Dalami peran pejabat BPK di kasus WTP Kemendes, KPK periksa 3 saksi
Dalami peran pejabat BPK di kasus WTP Kemendes, KPK periksa 3 saksi. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan salah satu saksi yaitu dari Auditor BPK RI.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan tiga orang saksi untuk kasus suap pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) di Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi, untuk tersangka Rohmadi Sapto Giri (RSG). Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan salah satu saksi yaitu dari Auditor BPK RI.
"Terhadap tiga saksi yaitu Auditor BPK RI Yudis Ayodya Baruna, dan dua orang Wiraswasta yaitu Wuryanti Yustianti dan Apriadi Malik," kata Febri, Kamis (3/8).
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap pejabat BPK dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Setelah diperiksa selama 1x24 jam, KPK menaikkan kasus ini ke penyidikan.
Dalam OTT ini, KPK menetapkan 4 orang tersangka. Di antaranya dua orang dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan dua orang pejabat BPK.
"KPK menetapkan 4 tersangka, Sgt Irjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Jdt pejabat eselon tiga di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konpres di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/5).
KPK juga menetapkan RS yang merupakan eselon satu di BPK sebagai tersangka. Selanjutnya Als salah seorang auditor di BPK juga ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Laode, setelah dilakukan pemeriksaan, Sgt dan Jdt dianggap sebagai pemberi suap agar Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mendapatkan opini WTP dari BPK. Selaku pemberi suap, Sgt dan Jdt disangka pasal 5 ayat 1 huruf a dan b kemudian pasal 13 UU Nomor 31 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan penerima suap, RS dan Als yang merupakan pejabat BPK disangka melanggar pasal 12 huruf a dan b, pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.