Empat Kota di Indonesia Jadi Kota Terpanas di Asia Tenggara pada Juni-Agustus, Ini Daftarnya
empat kota di Indonesia masuk dalam kota dengan suhu tertinggi atau terpanas di Asia Tenggara dalam periode Juni sampai Agustus 2024
Analisis terbaru dari Climate Central memperlihatkan bahwa empat kota di Indonesia masuk dalam kota dengan suhu tertinggi atau terpanas di Asia Tenggara dalam periode Juni sampai Agustus 2024.
Laporan dari situs resmi Climate Central, memperlihatkan Makassar, Sumedang, Bandar Lampung, dan Palembang mengalami jumlah hari panas yang tertinggi antara periode Juni sampai Agustus 2024.
-
Kenapa gerbang kota tertua itu penting? Sebagai gerbang tertua yang pernah ditemukan di Israel, para peneliti menyatakan kemungkinan pusat-pusat kota dengan aktivitas ramai muncul lebih awal di wilayah Syiam ini daripada yang diperkirakan sebelumnya.
-
Kapan Bumi terbentuk? Dengan mengukur usia bebatuan di bulan, dan meteorit yang ditemukan di Bumi, para ilmuwan memperkirakan Bumi terkonsolidasi 4,54 miliar tahun lalu.
-
Kapan Padangsidimpuan menjadi kota? Seiring berjalannya waktu, Padangsidimpuan ditetapkan menjadi setingkat Kota oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1937.
-
Bagaimana gerbang kota itu dibangun? Dalam membangun gerbang dan dinding pertahanan ini, batu harus diambil dari jarak jauh, batu bata lumpur harus diproduksi, dan dinding pertahanan harus didirikan.
-
Kapan Tasikmalaya resmi menjadi kota? Sebelumnya, kota dengan jumlah penduduk sebanyak 731.048 jiwa pada 2021 itu resmi berdiri pada 17 Oktober 2001 melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001, tentang pembentukan Kota Tasikmalaya.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
Rincian laporan yang dibuat lembaga nirlaba itu memperlihatkan Kota Makassar tercatat mengalami 88 hari panas, Sumedang 83 hari, serta Palembang dan Bandar Lampung masing-masing 81 hari. Kota kelima adalah Davao di Filipina yang mengalami 83 hari panas.
"Suhu tinggi yang jelas-jelas dipengaruhi oleh perubahan iklim telah mengancam kesehatan miliaran orang di seluruh dunia selama tiga bulan terakhir. Tidak ada wilayah, negara, atau kota yang aman dari bahaya mematikan yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil," ujar Andrew Pershing, Wakil Presiden Bidang Sains di Climate Central dalam keterangannya, seperti dilansir dari Antara, Jumat (20/9).
Dengan menggunakan Climate Shift Index (CSI) dari Climate Central, analisis tersebut mengukur dampak perubahan iklim terhadap suhu dan memperkirakan jumlah orang yang terdampak oleh kondisi ekstrem tersebut. Analisis memberikan data terperinci mengenai paparan panas di tingkat global, regional, lokal, dan di sekitar 1.200 kota.
Di Indonesia, dengan populasi terbesar di antara negara Asia Tenggara, diperkirakan 128 juta orang terpapar CSI 5 selama 60 hari atau lebih. Itu berarti suhu yang dirasakan setidaknya lima kali lebih tinggi akibat perubahan iklim selama periode tersebut.
Hampir seluruh penduduk Filipina, Singapura dan Vietnam terpapar suhu berbahaya yang dapat menimbulkan risiko kesehatan setidaknya selama satu pekan. Lebih dari dua pertiga populasi Thailand dan Indonesia juga mengalami paparan suhu yang mengancam kesehatan dalam skala yang serupa.
- Daftar Negara Paling Damai di Dunia, Indonesia Kalah dari Malaysia
- Cerita Turis Jerman Kagum Lihat Langsung IKN
- Pertama di Indonesia, Taksi Terbang Tanpa Awak Mengudara di Bandara APT Pranoto Samarinda
- 7 Keistimewaan Kota Batu, Salah Satu Kota Terdingin di Indonesia yang Bikin Wisawatan Selalu Ingin Balik Lagi
"Kondisi itu tiga kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim," katanya.
Asia Tenggara adalah wilayah dengan jumlah penduduk terbesar yang terpapar suhu ekstrem akibat perubahan iklim. Selama 60 hari pada Juni, Juli, dan Agustus, lebih dari 204 juta orang di wilayah itu mengalami suhu yang meningkat setidaknya lima kali lipat karena perubahan iklim.
Di Malaysia, Singapura, dan Filipina, suhu naik setidaknya tiga kali lipat selama lebih dari 60 hari. Sementara itu, Thailand dan Vietnam mengalami kondisi serupa masing-masing selama 52 dan 46 hari.