Dukung sistem Ahwa, Gus Ipul sebut voting adopsi demokrasi liberal
Sistem pemilihan langsung atau voting, mungkin tepat untuk pilkada maupun pemilu.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf atau biasa disapa Gus Ipul, menyatakan jika pemilihan Rais Aam di Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) Jombang, Jawa Timur menggunakan sistem voting, maka organisasi Islam terbesar di Indonesia ini mengadopsi sistem demokrasi barat.
"Jadi Ahwa (Ahlul Halli Wal Aqdi) lebih tepat untuk pemilihan Rais Aam ini. Kalau voting, kita mengadopsi demokrasi liberal, yang biasa dilakukan negara-negara barat," tegas Gus Ipul, Sabtu (1/8).
Diakui Gus Ipul, sistem pemilihan langsung atau voting, mungkin tepat untuk pilkada maupun pemilu.
"Tapi ini kan bukan pilkada. Kalau pilkada masih bisa, karena berhubungan dengan rakyat secara langsung dan menggunakan uang rakyat. Sedangkan di NU ini kan organisasi massa, yang tidak melibatkan uang rakyat," ungkapnya.
Sedangkan penggunaan model Ahwa, kata Gus Ipul, menghindari perpecahan antar ulama NU.
"Terbukti, sistem musyawarah mufakat meminimalisir perpecahan dan sekarang aklamasi sudah dilakukan partai-partai politik, seperti PDIP, Demokrat, PKB dan partai-partai lain," katanya.
"Kalau voting, akan menimbulkan firkoh-firkoh, kelompok-kelompok, dan ini akan mengarah pada perpecahan. Ini kenapa Almarhum Kiai Sahal (Mahfudz) menggagas ide Ahwa agar muktamar tidak terkesan seperti pilkada dan menimbulkan perpecahan, seperti di Muktamar Makassar," tegasnya.
Muktamar NU ke-33, rencananya akan dibuka Presiden Joko Widodo malam nanti dan akan berakhir pada 5 Agustus mendatang, yang akan menghasilkan Rais Aam PBNU yang baru. Namun, hingga hari ini pro-kontra terkait sistem pemilihan Ahwa masih terus memanas.
Sementara keputusan menggunakan sistem Ahwa atau tidak akan ditentukan pleno pembahasan tata tertib yang dihadiri para muktamirin (peserta muktamar).