pada pertemuan berikutnya, Eisenhower menjadi lebih ramah. Dia sadar Soekarno tak bisa diremehkan.