Dua kepala BPN di Sulawesi Selatan tak terima ditahan kejaksaan
AN dan Hz, dua kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) dari Kabupaten Maros dan Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, terpaksa dijebloskan ke tahanan milik kejaksaan hingga 20 hari ke depan. Mereka diduga lakukan pelanggaran dalam proyek pengadaan perluasan lahan bandara internasional Sultan Hasanuddin seluas 60 hektar.
AN dan Hz, dua kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) dari Kabupaten Maros dan Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, terpaksa dijebloskan ke tahanan milik kejaksaan hingga 20 hari ke depan. Mereka diduga lakukan pelanggaran dalam proyek pengadaan perluasan lahan bandara internasional Sultan Hasanuddin seluas 60 hektar.
Kuasa hukum keduanya,Muriadi Muhtar, bakal ajukkan praperadilan. Langkah ini dilakukan lantaran mereka yakin tidak bersalah. Bahkan Rabu kemarin malam, keduanya pun tidak berkenan menandatangani surat penahanannya. Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel, nilai kerugian dalam proyek perluasan lahan bandara itu sebesar sebesar Rp 317 miliar karena terjadinya pembengkakan anggaran.
"Pekan depan saya akan lakukan upaya pra peradilan dan akan gugat itu hasil audit yang disebut kerugian negara perhitungan BPKP," kata Muriadi Muhtar, Kamis (16/3).
Keyakinan tidak bersalah, kata dia, sebab penyidik Kejati Sulsel tidak bisa menunjukkan pelanggaran dilakukan kliennya. "Kita minta tunjukkan kesalahannya di mana supaya kita bisa mencounternya. Disebut kemahalan, salah bayar tapi penyidik tidak bisa tunjukkan. Karena penyidik berkeras mau menahan yah kita tidak bisa melawan, silakan saja. Tapi klien kami tidak menandatangani surat penahanan dan penahanan itu tidak sah," ujarnya.
Sementara, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Salahuddin, merasa tidak masalah bila kuasa hukum AN dan Hz mengajukan praperadilan. Langkah itu dianggap sebagai hak para tersangka.
"Demikian juga dengan penolakan bertandatangan oleh para tersangka, itu haknya dan penolakan itu telah disertai berita acara penyaksian penolakan. Penahanan itu tetap sah," terang Salahuddin.
Sejak kasus dugaan korupsi senilai Rp 317 miliar pada proyek pengadaan perluasan lahan bandara internasional Sultan Hasanuddin Tahun Anggaran 2015 itu diusut tahun 2016 lalu, hingga saat ini sudah ada 9 tersangka. Di antaranya ada Camai Mandai, Kabupaten Maros bernama Machmud Osman, Kepala Desa Baji Mangai bernama Raba Nur, Kepala Dusun Ba'do-ba'do bernama Rasyid dan seorang warga bernama Siti Rabiah.
Sebagai Ketua tim penyidik kasus ini, Salahuddin menambahkan, lahan dibebaskan itu seluas 60 hektare dengan tahun penyelesaian pembebasan tahun 2015 menelan dana sebesar Rp 500 miliar. Dugaan unsur perbuatan melawan hukumnya pada dugaan mark up yang begitu tinggi dan salah bayar atau dibayarkan pada orang yang tidak tepat.