Kisah Rocker Legendaris Bandung Deddy Stanzah: Rock and Roll Sampai Akhir Hayat
Jiwa rock and roll melekat kuat dalam dirinya hingga akhir hayat.
Jiwa rock and roll melekat kuat dalam dirinya
Kisah Rocker Legendaris Bandung Deddy Stanzah: Rock and Roll Sampai Akhir Hayat
Jiwa rock and roll melekat kuat dalam diri pemuda Bandung, Deddy Stanzah, pada era 1970-an. Di masanya, ia mampu menghipnotis remaja-remaja kota kembang dan sekitarnya lewat vokal yang parau dan cabikan bass kental di grup musik Superkid. Sejak itu, dirinya melejit sebagai rocker yang disegani sampai akhir hayat.
-
Kapan demam The Rolling Stones di Bandung? Saat itu, budaya barat memang ramai masuk di masa pemerintahan Orde Baru.
-
Dimana The Rolling Stones populer di Bandung? Salah satu yang sempat viral belakangan ini adalah Gang Stones yang terletak di Jalan Pelesiran, Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
-
Bagaimana pengaruh The Rolling Stones di Bandung? Akibatnya, para penggemar tak sekedar menikmati alunan musiknya tetapi juga meniru gaya hidup band tersebut melalui grup-grup musik tribute bentukan anak muda Bandung.
-
Apa yang dialami Deddy karena usia? Deddy yang mau kepala lima tak menyangkal kalau faktor usia adalah salah satu penyebabnya. Ia juga mengalami sarkopenia seperti yang lainnya. Sarkopenia, menurut Alodokter, adalah kondisi berkurangnya kekuatan dan massa otot yang ditandai dengan penurunan kemampuan fisik.
-
Siapa penyanyi cilik terkenal di era 70an? Dina Mariana dikenal sebagai salah satu penyanyi cilik populer di era 1970-an yang meninggalkan jejak berharga dalam industri musik Indonesia.
-
Apa nama sinetron Raden Rakha di Indosiar? Magic 5 adalah salah satu sinetron Indosiar yang memiliki banyak penggemar.
Deddy Stanzah memang dikenal sosok yang fenomenal. Jargon musisi harus lebih keren dari penonton Deddy gunakan betul, terutama di dandanannya yang bling-bling, penuh warna namun tetap garang.
Hits-hits macam “sepercik air”, “cemburu”, “station” sampai “paradox” cukup membuktikan bahwa dirinya mampu menembus zaman dan bersaing dengan musisi-musisi muda di kala itu.
Sudah melekat dengan musik rock sejak remaja
Mengutip tulisan milik pengamat musik Indonesia, Denny Sakrie, sebenarnya rocker kelahiran Bandung, 14 April 1949 itu sudah aktif di musik rock sejak muda.
Di tahun 1960-an, ia sudah membentuk grup musik The Rollies yang ketika itu karib memainkan lagu-lagu dari musisi luar macam The Beatles, The Bee Gees, The Hollies, The Rolling Stones, Beach Boys dan lain-lain.
Deddy Stanzah kemudian mengawali karir sebagai pemain bass, bahkan lebih banyak mengisi vokal di lima album pertama mereka seperti The Rollies - The Rollies (1968), Halo Bandung (1969), Let's Start Again (1971), Bad News (1972), dan Sign Of Love (1973). Dua album pertama diketahui direkam di Singapura ketika itu.
Ketergantungan dengan narkoba
Mulai melejitnya karir Deddy Stanzah di The Rollies justru membawanya ke lembah hitam. Ia mulai menggunakan narkotika hingga ketergantungan.
Merasa masa depan band harus diselamatkan, personel lain di band kemudian sepakat memecat Deddy. Setelahnya Deddy merasa frustasi dan kehilangan arah setelah terjerumus ke lembah hitam.
Namun hal itu tidak membuatnya patah semangat, hingga akhirnya di tahun 1973 ia direkrut oleh grup musik tenar asal Jakarta, God Bless. Di sana, Deddy kembali ke posisinya sebagai pencabik bass dan menambah warna baru di band tersebut.
Dikenal sebagai “Mick Jagger”-nya Indonesia
Di grup musik progresif rock itu, Deddy hanya bertahan selama 4 bulan hingga akhirnya ia kembali keluar dari band dan memantapkan diri untuk bersolo karir.
Rupanya langkah beraninya ini tepat. Deddy lantas mulai menciptakan lagu dan membawakan lagu-lagu grup musik luar negeri, salah satunya The Rolling Stones.
Darah rock yang meledak-ledak membuat Deddy all out dari panggung ke panggung di akhir tahun 1970-an itu. Agar semakin populer, Deddy lantas menirukan gaya vokali The Rolling Stones, Mick Jagger yang lincah hingga ia dikenal sebagai “Mick Jagger” nya Indonesia.
Rela keluar uang asal band jalan
Mengutip laman Facebook majalah musik era 1970-an, Aktuil, Deddy Stanzah sampai harus rela mengeluarkan banyak uang agar proyek musiknya bisa tetap jalan.
Salah satunya adalah ketika ia membentuk sebuah band bernama Silvertrain, di mana band ini tidak begitu sukses dan kerap dibayar murah.
Demi bisa manggung dan tour ke luar kota, ia bahkan harus menjual jam tangan mahal miliknya senilai Rp2 juta pada saat itu. Namun band ini tidak bertahan lama, dan Deddy kembali berpetualang.
Membara di Superkid
Di tahun 1976, Deddy Stanzah melegokan jangkarnya di sebuah band bergenre Heavy Rock dan Blues, Superkid. Di sana, ia bergabung bersama Deddy Dores sebagai gitaris dan Jelly Tobing sebagai drum.
Deddy Stanzah semakin membara di sini, dengan kembali ke format bass dan vokal menirukan gaya bernyanyi Mark Farner dari band rock Amerika Grand Funk Railroad, Jimmy Page – Led Zeppelin dan tentunya Mick Jagger ikonnya The Rolling Stones.
Di sana, Deddy juga rutin merekam lagu-lagunya untuk album solo, dan manggung di banyak tempat.
Masih kecanduan obat-obatan
Di era 1980 an, Superkid merilis album terakhirnya yakni Gadis Bergelang Emas. Trio ini semakin menancapkan taringnya sebagai musik yang sedikit Heavy Metal dan juga Blues tentunya lewat lagu-lagu seperti “Gadis Bergelang Emas”,”Bosan” hingga “Station D”.
Cabikan bassnya makin terlihat kuat, dengan vokal khasnya yang berat, namun tetap harmonis. Deddy mampu mengimbangi musik Superkid yang mulai ngebut di album ini.
Di medio 1990-an, Superkid selesai dan Deddy yang mulai masuk usia hampir setengah abad masih tetap konsisten di jalur rock.
Dari sini, Deddy masih belum bisa menghilangkan kebiasaannya mengkonsumsi narkoba sampai akhir hayatnya di tahun 2001.
Rock and Roll sampai akhir hayat
Di akhir 1990-an, Deddy masih aktif membuat musik hingga album terakhirnya rilis di 2000. Album yang diberi nama “Paradox” ini masih kental dengan nuansa Blues dan Rock and Roll kental.
Mengutip kanal YouTube Ngobryls: Jimi X Malau, album itu masih menggambarkan sosok Deddy Stanzah yang belum bisa lepas dari jurang kelam narkoba dan minuman keras.
Ini terlihat dari petikan lirik lagu pertama di album tersebut yakni “aku suka mabuk-mabukan, otakku sering keracunan, badanku sering gemetaran dan permisi ikut ke belakang”.
Album Paradox sendiri diketahui merupakan album terakhir dari Deddy Stanzah yang rilis beberapa bulan sebelum dirinya meninggal dunia akibat penyakit komplikasi.