Fakta-fakta baru polemik buku '33 Tokoh Sastra'
Fakta-fakta baru yang muncul dari isi buku, maupun lewat pernyataan-pernyataan pihak yang terkait di media.
Diluncurkan akhir Desember tahun lalu, polemik buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' belum reda. Bahkan semakin riuh, setelah munculnya beberapa fakta baru soal buku setebal 734 halaman yang ditulis Jamal D Rahman dkk itu.
Fakta-fakta baru yang muncul dari isi buku, maupun lewat pernyataan-pernyataan pihak yang terkait di media. Berikut empat fakta baru polemik '33 Tokoh Sastra':
-
Kapan Denny Caknan lahir? Denny Setiawan, yang lebih dikenal dengan nama panggung Denny Caknan, adalah seorang penyanyi dangdut terkemuka asal Ngawi. Ia lahir pada 10 Desember 1993.
-
Kenapa Denny Chandra menjual aset-asetnya? "Itu mobil aku empat semua dijual-jualin tuh. Dari mulai SLK 2 pintu, ada Alphard, Caravelle, ada Teana. Itu satu-satu dijualin hanya untuk menyambung hidup," lanjut kang Denny.
-
Apa saja aset Denny Chandra yang dijualnya? "Itu mobil aku empat semua dijual-jualin tuh. Dari mulai SLK 2 pintu, ada Alphard, Caravelle, ada Teana. Itu satu-satu dijualin hanya untuk menyambung hidup," lanjut kang Denny.
-
Deddy Stanzah terkenal sebagai apa di masa jayanya? Deddy Stanzah memang dikenal sosok yang fenomenal. Jargon musisi harus lebih keren dari penonton Deddy gunakan betul, terutama di dandanannya yang bling-bling, penuh warna namun tetap garang.Hits-hits macam “sepercik air”, “cemburu”, “station” sampai “paradox” cukup membuktikan bahwa dirinya mampu menembus zaman dan bersaing dengan musisi-musisi muda di kala itu.
-
Apa isi dari Kitab Topah? Kitab Topah ini penuh dengan tulisan arab yang berisikan tentang sejarah Islam.
-
Kapan survei LSI Denny JA dilakukan? Sebagai informasi, survei LSI Denny JA ini dilakukan mulai 26 Januari hingga 6 Februari 2024.
Lukisan di sampul buku '33 Tokoh Sastra' diambil tanpa izin
Kini riuh di kalangan pencinta sastra menyorot sampul buku tersebut. Ternyata lukisan di sampul buku setebal 734 halaman itu diambil tanpa seizin pelukisnya, Hanafi.
"Jadi, lukisan karya Hanafi yang digunakan untuk cover buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' itu dicomot dan dipakai begitu saja tanpa izin dari pelukisnya. Tindakan main comot macam ini saya kira harus dipertanggungjawabkan juga oleh Jamal D Rahman sebagai koordinator Tim 8 (juri/penulis)," kata sastrawan AS Laksana, dalam akun Facebook-nya, Rabu (22/1).
Informasi Sulak, panggilan AS Laksana, itu dibenarkan oleh Adinda Luthvianti, istri Hanafi. "Statusmu 100 persen betul, Sulak! Salah comot, salah ambil dan salah kaprah!" kata Adinda juga lewat status Facebook-nya.
Pengamatan merdeka.com, pada halaman depan buku itu tertulis 'Lukisan Sampul: ... Karya Hanafi'. Hal ini terbilang aneh karena judul lukisan itu tidak ikut dicantumkan.
"Sungguh jelas, itu sebuah pesan ngawur, bagaimana sebuah lukisan, jika diizinkan tidak ditulis judulnya?" tegas Adinda.
Kepada rekan-rekannya, Adinda menjelaskan, lukisan yang dicomot tanpa izin itu berjudul 'Dalam Genangan' seri buku anak 'Mirah Minini', karya kolaborasi Hanafi dan Nukila Amal tahun 2012.
Adinda mengatakan, suaminya sebagai teman sudah pernah menghubungi Agus Sarjono, penulis buku sekaligus anggota tim juri, untuk mengklarifikasi lukisannya.
"Dia (Agus Sarjono) berjanji akan ke rumah membereskan masalah itu (janji tanggal 9 Januari 2013), nyatanya sampai saat ini tidak datang, tanpa keterangan," jelas Adinda.
Pemenang lomba puisi esai kembalikan hadiah uang ke Denny JA
Huzer Apriansyah, salah satu pemenang lomba penulisan puisi esai pada 2012, berencana mengembalikan hadiah yang pernah diterimanya kepada Denny JA, yang mensponsori acara. Pengembalian ini sebagai bentuk protes atas penobatan Denny, yang lebih dikenal sebagai konsultan politik, ke dalam buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.'
"Mungkin bagi sebagian kawan-kawan ini lebay, Rp 500 ribu doang. Cari sensasi. Mungkin itu yang terlintas bagi banyak orang. Silakan saja berpikir secara bebas," kata Huzer saat dihubungi merdeka.com, Rabu (22/1).
Huzer, yang sudah tiga tahun menjadi guru 'Sokola Rimba' di Jambi ini, merasa bersalah pada Kuntowijoyo, Umar Kayam, Sindhunata atau Seno Gumira Ajidarma yang karya-karyanya menjadi semacam 'azimat' baginya dalam belajar menulis sastra, namun tidak masuk ke dalam 33 tokoh sastra tersebut.
"Mereka berempat jauh lebih berpengaruh bagi hidupku ketimbang puisi esai Denny JA yang sampai detik ini belum pernah kubaca bukunya," kata Huzer.
Huzer menceritakan, dia ikut serta dalam lomba puisi-esai karena melihat informasi di sebuah situs sastra yang terhubung situs puisi esai milik Denny JA. Pada Desember 2012, dia diberitahu oleh penyelenggara lewat telepon telah memenangi kategori 'puisi esai menarik'.
"Saya menulis puisi dalam bentuk puisi esai, karena saya mengincar hadiah yang diberikan penyelenggara. Saya memilih gaya puisi esai bukan karena saya merasa gaya tersebut cocok untuk menyampaikan hasrat saya bersyair. Bukan. Atau karena saya terpengaruh karya-karya Denny JA, membaca bukunya saja saya belum," kata dia.
Meski berniat mengembalikan hadiah uang tersebut, Huzer mengaku mengalami kesulitan akses karena tidak bisa meninggalkan Jambi. Dia sudah mencoba beberapa cara, seperti menulis email kepada penyelenggara dan meminta rekening Denny JA, namun belum direspons.
"Sesaat sebelum menulis tulisan ini, aku mengirim email ke Jamal D Rahman (Ketua Tim 8) lewat email jurnal sajak,karena hanya akun email ini yang aku tahu, untuk meminta nomor rekening penyelenggara untuk mengembalikan uang hadiah," ujar Huzer.
Sastrawan Yogya tantang tim juri '33 Tokoh Sastra' debat publik
Setelah melakukan petisi penghentian sementara peredaran buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh', beberapa sastrawan dari Yogyakarta juga menantang Tim 8, sebutan juri, untuk berdebat di hadapan publik.
"Silakan kalian yang tentukan tempat, di mana pun kami akan datang," tantang Saut Situmorang, pentolan kelompok sastrawan Boemipoetra, kepada merdeka.com di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, belum lama ini.
Saut mengatakan, debat publik penting dilakukan agar Tim 8 bisa mempertanggungjawabkan apa yang telah dibuatnya kepada masyarakat sastra secara luas.
Soal petisi penghentian sementara peredaran buku yang dicap 'Orde Baru' oleh Denny JA, Saut tidak ambil pusing. Dia hanya berkomentar pendek.
"Kalau kami disebut fasis oleh seorang neolib itu sebuah kehormatan besar. Kita harus bangga. Ini bukan sarkasme," kata Saut sambil tertawa.
Sementara itu, kritikus sastra asal Yogyakarta, Katrin Bandel meminta Denny JA membedakan antara pelarangan buku dan penghentian sementara peredarannya.
"Toh buku masih beredar, jadi tidak dilarang. Hanya saja asumsinya, ketika buku sudah beredar, buku itu harus bisa dipertanggungjawabkan. Ini kan tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata Katrin, yang juga istri Saut.
Perempuan kelahiran Jerman ini menganalogikan, buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' yang ditulis oleh beberapa sastrawan, dengan buku tentang 100 tempat makan paling sehat yang ditulis para dokter.
"Mereka seakan-akan bisa mewakili institusi dan meyakinkan publik, tapi tahu-tahu tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata dosen Pascasarjana Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu
Tim 8 puji Denny JA
Dikritik bertubi-tubi oleh sejumlah sastrawan, Tim 8 atau juri/penulis yang menobatkan Denny JA sebagai salah satu dari '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh', akhirnya angkat bicara. Tim 8 menyatakan tetap pada keputusannya, dan bahkan menegaskan Denny sangat layak masuk kategori tersebut.
"Tentang pertanyaan mengapa nama Denny JA masuk ke dalam daftar itu, jawaban saya adalah, justru aneh kalau nama dia tidak masuk. Sebab, dialah yang paling fenomenal dengan puisi esainya sekarang ini," kata Ahmad Gaus, anggota Tim 8, lewat postingan di blog pribadinya, Rabu (22/1).
Sekedar diketahui, Ahmad Gaus adalah anggota Tim 8 yang menulis bagian Denny JA. Menurut dia, Denny yang lebih dikenal sebagai konsultan politik itu adalah wakil kontemporer dari dinamika sastra dalam tiga tahun terakhir.
"Sampai saat ini saya belum mendengar ada penyair yang karya puisinya dibaca oleh begitu banyak orang seperti puisi esai yang digagas oleh Denny JA," puji Ahmad.
Dia mengatakan, hanya satu tahun setelah buku puisi esai Denny yang berjudul Atas Nama Cinta dipublikasikan di web (2012), puisi itu dibaca oleh hampir 8 juta orang dengan ribuan respons, seperti bisa dilihat di website www.puisi-esai.com.
"Sebagai perbandingan, di kalangan selebriti saja, rekor semacam itu hanya bisa dicapai oleh Agnes Monica yang video youtube-nya Matahariku dihit oleh 7 juta netters," kata Ahmad.
Menurut Ahmad, prestasi Denny JA itu bukan hanya sangat fenomenal, tetapi juga ajaib. "Keajaiban puisi esai yang baru berkembang namun telah memikat begitu banyak orang. Sebab saya pernah membaca sebuah buku yang di situ ditulis bahwa ada penyair yang menerbitkan buku puisinya 1.000 eksemplar, dan sudah lebih dari 20 tahun menumpuk di gudang alias tidak terjual," kata Ahmad.
Baca juga:
Penulis '33 Tokoh Sastra' siap minta maaf ke pelukis Hanafi
Hanafi bicara soal lukisannya dicatut untuk '33 Tokoh Sastra'
Tim 8: Justru aneh kalau Denny JA tak masuk '33 Tokoh Sastra'
Lukisan di sampul buku '33 Tokoh Sastra' diambil tanpa izin
Sastrawan Yogya tantang tim juri '33 Tokoh Sastra' debat publik