Chaerul Saleh, Menteri Loyalis Soekarno yang Ikut Ditangkap Pasca G30S
Chaerul Saleh adalah salah satu golongan muda yang ikut berperan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
Chaerul Saleh adalah salah satu golongan muda yang ikut berperan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, ia menjabat sebagai menteri, wakil perdana menteri, dan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Namun, nasibnya berakhir tragis karena ia masuk dalam daftar yang dicurigai oleh Soeharto terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S).Chaerul Saleh Datuk Paduko Rajo, yang lebih dikenal sebagai Chaerul Saleh, adalah seorang Pahlawan Nasional yang berperan penting sebagai pemimpin pemuda pada masa revolusi Indonesia.
Chaerul Saleh adalah salah satu pemuda yang menolak bekerja sama dengan Jepang dalam upaya kemerdekaan pada Kongres Pemuda di Yogyakarta pada Mei 1945, di mana ia menjabat sebagai ketua.
Ia memang dikenal sebagai penentang keras bekerja sama dengan Jepang maupun Belanda, karena ia meyakini bahwa kemerdekaan Indonesia harus dicapai melalui usaha sendiri, bukan karena campur tangan atau pemberian dari negara lain.
Chaerul Saleh juga tergabung dalam Asrama Menteng 31 bersama Sukarni, Wikana, Cokroaminoto, Syarif Thayeb, dan Harsono. Setelah mendengar berita kekalahan Jepang, Chaerul Saleh bersama para pemuda mendesak Sukarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Namun, Sukarno dan Hatta menolak permintaan tersebut yang akhirnya terjadi peristiwa Rengasdengklok. Chaerul Saleh termasuk pemuda yang ikut terlibat dalam penculikan Sukarno dan Hatta.
Setelah Indonesia merdeka, Chaerul Saleh kemudian menjadi Wakil Ketua Gerakan Angkatan Baru Indonesia. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Politik Laskar Rakyat Jawa Barat.
Saat memimpin Biro Politik Perjuangan dalam organisasi Persatuan Perjuangan yang diprakarsai oleh Tan Malaka, Chaerul bergabung dengan Komite Van Aksi, yang didirikan oleh Tan Malaka pada Januari 1946 untuk mengakomodasi berbagai badan perjuangan.
Ia juga menjabat sebagai Sekretaris Gerakan Rakyat Revolusioner (GRR), yang menentang perundingan antara Republik Indonesia dan Belanda yang dianggap merugikan Indonesia.
Gabung Tentara
Saat Belanda melancarkan Agresi Militer II, Chaerul Saleh ikut serta dengan Divisi Siliwangi dalam Long March dari Yogyakarta ke Karawang dan Sanggabuana, di mana ia terlibat dalam perang gerilya bersama pasukan NICA dan DI/TII.
Ia kemudian bergabung dengan Divisi Tentara Nasional 17 Agustus. Chaerul Saleh melarikan diri dari Jakarta ke Banten bersama anggota kelompok, termasuk Kesatuan Laskar Rakyat dan kelompok Bambu Runcing yang berhaluan kiri.
Sejak awal, Chaerul Saleh secara terang-terangan menolak hasil perundingan antara Indonesia dan Belanda, termasuk Perundingan Linggarjati, Renville, Roem-Royen, dan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Ia berperan sebagai penggerak dalam peristiwa 3 Juli karena ketidaksetujuannya terhadap hasil KMB, yang memicu peristiwa di Banten Selatan. Dari 16 Februari 1950 hingga 1952, ia dipenjara karena dianggap melanggar hukum pemerintah Republik Indonesia.
Chaerul Saleh ditahan di Penjara Paledang (Bogor) dan kemudian dipindahkan ke beberapa rumah tahanan lain, sebelum akhirnya dengan bantuan Mohammad Yamin, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Chaerul Saleh dibebaskan dan kemudian dikirim ke Jerman Barat untuk belajar.
Karir Moncer Chaerul
Pada tahun 1956, Chaerul Saleh kembali ke Indonesia dan membentuk Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Setelah itu, ia secara bertahap memasuki dunia pemerintahan dan menjadi salah satu penasihat politik serta orang kepercayaan Soekarno.
Pada 10 Juli 1959, Chaerul Saleh diangkat sebagai Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan dalam Kabinet Kerja I (1959-1960) dan kemudian menjabat posisi yang sama di Kabinet Kerja II, III, dan IV (1960-1963).
Ia juga menjadi Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi dalam Kabinet Dwikora I (1964-1966) dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (1962-1966).
Selain itu, ia diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri III dari 13 November 1963 hingga 22 Januari 1966. Saat peristiwa G30S terjadi, Chaerul Saleh sedang berada di China memimpin delegasi MPRS. Setelah mendengar tentang upaya kudeta di Indonesia, ia segera pulang.
Namun, sebagai salah satu orang terdekat Soekarno, ia masuk dalam daftar hitam yang dicurigai pro-komunis dan terlibat dalam G30S. Pada 18 Maret 1966, Soeharto menangkap 15 menteri yang loyal kepada Presiden Soekarno dan diduga memiliki kecenderungan kiri atau komunis, termasuk Chaerul Saleh.
Awalnya, ia dikenakan tahanan rumah, namun kemudian ditahan tanpa proses peradilan di Rumah Tahanan Militer (RTM) di Jalan Budi Utomo, Jakarta.Chaerul Saleh meninggal pada 8 Februari 1967 akibat serangan jantung, saat itu ia masih dalam status sebagai tahanan. Chaerul Saleh dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti