Mengenal SK Trimurti, Pejuang Pers Wanita Pertama Indonesia
SK Trimurti adalah salah satu tokoh pergerakan bangsa. Sejak muda, ia konsisten dalam menyuarakan perlawanan terhadap penjajah Belanda maupun Jepang.
SK Trimurti adalah salah satu tokoh pergerakan bangsa. Sejak muda, ia konsisten dalam menyuarakan perlawanan terhadap penjajah Belanda maupun Jepang.
Mengenal SK Trimurti, Pejuang Pers Wanita Pertama Indonesia
Surastri Karma Trimurti lahir di Desa Sawahan, Boyolali pada 11 Mei 1912. Keluarganya memiliki hubungan kekerabatan dengan Keraton Kasunanan Surakarta, Jawa Tengah.
Ia terlahir dari seorang ibu bernama R.A Saparinten dan ayahnya seorang asisten wedana bernama R.Ng Salim Banjaransari Mangunkusumo.
-
Siapa wartawan perempuan pertama di Indonesia? Rohana Kudus adalah sosok pahlawan nasional yang dikenal sebagai wartawan perempuan pertama di Indonesia.
-
Siapa yang mencetuskan KWT Srikandi? Nunik Dwi Maryati, Ketua KWT Srikandi, bercerita bahwa kelompok itu terbentuk pada tahun 2021.
-
Siapakah Kartini? Raden Ajeng Kartini, atau yang lebih dikenal dengan nama Kartini, lahir pada 21 April 1879 di Desa Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Dia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang dikenal karena perjuangannya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan.
-
Apa jasa Raden Ajeng Kartini bagi Indonesia? Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Namanya cukup populer, bahkan ada hari khusus yang diperingati tiap tahun untuk mengenang jasanya. Semasa hidupnya, ia banyak menulis soal pemikiran-pemikirannya terkait budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
-
Siapa yang Kartini perjuangkan? Bukan laki-laki yang hendak kami lawan, melainkan pendapat kolot dan adat usang.
-
Apa yang di perjuangkan Kartini? Melalui surat-suratnya yang terkenal, Kartini menyuarakan aspirasinya untuk memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi perempuan, serta memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mengembangkan diri di luar peran tradisional sebagai ibu rumah tangga.
Dilansir dari berbagai sumber, Trimurti menempuh pendidikan di Normaal School dan AMS Surakarta. Kemudian melanjutkan studinya di Jurusan Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Meskipun telah meraih gelar Doktoranda dari UI, ia tetap aktif di bidang jurnalistik.
Trimurti mendapatkan minatnya tumbuh untuk terlibat dalam dunia pergerakan setelah mendengar orasi-orasi yang disampaikan Bung Karno.
Pada saat itu tahun 1930-an di mana ia aktif sebagai seorang guru sekolah dasar.
Namun pada tahun 1933, ia memutuskan berhenti mengajar dan bergabung dengan Partindo cabang Bandung. Sejak saat itulah ia mulai aktif di dunia politik.
Di Partai Partindo, Trimurti mulai mengenal Soeharto. Saat itu Soeharto membujuknya untuk menulis di koran Fikiran Ra’jat.
Dengan semangat itu ia belajar Teknik menulis, merangkai kalimat, dan menghabiskan banyak kertas.
Usahanya membuahkan hasil. Artikelnya terbut di Fikiran Ra’jat. Ia pun semakin termotivasi dalam menulis.
Pada tahun 1935, Trimurti mendirikan majalah Bedoeg. Nama itu terinspirasi dari suara bedug di masjid yang memanggil kaum muslimin untuk beribadah. Harapannya koran tersebut bisa memberi seruan pada rakyat untuk berjuang.
Trimurti sempat berseteru dengan ayahnya yang melarangnya untuk beraktivitas politik. Tanpa tunduk ia memilih untuk pergi dari rumah dan meneruskan perjuangannya.
Pada tahun 1936, keterlibatan aktif Trimurti dalam pergerakan anti-kolonial membuatnya ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda.
Saat itu ia terbukti menyebarkan pamflet yang menentang penjajahan. Akibatnya ia dijatuhi hukuman sembilan bulan di Penjara Bulu, Semarang.
Setelah bebas dari penjara, ia beralih profesi sebagai wartawan. Dilansir dari Goodnewsfromindonesia, saat itu ia mulai menulis banyak artikel tentang perjuangan anti kolonial.
Dalam karyanya, ia memilih menggunakan nama samaran Karma sebagai representasi dari nama tengahnya.
Keterlibatannya dalam berbagai media massa seperti Pesat, Genderang, Bedung, dan Pikiran Rakyat membuat karier wartawan Trimurti berkembang pesat.
Namun saat Jepang menjajah Indonesia, aktivitas wartawan Trimurti memicu penangkapannya oleh pihak pendudukan.
Dipenjara dua kali tak membuat semangat perlawanannya surut. Ia sering masuk penjara karena artikel-artikelnya kerap menentang kepentingan Belanda.
Namun ia tidak pernah menunjukkan keputusasaan. Ia menyadari bahwa semua itu adalah konsekuensi dari pilihan politiknya dan tetap teguh pada keyakinannya.
Setelah kemerdekaan, Trimurti diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan menjabat antara tahun 1947 hingga 1948.
Ia ikut mendirikan Gerwis, sebuah organisasi perempuan Indonesia, pada tahun 1950 yang kemudian berubah nama menjadi Gerwani.
Ia meninggalkan organisasi itu pada tahun 1965 dan kemudian melanjutkan kuliah saat usianya sudah menginjak 41 tahun. Ia menolak tawaran menjadi Menteri Sosial pada tahun 1959 karena sedang menyelesaikan gelar sarjana
Trimurti meninggal dunia pada tanggal 20 Mei 2008 pukul 06.20 di usianya yang ke 96 tahun. Untuk menghargai jasa-jasanya, diadakan upacara yang digelar di Istana Negara, Jakarta Pusat. Ia dimakamkan di TMP Kalibata.