Desakan PGRI Sibolga ke orang tua siswa yang gunting rambut guru
PGRI Sibolga meminta polisi menuntaskan kasus ini karena guru HDT yang dianiaya ibu An, mengalami trauma.
Pengguntingan rambut guru HDT, yang dilakukan Leni, orang tua An (13), membuat anak itu dikeluarkan dari sekolahnya di SMP swasta Tri Ratna Kota Sibolga. Pemecatan itu merupakan satu di antara 4 poin rekomendasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Sibolga menyikapi kasus itu.
Rekomendasi itu merupakan hasil rapat pleno PGRI, Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI, dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Rapat itu digelar di SMP Negeri I Sibolga pada Jumat 28 Maret 2014.
Dokumen rekomendasi itu ditandatangani Ketua PGRI Kota Sibolga, Nurdiswar B Jambak, dan Sekretaris PGRI Kota Sibolga, Liat Sinaga. Selain itu, sejumlah peserta rapat juga membubuhkan tanda tangannya di halaman kedua.
Poin pertama rekomendasi itu menyatakan mereka mengutuk keras tindakan ibu dan nenek An yang dinyatakan telah mengeroyok dan menganiaya HDT sehingga mengalami trauma fisik dan psikis.
Pada poin kedua, PGRI Kota Sibolga mendesak pihak Polres Sibolga segera memproses perkara itu. Mereka juga menyatakan, situasi saat ini sudah "panas" karena seluruh guru di Kota Sibolga yang berjumlah 2.000 orang menantikan penanganan perkara itu. "Pengurus PGRI Kota Sibolga saat ini masih berusaha meredam agar tidak terjadi dari anggota PGRI Kota Sibolga," tertera di dokumen rekomendasi itu.
Poin ketiga, mendesak Kepala Sekolah Tri Ratna dan Pengurus Yayasan Vihara Budha Kota Sibolga agar segera memecat atau mengeluarkan An dari sekolah. Terakhir, mereka meminta agar Yayasan Vihara Budha Kota Sibolga melindungi guru HDT.
Seperti diberitakan, An mengadu pada ibunya karena rambutnya digunting guru HDT. Dia juga mengaku difitnah.
Kejadian itu kemudian berbuntut panjang, karena sang ibu tidak terima dan balas menggunting rambut HBT. Kedua pihak pun saling mengadu ke polisi.
Bukan hanya itu, PGRI Kota Sibolga pun turun tangan dan merekomendasikan agar An dikeluarkan dari SMP Tri Ratna. Akibatnya, anak berusia 13 tahun ini tidak bisa lagi mengenyam pendidikan, karena semua sekolah di Kota Sibolga tidak bersedia menerimanya sebagai murid.
Komnas PA menilai kejadian ini, termasuk fitnah yang disampaikan guru, merupakan kejahatan terhadap anak yang seharusnya mendapatkan hak pendidikan. Mereka juga akan mendampingi keluarga An mengadukan pelanggaran itu ke Polda Sumut