Eks Penyidik Tunggu Sikap KPK Jemput Paksa Shanty Alda di Kasus Gubernur Malut
Penyidik KPK harus berani melakukan penjemputan paksa terhadap para saksi yang telah mangkir dua kali pemeriksaan tanpa alasan
Penyidik KPK harus berani melakukan penjemputan paksa terhadap para saksi yang telah mangkir dua kali pemeriksaan tanpa alasan
- 14 Saksi Kasus TPPU Eks Gubernur Malut Ogah Penuhi Panggilan KPK, Alasannya Khawatir Penipuan
- Mengintip Setumpuk Berkas Tuntutan SYL, Tebalnya Berlapis Capai 1.576 Halaman
- Eks Sekjen Kementan Kasdi Bakal Jadi Saksi Sidang Etik Nurul Ghufron Digelar Dewas KPK Kamis 2 Mei
- 2 Kali Mangkir Dipanggil KPK, Shanty Alda Berpotensi Dijemput Paksa Terkait Dugaan Suap Gubernur Malut
Eks Penyidik Tunggu Sikap KPK Jemput Paksa Shanty Alda di Kasus Gubernur Malut
Mantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo menantikan sikap tegas lembaga antirasuah menjemput paksa Direktur PT Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia terkait kasus dugaan suap yang menyeret Gubernur Maluku Utara (Malut) Non Aktif Abdul Ghani Kasalbi (AGK).
"Yang bersangkutan bisa dijemput paksa sesuai hukum acara yang berlaku jika mangkir dua kali tanpa alasan yang patut," tutur Yudi kepada wartawan, Selasa (27/2).
Menurutnya, penyidik KPK harus berani melakukan penjemputan paksa terhadap para saksi yang telah mangkir dua kali dari pemeriksaan tanpa alasan yang patut. Terlebih, seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum atau equality before the law.
"Iya semua sama di mata hukum. Kita tunggu bagaimana sikap tegas KPK" jelas dia.
Yudi menilai, tentu penyidik KPK sangat membutuhkan keterangan dari Shanty Alda yang juga caleg PDIP untuk mengungkap secara terang benderang kasus dugaan suap Gubernur Malut Abdul Ghani tersebut.
"Karena kalau dipanggil sampai dua kali, artinya ada keterangan yang bersangkutan dibutuhkan penyidik dalam menuntaskan kasus ini. Tentu kita berharap yang bersangkutan juga kooperatif, karena pemanggilan yang bersangkutan juga sudah menjadi pemberitaan. Sehingga bisa datang ke Gedung KPK untuk diperiksa," Yudi menandaskan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan, Direktur PT Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia yang merupakan caleg PDIP kembali mangkir alias tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara (Malut) yang menjerat Gubernur Malut Abdul Ghani Kasuba (AGK).
Dia tercatat dua kali tidak hadir memenuhi panggilan KPK, yakni mangkir di pemeriksaan perdana pada 29 Januari 2024, dan undangan kedua pada 20 Februari 2024.
"Tidak (hadir)," tutur Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (22/2).
KPK akan memanggil kembali Shanty Alda lantaran keterangannya dibutuhkan untuk proses penyidikan Abdul Ghani Kasuba. Hanya saja, penyidik belum memastikan jadwal baru untuk pemeriksaannya.
"Akan dipanggil kembali," kata Ali.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Ghani Kasuba (AGK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Penyidik KPK juga langsung melakukan penahanan terhadap Abdul Ghani Kasuba dan lima orang lainnya yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Tim Penyidik menahan tersangka AGK, AH,DI, RA, RI dan ST masing-masing untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 19 Desember 2023 sampai 7 Januari 2024 di Rutan KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/12/2023), dilansir dari Antara.
Para tersangka lainnya yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), dan pihak swasta Stevi Thomas (ST).
Alex mengatakan awalnya KPK juga akan melakukan penahanan terhadap pihak swasta bernama Kristian Wuisan (KW). Meski demikian yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan penyidik.
"Tersangka KW segera kami lakukan pemanggilan dan kami mengingatkan agar yang bersangkutan kooperatif hadir," ujarnya.
Ada pun konstruksi perkara yang menjerat Abdul Ghhani Kasuba dan para tersangka lainnya berawal saat Pemprov Maluku Utara melaksanakan pengadaan barang dan jasa dengan anggarannya bersumber dari APBD.
AGK dalam jabatannya selaku Gubernur Maluku Utara ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan tersebut.
Untuk menjalankan misinya tersebut, AGK kemudian memerintahkan AH selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman, DI selaku Kadis PUPR dan RA selaku Kepala BPPBJ untuk melaporkan soal berbagai proyek yang akan dikerjakan di Provinsi Maluku Utara.
Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, serta pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.
Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.
Selain itu, AGK juga sepakat dan meminta AH, DI dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar anggaran dapat segera dicairkan.
Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uangyaitu KW dan ST. Keduanya juga telah memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan oleh perusahannya.
Teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI.
Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.
Uang-uang tersebut kemudian digunakan diantaranya untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.
Atas perbuatannya tersangka ST, AH, DI dan KW sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Tersangka AGK, RI dan RA sebagai Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.