Ganjar Pranowo dan Pusaran Kasus e-KTP
Alexander Marwata menyatakan pihaknya telah mempertimbangkan semua alat bukti dalam menyusun surat dakwaan Setyo Novanto. Termasuk tidak adanya nama Ganjar Pranowo dan Yasonna Laoly juga dengan melihat bukti terkait.
Pelaporan Ganjar Pranowo ke KPK kembali muncul di tengah ramainya isu politik yang membahas soal pencapresan Pemilu 2024. Hasil survei beberapa lembaga, elektabilitas Ganjar cukup tinggi.
Merunut kembali kasus e-KTP, kasus ini adalah pengadaan e-KTP untuk tahun 2011-2012. Lalu bagaimana sebenarnya posisi mantan anggota Komisi II itu dalam badai kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun ini?
-
Apa itu KTP Sakti yang dimaksud Ganjar Pranowo? Ganjar menyebut KTP Sakti ini mengacu dari KTP elektronik yang sudah diterapkan saat ini Ganjar Jelaskan Manfaat KTP Sakti, Rakyat Bisa Akses Semua Bantuan Hanya dengan Satu Kartu Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo bakal menerapkan sistem ‘Satu Data Indonesia’ bagi masyarakat Indonesia jika terpilih menjadi Presiden 2024. Adapun program kerja itu melalui KTP Sakti.
-
Kapan Ganjar Pranowo berencana menerapkan KTP Sakti? Oleh karena itu, saat terpilih menjadi Presiden Ganjar langsung menerapkan KTP Sakti ini.“Sebenarnya awal dari KTP elektronik dibuat. Maka tugas kita dan saya mengkonsolidasikan agar rakyat jauh lebih mudah menggunakan identitas tunggalnya,” tutup Ganjar.
-
Mengapa Ganjar Pranowo berencana menerapkan KTP Sakti? Menurut Ganjar, dengan KTP Sakti nantinya masyarakat dapat mengakses berbagai bantuan pemerintah, hanya dengan kartu Identitas saja."Jaminan-jaminan selama ini ada dengan berbagai identitas satu per satu, sekarang bisa kita satukan dalam satu KTP dan kita sebut satu KTP Sakti,” ujar Ganjar usai silahturahmi Caleg dan Partai pengusung di Perum Graha Puspa Karangpawitan, Karawang, Jawa Barat, Jumat (15/12).
-
Apa yang dikhawatirkan Ganjar Pranowo tentang korupsi? Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo khawatir jika praktik korupsi menjadi budaya di pemerintahan yang dianggap sebuah kewajaran.
-
Kapan Ganjar Pranowo hadir di Rakernas PDIP? Mantan calon Presiden (Capres) nomor ururt 03 Ganjar Pranowo menghadiri agenda rapat kerja nasional (rakernas) PDIP di Beach City International Stadium (BCIS), Ancol Jakarta pada Jumat (24/5).
-
Bagaimana cara kerja KTP Sakti menurut Ganjar Pranowo? “KTP sakti ini merepresentasikan semuanya, tinggal pendataannya dibuat dengan baik, pengelolaannya dengan sistem yang baik dan KTP-nya tinggal dipakai dengan card reader saja,” Lebih jauh, Mantan Anggota DPR RI ini menyebut KTP Sakti ini mengacu dari KTP elektronik yang sudah diterapkan saat ini.
Kasus korupsi e-KTP adalah kasus pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) untuk tahun 2011 dan 2012. Dugaannya, kasus korupsi ini terjadi pada tahun 2010. Kasus ini terbongkar karena berbagai kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP sehingga membuat berbagai pihak seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh kecurigaan akan terjadinya kongkalikong.
Dalam pengusutannya, KPK menemukan fakta bahwa negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun dalam kasus ini. Setelah melakukan berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka.
Tersangka pertama yang dijerat KPK dalam kasus mega skandal ini adalah Sugiharto. Saat kasus ini terjadi, Sugiharto adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri.
Dalam sangkaan waktu itu, KPK menyatakan Sugiharto melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013. Dia dianggap melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ia juga diperkaya dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp460 juta.
Kasus terus bergulir, dan pada 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman sebagai tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni demi memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS, Rp2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura.
Pada 8 Februari 2017 KPK mengumumkan bahwa mereka telah menemukan bukti terkait keterlibatan anggota DPR dalam kasus korupsi e-KTP. Publik pun dibuat geger meski desas-desus ini sebenarnya sudah santer di kalangan masyarakat. KPK kemudian mengimbau kepada siapa saja yang menerima aliran dana tersebut untuk mengembalikannya ke negara.
Dua hari kemudian, tepatnya pada 10 Februari 2017 KPK mengumumkan menerima uang sebesar Rp250 miliar dengan rincian Rp220 miliar berasal dari sejumlah korporasi, satu perusahaan dan satu konsorsium sedangkan Rp30 miliar berasal dari anggota DPR periode 2009-2014 dan beberapa orang lainnya. Penyerahan uang itu dilaksanakan usai pemeriksaan sejumlah saksi oleh KPK. Mereka yang kooperatif kemudian mengirimkan uang kepada rekening KPK khusus penyidikan.
Perkembangan kasus e-KTP kemudian bergulir pada terjadinya pelimpahan kasus e-KTP ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi oleh KPK pada 1 Maret 2017. Berkas tersebut merupakan berkas atas nama Sugiharto sebanyak 13 ribu lembar dan atas nama Irman sebanyak 11 ribu lembar yang mencakup berita acara pemeriksaan tersangka dan saksi. Dalam berkas tersebut terdapat keterangan dari 294 saksi atas nama Sugiharto, 173 saksi atas nama Irman dan keterangan dari lima orang ahli.
Setelah mengumpulkan berbagai fakta dan petunjuk pada tiga sidang sebelumnya, KPK kembali menetapkan tersangka ketiga setelah Irman dan Sugiharto, yakni Andi Narogong. Penetapan dilakukan pada Rabu, 23 Maret 2017. Penyidik KPK menangkap Andi Narogong untuk pemeriksaan lebih lanjut melalui Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik).
Berdasarkan penyelidikan KPK, Andi ditetapkan sebagai tersangka karena ia berperan dalam meloloskan anggaran Rp 5,9 triliun untuk pembuatan KTP elektronik dan agar rencananya lancar. Andi juga disebut membagikan uang kepada para petinggi dan anggota komisi II DPR serta Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Andi juga berperan dalam mengatur tender dengan membentuk tim Fatmawati, sesuai dengan lokasi rukonya serta terlibat dalam merekayasa proses lelang, mulai dari menentukan spesifikasi teknis hingga melakukan penggelembungan dana dalam pengadaan KTP elektronik.
Seminggu setelah penangkapan Andi, tepatnya pada 30 Maret 2017 Pengadilan Negeri menggelar sidang keempat. Sidang kali ini menghadirkan 7 saksi, di antaranya adalah Miryam S Haryani, Ganjar Pranowo, Agun Gunanjar Sudarta dan mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
Setnov dan Nazaruddin Sebut Ganjar Terima Fee e-KTP
Awal mula nama Ganjar disebut dalam persidangan ketika Setya Novanto mengatakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo itu menerima aliran dana proyek e-KTP. Setya Novanto mengungkap hal tersebut saat Ganjar Pranowo bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor.
Setya Novanto mengaku, ada empat orang yang melapor kepadanya soal Ganjar Pranowo yang menerima uang terkait e-KTP. Empat orang tersebut yakni anggota Komisi II Fraksi Golkar Mustokoweni (almarhum), anggota Komisi II Fraksi Demokrat Ignatius Mulyono (almarhum), anggota Komisi II Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Yang pertama, ini pernah almarhum Mustokoweni dan Ignatius Mulyono itu pada saat ketemu saya, menyampaikan telah sampaikan dana uang dari Andi untuk dibagikan ke Komisi II dan Banggar DPR," ujar Setya Novanto di Pengadilan Tipikor.
Dia menyatakan hal tersebut saat diberi kesempatan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor untuk menanggapi soal kesaksian mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo.
"Kedua, Ibu Miryam menyatakan hal yang sama. Ketiga waktu Andi ke rumah saya, itu sampaikan telah berikan uang, dana, berikan ke teman-teman Komisi II dan Banggar dan untuk Ganjar sekitar bulan September sejumlah USD 500 ribu," kata dia.
Dalam sidang tersebut, awalnya Jaksa menanyakan kepada Ganjar perihal pemberian sejumlah uang dari Mustokoweni kepada dirinya.
"Pernah terima fasilitas atau uang terkait e-KTP? Dari siapa saja?" tanya jaksa.
"Tidak," jawab singkat Ganjar.
"Ada Mustokoweni pernah sampaikan sesuatu? Menyampaikan apa?" tanya jaksa lagi.
Mustokoweni adalah mantan anggota Komisi II DPR yang sudah meninggal dunia pada Juni 2010. "Iya dek ini jatahmu. Ada sesuatu yang mau diberikan. Uang, tapi saya bilang tidak usah," jawab Ganjar.
"Jadi waktu rapat ada orang nyelonong kasih goodie bag. Biasanya itu buku, tapi saya refleks ini siapa, terus saya panggil mas sini saya kembalikan," ujar Ganjar.
"Tidak menduga ada kaitan dengan pembahasan e-KTP?" tanya jaksa lagi.
"Nggak. Saat itu tidak pernah berpikir ke situ," jawab Ganjar kala itu.
Tak cuma Setya Novanto yang menuding Ganjar menerima fee dalam kasus e_KTP tersebut, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin juga mengatakan hal yang sama. Bahkan dalam persidangan, Nazaruddin mengaku melihat secara langsung Ganjar Pranowo menerima uang dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik. Saat itu, kata Nazar, Ganjar masih menjabat Wakil Ketua Komisi II DPR.
"Semua yang saya sampaikan itu benar, Yang Mulia," ujar Nazaruddin, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/11/2017).
Melalui persidangan, anggota majelis hakim mengonfirmasi salah satu poin dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Nazaruddin. Nazaruddin, dalam keterangan di BAP, pernah menceritakan mekanisme penyerahan uang kepada Ganjar senilai US$ 500 ribu.
Menurut Nazaruddin, dia bersama Andi Narogong berkumpul di ruangan anggota DPR, Mustokoweni. Mustokoweni sendiri adalah anggota Badan Anggaran di Komisi II DPR pada waktu itu.
Saat itu, Nazaruddin mendengar secara langsung, Mustokoweni sedang menghubungi Ganjar melalui telepon. Melalui sambungan telepon, Mustokoweni menanyakan perihal apakah Andi perlu menemui Ganjar di ruang kerjanya. Ganjar pun menjawab bahwa dia yang akan mendatangi ruang kerja Mustokoweni.
Menurut Nazar dalam BAP, di ruang kerja Mustoko Weni, Ganjar menerima uang US$ 500 ribu. "Ganjar menyampaikan kepada saya (Nazaruddin), ini kebersamaan, biar program besarnya jalan," ujar Hakim Anwar ketika membaca BAP tersebut.
Ganjar Pranowo sendiri pernah menceritakan kembali pengalamannya saat ditawari goodie bag berisi uang oleh seorang laki-laki di gedung DPR. Menurut Ganjar, goodie bag tersebut diberikan setelah dia menghadiri rapat di Komisi Pemerintahan DPR terkait dengan anggaran proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Hal itu Ganjar sampaikan saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus e-KTP untuk terdakwa Andi Narogong (13/10/2017) di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Nama Ganjar sebelumnya tertera dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum perkara korupsi e-KTP yang disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Kamis, 9 Maret 2017. Surat dakwaan tersebut memuat sederet nama yang menerima aliran duit proyek e-KTP. Ganjar disebut menerima uang US$ 520 ribu. Namun Ganjar telah membantah dakwaan tersebut.
BAP Miryam yang Bocor
Pada akhir Maret 2017 beredar bocoran dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam S Haryani ke publik. Bocoran BAP itu pun segera menyeruak di media sosial.
BAP bocoran itu menulis pengakuan Miryam bahwa satu-satunya pimpinan Komisi II DPR RI (2009-2014) yang menolak suap terkait proyek pengadaan e-KTP adalah Ganjar Pranowo.
Dokumen BAP Miryam setebal 27 halaman itu isinya mengungkap mengenai proses pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR RI (2009-2014) oleh penyidik KPK. Di BAP bocoran itu, tercatat Miryam diperiksa empat kali sebagai saksi atas terdakwa Sugiharto yaitu pada 1, 7, dan 14 Desember 2016 serta 24 Januari 2017.
Dokumen itu menulis, Miryam mengaku mendapat perintah dari Pimpinan Komisi II untuk membantu mengoordinir pemberian dari Ditjen Dukcapil dan mengaku menerima dua kali pengiriman suap dari Sugiharto. Selanjutnya, sesuai perintah Chairuman Harahap selaku Ketua Komisi II saat itu, dia membagi uang dalam amplop terpisah dan diserahkan kepada nama-nama yang terdata dalam daftar.
Pengakuan Miryam di BAP bocoran itu juga menyebutkan para pimpinan Komisi II seluruhnya menerima uang USD 3.000 kecuali Ganjar Pranowo. Tercatat, Miryam mengaku memberikan 10 ribu dolar AS dan 15 ribu dolar AS kepada Ganjar, namun duit itu dikembalikan lagi kepada dirinya.
Miryam kemudian menyerahkan suap itu kembali kepada Yasonna Laoli selaku Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PDIP di Komisi II DPR RI. Di pemeriksaan lain, Miryam juga menyatakan Ganjar menolak pemberian suap lain senilai USD 3000. Isi bocoran BAP Miryam itu berkebalikan dengan catatan dalam surat dakwaan KPK untuk dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto. Di surat dakwaan itu, Ganjar tercatat menerima suap terkait proyek pengadaan e-KTP sebesar USD 520 ribu.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengaku lega dengan bocornya berkas BAP politikus Hanura tersebut. "(Dengan ada bocoran BAP Miryam) publik akhirnya tahu siapa menerima, siapa tidak, karena ini berkaitan banyak hal, ada keluarga saya, ada anak, istri, kredibilitas saya dan macam-macam, terkonfirmasi itu, saya senang," kata Ganjar di Semarang, pada Rabu (29/3/2017).
Ganjar menambahkan, bocoran BAP Miryam itu petunjuk Tuhan untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya di waktu yang tepat. Politikus PDI Perjuangan itu menyebutkan bahwa pernyataan Miryam di BAP sesuai dengan pengakuannya ke publik selama ini terkait kasus e-KTP.
Ganjar mengaku juga pernah dikonfrontasi dengan Miryam oleh penyidik KPK. Di pemeriksaan itu, Miryam menyatakan tidak pernah memberi uang kepada Ganjar. "Allah memberikan jalan saja pada saya, karena pertama terkonfirmasi oleh cerita saya dulu bahwa saya dikonfrontasi oleh penyidik, dan yang saya ceritakan hari ini ada tulisannya ternyata (di bocoran BAP Miryam), Alhamdulillah," ujar dia.
Pada sidang keempat terjadi pengakuan yang kontradiktif antara Miryam S Haryani dengan Novel Baswedan. Saat diperiksa di KPK, berdasarkan penuturan Novel, Miryam mengaku bahwa telah dilakukan pemberian uang kepada anggota DPR RI. Akan tetapi, saat persidangan Miryam justru membantah berita acara persidangan yang dituturkan Novel sebelumnya.
Miryam menjelaskan bahwa ia merasa ditekan oleh penyidik saat itu sehingga ia mengarang isi berita acara persidangan. KPK terus melakukan konfrontasi tapi Miryam tetap menyanggah.
Menurut Novel, Miryam melakukan sanggahan karena adanya ancaman beberapa anggota DPR RI periode 2009-2014. Temuan lainnya dalam sidang kali ini adalah adanya pengakuan dari Sugiharto tentang pemberian uang darinya kepada Miryam sebanyak empat kali dengan total 1,2 juta dollar AS yang pada akhirnya dibantah lagi pula oleh Miryam.
Ganjar Hilang dalam Dakwaan Setya Novanto
Dalam perkembangan berikutnya nama Ganjar hilang dalam dakwaan dengan tersangka Setya Novanto. Padahal dalam dakwaan kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto sebelumnya, Ganjar Yasonna dan Olly Dondokambey disebut ikut menerima duit.
Hilangnya nama Ganjar dan beberapa politisi lainnya sempat dipersoalkan oleh pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail. Maqdir merasa adanya fakta-fakta dalam sidang terdakwa lain, namun hilang dalam dakwaan kliennya. Salah satunya soal nama-nama yang diduga menerima uang haram dari proyek e-KTP.
"Salah satu contoh fakta yang hilang, dalam perkara yang lain disebut sejumlah nama anggota DPR yang terima uang. Tapi di sini hilang, tidak ada lagi nama itu disebut. Salah satu contohnya adalah nama Ganjar Pranowo, Yasonna Laoly, di sini nggak ada lagi," ungkap Maqdir seusai persidangan di Pengadilan Tipikor, Rabu (13/12/2017).
KPK Sebut Bukti Tidak Cukup Menyebut Ganjar dalam Dakwaan
Menanggapi hilangnya beberapa nama anggota dewan dalam dakwaan Setya Novanto, pimpinan KPK angkat suara. Pimpinan KPK, Alexander Marwata kala itu menanggapi tudingan pengacara terdakwa Setya Novanto terkait hilangnya nama Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Menkum HAM Yasonna Laoly dalam surat dakwaan Setya Novanto.
"Bermain apa, main bola?" pungkas Alex, menanggapi pertanyaan apakah KPK bermain-main dalam mengusut kasus e-KTP ini kepada wartawan di sela acara Workshop Pembangunan Budaya Integritas, Kamis (14/12/2017).
Alexander Marwata menegaskan, KPK tidak pernah bermain-main dalam menentukan seseorang sebagai tersangka atau menyebut seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Alex, sapaan Alexander Marwata menyatakan pihaknya telah mempertimbangkan semua alat bukti dalam menyusun surat dakwaan Setyo Novanto. Termasuk tidak adanya nama Ganjar Pranowo dan Yasonna Laoly juga dengan melihat bukti terkait.
"Dalam dakwaan (Setya Novanto) sudah berdasarkan alat bukti," tegasnya.
Dia menambahkan, setiap nama yang disebut berperan dalam surat dakwaan harus berdasarkan alat bukti dan saksi yang cukup. "Tidak ada istilah bermain-main, kita semua melakukan penindakan berdasarkan alat bukti yang cukup. Jangan hanya mencantumkan nama tanpa kecukupan alat bukti," jelas Alex.
Terkait pernyataan M Nazaruddin yang mengaku melihat Ganjar menerima uang e-KTP, Alex menyatakan bahwa pernyataan satu orang saja tidak bisa menjadi dasar yang kuat untuk menyatakan terlibat kasus korupsi. "Pokoknya nama disebut buktinya apa saksinya siapa, jangan hanya omongan satu orang terus dicantumkan," terangnya.
(mdk/hhw)