Di depan Australia, Indonesia tak lagi galak soal hukuman mati
Untuk pertama kalinya Indonesia menggelar dialog dengan Australia setelah eksekusi mati Bali Nine.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan telah menggelar pertemuan dengan sejumlah pejabat Australia. Dialog itu merupakan yang pertama sejak isu penyadapan pejabat Indonesia oleh Australia dan pelaksanaan hukuman mati duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Syukumaran bulan Maret lalu.
Sepulang dari Australia, Luhut mengatakan pemerintah melakukan morotarium atau penghentian sementara hukuman mati. Dia memastikan eksekusi mati gelombang ketiga ditunda. Alasannya, pemerintah akan fokus membenahi perekonomian daripada melakukan hukuman mati pada para pengedar narkoba.
"Saya sudah katakan, kami belum berpikir melakukan hukuman mati sepanjang ekonomi kita masih seperti ini. Kami konsentrasi pada ekonomi, kalau ada apa-apa kita bicarakan. Mereka sepakat," kata Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan, usai kunjungan ke Australia di Kantornya, Kamis (19/11).
Luhut menambahkan pertemuan dengan Australia berlangsung cair. Australia bahkan menawarkan Indonesia untuk mengadakan kerja sama lanjutan di bidang militer.
Sikap ini jelas berbeda saat Indonesia mengeksekusi Duo Bali Nine. Australia habis-habisan mengecam pemerintah Indonesia. Perdana Menteri Australia Tonny Abbot saat itu mengancam menarik pulang duta besarnya dari Indonesia.
Tak cuma itu, Perdana Menteri Australia Tony Abbott, yang mengungkit bantuan negaranya saat tsunami di Aceh 10 tahun lalu. Aksi Abbot itu menuai kecaman masyarakat Indonesia. Sebagai bentuk protes dan sindiran, rakyat Indonesia mengumpulkan koin untuk diberikan pada Abbot.
Beberapa nama yang rencananya akan dieksekusi mati di antaranya Warga Prancis, Serge Areski Atlaoui. Seharusnya ahli kimia pabrik narkotik di Cikande tersebut dieksekusi pada gelombang kedua. Namun dia mengajukan gugatan perlawanan hukum, hingga hukumannya ditangguhkan.
Selain itu ada Mary Jane yang lolos secara dramatis di detik-detik terakhir hukuman mati. Dia selamat gara-gara wanita bernama Maria Kristina Sergio di Filipina mengaku telah menjebaknya. Namun Mary Jane tetap dijadwalkan menjalani hukuman mati di gelombang ketiga.
Saat itu, reaksi keras dan ancaman datang tak cuma dari Australia, sampai Sekjen PBB ikut-ikutan menyalahkan Indonesia. Brazil juga mengancam menghentikan kerja sama dengan Indonesia. Tekanan politik internasional sangat besar.
Maka dengan alasan pembangunan ekonomi, para terpidana mati sesaat bisa bernapas lega. Tapi entah sampai kapan.